Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Politikus PAN Desak Anwar Usman Mundur dari MK: Integritas Sudah Tercederai
8 November 2023 12:32 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Anggota Komisi III DPR Fraksi PAN, Sarifuddin Sudding, tak hanya diberhentikan sebagai ketua saja, tapi juga mundur sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Sudding menilai, Anwar sudah terbukti bersalah dan sebagian kewenangannya dicabut MKMK.
ADVERTISEMENT
"Sebagai hakim yang dicabut sebagian kewenangannya oleh MKMK, maka sebaiknya yang bersangkutan mengundurkan diri," kata Sudding kepada wartawan, Rabu (8/11).
Jika Anwar tak mau mundur, kata dia, sebaiknya Mahkamah Agung (MA) menarik adik ipar Presiden Jokowi itu dari MK. MA merupakan lembaga yang mengusulkan Anwar sebagai hakim MK.
"Atau lembaga pengusulnya dapat menarik yang bersangkutan sebagai hakim MK karena secara moral sikap kenegarawanan, integritas dan profesionalisme nya sudah tercederai dan kepercayaan publik tergerus kalau yang bersangkutan masih sebagai hakim MK," tandas politikus PAN itu.
Sebelumnya, Anwar dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK setelah terbukti melakukan pelanggaran etik berat dalam memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, tentang pengubahan syarat capres-cawapres.
Selain itu, MKMK juga memerintahkan Wakil Ketua MK dalam waktu 2x24 jam sejak Putusan selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," kata Ketua Majelis Kehormatan MK (MKMK), Jimly Asshiddiqie, saat membacakan putusan, Selasa (8/11).
Kemudian, Anwar Usman tidak berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya berakhir.
Lalu, Anwar juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.