Prahara Dokter Terawan

8 April 2018 8:24 WIB
comment
53
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Pernah dengar Prabowo berpidato? Begitu bergelora dan berapi-api. Ini contohnya:
ADVERTISEMENT
Saudara-saudara! Kita masih upacara, kita masih menyanyikan lagu kebangsaan, kita masih pakai lambang-lambang negara, gambar-gambar pendiri bangsa masih ada di sini. Tapi di negara lain, mereka sudah bikin kajian-kajian di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030. Bung, mereka ramalkan kita ini bubar!
Nah, Prabowo Subianto, bekas komandan jenderal Kopassus yang kini menjabat Ketua Umum Partai Gerindra, tidak akan bisa berpidato menggebu-gebu macam itu tanpa Dokter Terawan. Ya, Terawan Agus Putranto, dokter sekaligus perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang tengah berada di lingkaran prahara karena dipecat Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia dari profesinya sebagai dokter.
Prabowo, selain harus berterima kasih kepada karya fiksi ilmiah Ghost Fleet: A Novel of the Next World War yang menjadi inspirasi pidatonya yang viral itu, juga blak-blakan berterima kasih kepada Dokter Terawan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tidak, sebab karena ‘dicuci otak’ oleh Dokter Terawan itulah, ia--di usianya yang 66 tahun kini--bisa berpidato tak putus selama lima jam! Luar biasa.
Prabowo Subianto (Foto: AFP PHOTO / Adek Berry)
“Tolong, Pak Terawan itu aset bangsa. Kaget saya (dengar dia dipecat). Saya bukan ahli, tapi saya harap ke IDI, tolonglah cari titik terbaik,” kata Prabowo saat menghadiri Rapat Kerja Nasional Partai Gerindra di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Kamis (5/4).
Prabowo bukan satu-satunya eks militer yang bersuara lantang untuk ‘membela’ Dokter Terawan. Tak kurang dari Susilo Bambang Yudhoyono, presiden keenam Indonesia, ikut mendorong win-win solution antara Terawan dan IDI.
ADVERTISEMENT
“Dokter Terawan punya prestasi gemilang. Jangan divonis, dihakimi begitu saja. Tapi saya juga menghormati IDI. Duduklah bersama carikan solusi. Saya menjadi saksi bahwa ribuan saudara-saudara kita merasa tertolong oleh Dokter Terawan, terlepas apakah metodologinya dipolemikkan atau didebatkan,” kata SBY.
SBY tak bisa tidak ikut ‘membela’, sebab Terawan adalah anggota tim dokter kepresidenan di masanya menjabat. Menurut SBY, Terawan bahkan berhasil menyembuhkan seorang perdana menteri negara sahabat.
#SaveDokterTerawan pun tersebar di media sosial. Tak tanggung-tanggung, tagar itu digulirkan oleh Aburizal Bakrie, mantan ketua umum Partai Golkar yang juga eks menteri koordinator kesejahteraan rakyat.
“Saya pernah ditolong, lolos dari maut melalui tangan Dokter Terawan dengan metode DSA-nya. Saya berharap IDI bisa mengizinkan Dokter Terawan untuk kembali praktik,” kata Ical, sapaan Aburizal.
ADVERTISEMENT
Pokoknya, dukungan deras mengalir untuk Dokter Terawan, termasuk dari Komisi I DPR yang langsung menemui Terawan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Rabu (4/4), untuk memberikan dukungan moril.
Ya, yang datang adalah Komisi I yang membidangi pertahanan, luar negeri, komunikasi informatika, dan intelijen, bukan Komisi IX yang membidangi kesehatan. Rupanya, pemecatan Terawan sudah jadi masalah gawat negara.
“Dokter Terawan adalah Kepala RSPAD, dan RSPAD di bawah Kementerian Pertahanan yang merupakan mitra Komisi I. Jadi kami perlu mengerti apa yang sesungguhnya terjadi,” kata Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari kepada kumparan, Kamis (5/4).
ADVERTISEMENT
Dokter Terawan. (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan)
Prahara bermula Selasa (3/4), saat lembar rekomendasi pemecatan Terawan dengan kop surat “Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia” tersingkap ke publik. Surat itu ditujukan kepada Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI), tempat Terawan bernaung sebagai dokter spesialis radiologi.
Surat tersebut berisi rekomendasi putusan sidang Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI yang memutuskan untuk memberhentikan sementara Dokter Terawan dari keanggotaannya di IDI. Pemecatan berlaku satu tahun sejak keputusan dibuat.
Yang menarik, putusan sebetulnya sudah jatuh sejak 26 Februari 2018. Namun kabar pemecatan Terawan oleh IDI baru menyeruak awal April 2018.
Dalam surat yang ditandatangani Ketua MKEK Dr dr Prijo Sidipratomo itu, Terawan diputus bersalah karena melakukan pelanggaran etik berat. Ia melanggar dua pasal Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), yakni Pasal 4 dan Pasal 6.
ADVERTISEMENT
Pasal 4 KODEKI berbunyi, “Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.” Sementara Pasal 6 berbunyi, “Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.”
Meski tak disebut eksplisit, diduga kuat dua pelanggaran etik tersebut terkait metode terapi stroke Intra Arterial Heparin Flushing (IAHF) atau jamak dikenal dengan istilah “cuci otak”. Ini metode yang biasa ditekuni Terawan sehari-hari.
Ihwal tersebut dibenarkan oleh salah seorang PB IDI, dr Riza Omar Kastanya. Menurut Riza, pelanggaran etik Terawan memang menyangkut metode cuci otak.
Metode cuci otak sejak lama menjadi buah bibir karena diklaim mampu memperbaiki gerak tubuh pasien yang menderita penyakit stroke--serangan otak yang biasa disertai kelumpuhan. Namun meski sering dipraktikkan, menurut Riza, metode itu “belum dibuktikan secara ilmiah.”
ADVERTISEMENT
Inilah pangkal persoalan yang menyeret Terawan ke dugaan melanggar Pasal 6 KODEKI. Sementara terkait Pasal 4, Terawan diduga mengiklankan diri hingga menjanjikan kesembuhan kepada pasien.
Frans Santosa dari PB IDI mengatakan, seorang dokter memang tak semestinya menjanjikan kesembuhan kepada pasien. Dokter hanya berperan sebagai perantara karena “sesungguhnya kesembuhan itu diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.”
Sementara Terawan sendiri usai disambangi Komisi I DPR di RSPAD kembali menegaskan, tidak pernah menjanjikan apa pun kepada pasien.
Ia meminta IDI untuk spesifik menjelaskan maksudnya. “Kalau hanya ‘katanya’ beriklan, itu saya repot. Jadi mohon izin untuk ditunjukkan iklan yang kayak apa, karena itu membahayakan, menuduh sesuatu.”
Ilustrasi Geger Terawan (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
Imbas dari pemecatan itu, Dokter Terawan terancam kehilangan izin untuk melakukan praktik pengobatan selama satu tahun. Ini, tentu saja, termasuk praktik cuci otak.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan prosedur yang berlaku, untuk menindaklanjuti keputusan MKEK, IDI akan memberikan penyataan tertulis untuk mencabut izin praktik Terawan. Sementara kewenangan untuk mencabut Surat Izin Praktik (SIP) seorang dokter, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052 Tahun 2011, dapat dilakukan oleh kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pemerintah daerah.
Namun tampaknya, pencabutan SIP kepada Terawan hampir tak mungkin dilakukan karena mekanismenya perlu melewati rantai birokrasi panjang. Untuk mencabut SIP seorang dokter, PTSP perlu mendapat rekomendasi pencabutan izin praktik dari beberapa organisasi, tak cuma IDI Pusat.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Koesmedi, pencabutan SIP mesti melalui beberapa tahapan, yakni mengantongi rekomendasi dari IDI Pusat, perhimpunan profesi spesialis, dan IDI Cabang.
Setelah mendapat rekomendasi IDI Cabang, Dinas Kesehatan baru bisa memberi rekomendasi ke Kantor PTSP. “Nah, kewenangan pencabutan SIP berada di bawah PTSP,” kata Koesmedi.
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini Koesmedi belum menerima rekomendasi pencabutan izin praktik terkait pemecatan Terawan dari IDI. Hal ini tidaklah aneh, sebab untuk mengeluarkan rekomendasi pencabutan SIP, IDI Cabang mesti mendapat rekomendasi dari organisasi profesi spesialis, dalam hal ini Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI) yang diketuai oleh Terawan sendiri. Intinya, Terawan tidak serta-merta kehilangan izin praktik.
RSPAD Gatot Soebroto. (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Terawan, dalam pertemuannya dengan Komisi I DPR di RSPAD, menyatakan belum menerima surat pemecatannya dari PB IDI, meski surat itu telah diterbitkan sejak Februari.
“Saya belum dapat surat apapun, belum dapat keputusan apapun,” ujar Terawan.
Menurutnya, kontroversi soal keilmiahan metode cuci otak yang ia praktikkan memang sempat disoal pada 2013. Kala itu, MKEK menyarankan kepada Terawan agar metode cuci otak dibuktikan secara ilmiah.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, menurut Terawan, ia menjawab ‘tantangan’ MKEK tersebut dengan mengambil studi doktoral. “Saya (lalu) mendaftar ke Universitas Hasanudin.”
