Polri Dorong Penghapusan BBN II, Pajak Progresif, dan Pemutihan

13 Maret 2023 17:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pajak kendaraan bermotor. Foto: Bagas Putra Riyadhana
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pajak kendaraan bermotor. Foto: Bagas Putra Riyadhana
ADVERTISEMENT
Korlantas Polri mendorong pemerintah daerah agar segera menghapus kebijakan Bea Balik Nama (BBN) II, pajak progresif, dan pemutihan kendaraan. Hal tersebut harus dilakukan demi mencipta kesamaan data jumlah kendaraan di antara lembaga yakni Kepolisian, Dinas Pendapatan Daerah, dan Jasa Raharja.
ADVERTISEMENT
Direktur Regident Korlantas Polri, Brigjen Yusri Yunus, mengatakan selama ini terdapat perbedaan data jumlah kendaraan bermotor yang dihimpun oleh kepolisian, Kementerian Dalam Negeri, dan Jasa Raharja.
"Data kendaraan bermotor yang dimiliki oleh kepolisian, Jasa Raharja dan Dirjen Kemendagri itu berbeda, di data saya sampai saat ini 153 juta kendaraan bermotor yang ada di Indonesia, data kendaraan di Kemendagri 122 juta, dan data yang ada di jasa Raharja 113 juta," kata dia ketika dalam kegiatan Rapat Koordinasi Tim Pembina Samsat Tingkat Nasional di Kota Bandung pada Senin (13/3).
Yusri lalu mengemukakan sejumlah contoh kasus yang dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk menghapus tiga sektor pajak tersebut. Pertama, yakni terkait dengan budaya di masyarakat Indonesia yang sering membeli kendaraan bekas tapi enggan membayar BBN II karena biayanya yang terbilang mahal. Hal itu membuat data yang dihimpun menjadi tumpang tindih.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, terkait pajak progresif. Yusri mengatakan bahwa maksud diberlakukannya pajak progresif yakni untuk mengendalikan jumlah kendaraan yang dimiliki oleh masyarakat. Namun, ternyata belakangan ini marak masyarakat yang memiliki kendaraan lebih satu tapi kepemilikan kendaraannya mengatasnamakan orang lain agar terhindar dari pajak.
"Saya punya mobil pertama progresif tapi yang kedua pakai nama pembantu, pakai nama tetangga dan keempat pakai nama saudara, kan akhirnya enggak valid datanya," papar dia.
Begitu pula, dengan pemutihan yang diterapkan oleh pemerintah daerah. Menurut Yusri, pemutihan justru membuat masyarakat makin enggan membayar pajak. Dia pun berharap pemerintah daerah dapat segera menghapuskan kebijakan pemutihan.
"Enggak usah pakai pemutihan, itu bukan hal yang bagus," kata dia.
Di lokasi yang sama, Kakorlantas Polri, Irjen Firman Shantyabudi, mengatakan kesamaan atau ketertiban dalam hal pendataan diperlukan di antara berbagai lembaga. Dengan data yang tertib, pemerintah daerah pun semakin mudah untuk mengelola pajak.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Firman mengharapkan masyarakat dapat taat membayar pajak. Sebab, kata dia, ketaatan dalam membayar pajak membuat pemilik kendaraan mendapat perlindungan.
"Bahwa kendaraan yang legal itu dilindungi, kita tidak berharap ada yang kecelakaan, tapi ketika ada yang celaka, nah langsung dapat datanya dan langsung kepada yang bersangkutan," kata dia.
Hal senada dikatakan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni. Dia mengaku sepakat BBN II dan pajak progresif dihapuskan demi mencipta tertib data. Khusus untuk pajak progresif, dia mengatakan kebijakan tersebut ternyata tak dapat mengendalikan kehendak masyarakat memiliki lebih dari kendaraan serta membuat kacau pendataan.
"Hasil dari evaluasi ini tidak akan menahan orang yang akan membeli kendaraan," kata dia.
"Oleh karena itu agar lebih tertib lagi datanya dan juga lebih tertib lagi maka pajak progresif bisa dihapuskan sehingga kendaraan itu yang dimiliki itu betul-betul atas nama orang yang memiliki, bukan atas nama orang lain yang tidak terdaftar," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Padahal, melalui ketertiban data, Agus menilai ketaatan masyarakat untuk membayar pajak dapat semakin baik yang berdampak pada peningkatan pendapatan daerah. Diketahui, sektor pajak kendaraan bermotor memberi sumbangsih hampir 40 persen bagi pendapatan daerah.
"Jadi ada tiga, potensi tepat, target tepat kemudian dicapai dengan tepat atau realisasinya tepat. Maka dari semua kebijakan itu, adalah data yang valid, data yang satu," kata dia.
Di lokasi yang sama, Direktur Utama PT. Jasa Raharja, Rivan Achmad Purwantono, pun mengatakan ketertiban dalam pendataan dapat membuat pihaknya lebih mudah untuk melakukan identifikasi ketika terjadi kecelakaan. Maka dari itu, dia berharap kesamaan data dapat segera terwujud melalui kegiatan rapat tersebut.
"Maka kemudian kesempatan dengan BBN II dibebaskan ini menjadi baik, sehingga pada saat kita identifikasi sangat mudah ketika terjadi kecelakaan," kata dia.
ADVERTISEMENT