Politikus PAN: Permendikbud 30 Adopsi RUU PKS yang Ditolak Publik, Cabut Saja!

9 November 2021 10:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Komisi II DPR F-PAN Guspardi Gaus. Foto: Instagram/@guspardi.gaus
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Komisi II DPR F-PAN Guspardi Gaus. Foto: Instagram/@guspardi.gaus
ADVERTISEMENT
Permendikbudritek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi menuai kritik dari khalayak luas.
ADVERTISEMENT
Anggota DPR Fraksi PAN, Guspardi Gaus, mengkritik aturan itu karena berpedoman pada draf RUU PKS lama yang sudah tak lagi dibahas.
"Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 jelas mengadopsi draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang telah ditolak masyarakat luas di DPR periode 2014-2019 lalu," kata Guspardi, Selasa (9/11).
Guspardi mengatakan, aturan ini bermasalah dari segi yuridis dan filosofis. Karena itu, sebaiknya aturan ini dicabut.
"Oleh karena bermasalah dari segi yuridis maupun filosofis, beleid yang ditandatangani Mas Menteri Nadiem pada 31 Agustus 2021 itu sebaiknya dicabut dan dibatalkan karena berpotensi menjadi masalah dan memantik polemik di tengah masyarakat dalam implementasinya ke depan," ucapnya.
Gedung Kemendikbud. Foto: Dok. Itjen Kemendikbud
Guspardi berpandangan dasar hukum dari terbitnya aturan tersebut juga tidak jelas karena UU yang menjadi acuan saja belum ada.
ADVERTISEMENT
"Padahal Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 pasal 8 ayat 2 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa Peraturan Menteri bisa memiliki kekuatan hukum mengikat manakala ada perintah dari peraturan perundangan yang lebih tinggi," ujar anggota Baleg DPR itu.
Menurut dia, Permendikbudristek ini juga sangat melampaui kewenangan karena RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) saja masih dibahas di Baleg DPR. Sehingga, tak ada dasar hukum yang menjadi acuan aturan tersebut.
"Permen tersebut sangat jelas melampaui kewenangan. Pasalnya Panja Baleg DPR saat ini masih membahas tentang RUU TPKS. Artinya, Permen ini melangkahi undang-undang serta tidak memiliki cantolan yuridis yang jelas dan spesifik," kata dia.
"Jadi, apa dasar hukum yang menjadi landasan dikeluarkannya kebijakan tersebut," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Legislator asal Sumatera Barat itu menilai, filosofi dan muatan dalam Peraturan Menteri tersebut juga jauh dari nilai-nilai Pancasila dan cenderung pada nilai-nilai liberalisme, karena tidak berlandaskan kepada norma-norma agama. Seperti penggunaan definisi paradigma seks bebas berbasis persetujuan (sexual-consent) yang tidak didasarkan pada agama.
Maknanya selama tidak ada pemaksaan (suka sama suka), berusia dewasa, dan ada persetujuan, maka aktivitas seksual menjadi halal, meskipun dilakukan di luar pernikahan yang sah.
"Hal ini tentu berpotensi melegalkan dan memfasilitasi perbuatan zina dan jelas bertentangan dengan Pancasila dan norma agama. Ini tentu merupakan satu acuan peraturan yang jelas berbahaya," kata dia.
Dia juga menambahkan betapa banyak terjadi hubungan seks di luar nikah yang diawali dengan persetujuan alias suka sama suka. Begitu pula bermunculannya perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) yang kian merebak di masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Padahal perilaku seks di luar nikah ataupun LGBT tidaklah dibenarkan dalam norma agama. Tak hanya itu, Permendikburistek 30/2021 seolah mengesampingkan proses hukum bila terjadi suatu kasus. Pasalnya, cenderung berfokus pada pengadilan internal dengan keberadaan satuan tugas (Satgas) di lingkungan kampus," tandas Guspardi.