Polling kumparan: 52,71% Pembaca Setuju Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

2 Mei 2025 16:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden ke-2 Soeharto bersama putri sulungnya Siti Hardijanti atau Tutut menjelang kedatangan Presiden Abdurrahman Wahid, pada 8 Maret 2000. Foto: WEDA / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden ke-2 Soeharto bersama putri sulungnya Siti Hardijanti atau Tutut menjelang kedatangan Presiden Abdurrahman Wahid, pada 8 Maret 2000. Foto: WEDA / AFP
ADVERTISEMENT
Sebanyak 52,71 persen atau 1.169 pembaca kumparan setuju dengan usulan Soeharto jadi pahlawan nasional. Angka ini didapatkan dari hasil polling kumparan yang beredar pada 24 April hingga 1 Mei 2024.
ADVERTISEMENT
Total ada sebanyak 2.218 responden yang berpartisipasi dalam polling ini. Sedangkan 47,29 persen atau 1.049 pembaca tak setuju dengan usulan tersebut.
Sebelumnya, menteri sosial, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), menyebut Presiden ke-2 RI Soeharto berpeluang mendapatkan gelar pahlawan nasional pada tahun ini. Bila tak ada aral melintang, pemberian gelar pahlawan itu akan bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan pada 10 November mendatang.
Menurutnya, Soeharto bisa jadi pahlawan nasional karena telah dicabutnya Ketetapan (Tap) MPR Nomor XI/MPR/1998 soal korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang memuat nama Soeharto.
Nama Soeharto, kata Gus Ipul, sebenarnya sudah sejak 2010 diusulkan menjadi pahlawan nasional. Namun, adanya nama Soeharto di Tap MPR itu menjadi kendala. Tap MPR itu baru dicabut pada 2024.
ADVERTISEMENT
“Kita mempertahankan nilai-nilai yang baik sambil kita juga mengadopsi nilai-nilai baru yang lebih baik. Jadi yang baik, yang lama kita mempertahankanlah. Yang jelek ya enggak usah diteruskan,” tuturnya.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menghadiri perayaan Paskah di Gedung Aneka Bhakti Kemensos, Rabu (30/4/2025). Foto: Dok. Kemensos
Meski begitu, peluang Soeharto menjadi pahlawan nasional mendapat kritikan dari masyarakat sipil. Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi menilai, salah satu syarat seseorang mendapat penghargaan atau tanda jasa berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2009 adalah berkelakuan baik.
"Mengacu pada syarat umum poin 4 (empat), Soeharto tidak layak mendapatkan gelar pahlawan nasional karena berbagai pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang pernah terjadi pada masa pemerintahannya yang otoriter dan militeristik, belum pernah diuji melalui proses peradilan," kata Hendardi dalam keterangannya, Kamis (24/4).
"Belum lagi soal korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh keluarga dan elite inti di sekitarnya. Akumulasi persoalan itu yang secara objektif menjadi penyebab utama Soeharto dilengserkan oleh gerakan reformasi 1998. Pendek kata, Soeharto tidak memenuhi syarat umum berkelakuan baik," pungkasnya.
ADVERTISEMENT