Hingga pada Agustus 2016, setelah melakukan penelitian selama tiga tahun, Terawan berhasil mendapat gelar doktor. Riset tentang metode cuci otak itu berjudul “Efek Intra Arterial Heparin Flushing terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis.”
Riset itu tidak ia lakukan seorang diri, melainkan bersama 5 orang lainnya, dengan 4 di antaranya ahli laboratorium. Terawan mengatakan, ia dan kelima orang itu berhasil lulus studi doktoral, bahkan hasil riset mereka diterbitkan di 12 jurnal internasional.
Impact factor-nya diadopsi oleh orang lain, negara lain, atau peneliti lain,” kata Terawan.
ADVERTISEMENT
Namun, meski telah dibuktikan lewat disertasi, keilmiahan metode cuci otak Terawan masih tetap diragukan. Salah satunya oleh Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) Hasan Machfoed.
Menurut Hasan kepada kumparan, alat yang digunakan Terawan dalam melakukan terapi cuci otak, Digital Subscription Angiography (DSA), sesungguhnya tidak berfungsi untuk menyembuhkan penyakit, tapi merupakan diagnosis.
Ia mengibaratkan DSA seperti rontgen yang biasa digunakan untuk memeriksa kondisi paru-paru seseorang. Namun, ujar Hasan, Terawan mengalihfungsikan DSA yang sebetulnya alat diagnosis, menjadi alat terapi, bahkan alat pencegahan penyakit.
Lebih lanjut, kata Hasan, pembuktian ilmiah di ranah akademik tak serta-merta menjadikan metode cuci otak sah diterapkan di ranah kedokteran. Menurutnya, “Disertasi Terawan tidak didukung oleh referensi ilmiah memadai.”
ADVERTISEMENT
Yang dimaksud Hasan: belum ada penelitian lain di dunia yang mendukung tesis penelitian Terawan.
Metode cuci otak Dokter Terawan. (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Metode cuci otak Terawan dilakukan terhadap pasien penderita stroke. Caranya, dengan menyemprotkan heparin (cairan penangkal penggumpalan darah) ke bagian otak yang tersumbat. Padahal, kata Hasan, tak ada satu pun penelitian yang mengganggap heparin sebagai obat penyakit stroke.
Kritik serta keraguan atas terapi cuci otak Terawan juga datang dari ahli penyakit saraf dan saraf intervensi, Fritz Sumantri Usman. Menurutnya, apabila seorang dokter punya penemuan atau inovasi mutakhir terkait prosedur atau jenis obat, dia tidak cukup membuktikannya pada ranah akademis.
ADVERTISEMENT
Selain pembuktian di ranah akademis, uji klinis terhadap penemuan tersebut juga diperlukan, dan uji tersebut punya prosedur sangat ketat.
“Selama uji klinis itu belum dilakukan, berarti terapi tersebut belum divalidasi. Belum sah. Artinya obat atau prosedur baru tersebut tidak valid atau tidak teruji,” ujar Fritz.
Soal uji klinis juga disinggung oleh Prof. Irawan Yusuf, Guru Besar Universitas Hasanuddin yang juga promotor gelar doktor Terawan. Uji klinis itu, ujarnya, dapat dilakukan secara acak ke beberapa pasien untuk mendapatkan data soal efektivitas metode yang diterapkan, apakah lebih besar tingkat kesembuhannya, atau justru sebaliknya.
“Dengan uji klinis dan pengembangan, tentu akan ada perbaikan yang terus-menerus untuk mendapatkan metode paling tepat,” kata Irawan seperti dikutip dari Antara, Jumat (6/4).
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, metode Terawan secara ilmiah sudah sesuai standar akademis dalam pendidikan S3, namun memang perlu riset pengembangan sehingga memenuhi standar dan tidak kontroversial.
Gerald Liew saat cuci otak di RSPAD tahun 2015. (Foto: John Liew)
Sejauh ini, banyak nyawa telah terselamatkan oleh Terawan. Meski, bukan berarti tak ada yang celaka. Salah satu pasien yang gagal di tangan Terawan adalah Gerald Liew, pebisnis berkewarganegaraan Singapura.
Putra Liew, John Liew, dan kemenakannya, Sarah Diana, menceritakan kepada kumparan bagaimana terapi cuci otak telah merenggut kehidupan Gerald. Kini, Gerald mengalami lumpuh di sebagian badan. Ia juga hilang ingatan dan sempat tak bisa berbicara.
ADVERTISEMENT
Bagaimana kisah kegagalan terapi cuci otak Terawan pada Gerald Liew? