Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Polling kumparan: 60,4% Pembaca Setuju Sekolah Diliburkan Selama Bulan Ramadan
8 Januari 2025 16:35 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Sebanyak 60,4 persen atau 903 pembaca kumparan setuju dengan wacana libur satu bulan untuk anak sekolah saat bulan Ramadan 2025. Angka ini merupakan hasil polling kumparan yang dilakukan pada 31 Desember-7 Januari 2024.
ADVERTISEMENT
Total ada sebanyak 1.495 responden yang menjawab polling ini. Sementara, terdapat 39,6 persen atau 592 pembaca yang tidak setuju akan wacana ini.
Sebelumnya Wakil Menteri Agama Muhammad Syafi'i (Romo Syafi'i) membenarkan bahwa memang ada wacana untuk meliburkan sekolah selama satu bulan penuh saat bulan Ramadan 2025 nanti.
“Heeh, sudah ada wacana,” kata Romo Syafi’i singkat saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/12).
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar juga menegaskan wacana itu masih akan dibahas lebih lanjut.
"Sebetulnya, warga Kementerian Agama khususnya di pondok pesantren itu sudah libur [saat Ramadan]. Tetapi sekolah-sekolah yang lain juga masih sedang kita wacanakan, tetapi ya nanti tunggulah penyampaian-penyampaian," ujarnya usai acara muhasabah akhir tahun 2024 di Monas, Jakarta Pusat, Senin (30/12) malam.
ADVERTISEMENT
Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian menyebut wacana tersebut memiliki potensi dampak positif serta negatif yang perlu dipertimbangkan secara matang. Ia menilai, bagi siswa yang beragama Islam, libur selama sebulan itu bisa menjadi wadah bagi siswa memperdalam ilmu agama.
“Mereka juga bisa memanfaatkan waktu untuk belajar agama lebih mendalam, mengikuti kegiatan sosial keagamaan di komunitas, atau mempererat hubungan keluarga,” kata Hetifah saat dihubungi, Selasa (31/12).
Namun begitu, politisi Partai Golkar ini juga mengingatkan, kebijakan wacana tersebut hanya relevan bagi siswa Muslim saja sedangkan yang non-Muslim manfaatnya tidak terasa langsung. Untuk itu, ia menekankan agar wacana kebijakan tersebut berlaku adil untuk semua keyakinan yang berlaku di Indonesia.
“Siswa non-Muslim mungkin tidak merasakan manfaat langsung, sehingga perlu dipertimbangkan dampaknya terhadap mereka, agar inklusivitas dan kesetaraan dalam sistem pendidikan tetap terjaga,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Sebetulnya wacana ini pernah diterapkan pada tahun 1999. Saat itu Gus Dur menelurkan kebijakan meliburkan sekolah di bulan Ramadan. Alasannya agar masyarakat lebih khusyuk beribadah.
Tak hanya itu, Gus Dur juga mengimbau anak sekolah fokus belajar agama. Menurutnya, mereka mesti rehat dan mengisi kegiatan rohani semaksimal mungkin.
Mereka juga meminta muridnya untuk melaporkan kegiatan ibadah selama Ramadan, misalnya tadarus hingga tarawih.
Sejumlah sekolah juga ada yang memanfaatkan libur itu dengan mengadakan pesantren kilat selama satu bulan penuh.
Sedangkan para guru yang tidak ada agenda khusus memilih jeda atau mengikuti penataran. Hal ini guna memulihkan tenaga jasmani dan rohani sebelum memasuki periode belajar berikutnya.
Di sisi lain, ketua umum PBNU, Yahya Cholil Staquf pun bertanya-tanya, anak sekolah libur selama sebulan itu melakukan kegiatan apa saja?
ADVERTISEMENT
“Kita sudah pernah sekolah libur sebulan penuh itu sudah pernah. Tidak libur juga sudah pernah. Dan kita sudah tahu apa yang kemudian bisa dilakukan selama liburan itu. Sehingga saya kira ada evaluasi-evaluasi lah, sejauh mana libur di bulan Ramadan itu bisa lebih bermanfaat bagi anak-anak sekolah,” ujarnya di kantor PBNU, Jakarta pada Jumat (3/1).
Menurut PBNU, hal ini sudah pernah dilakukan, tapi belum ditemukan model yang tepat untuk anak-anak memanfaatkan waktu liburnya.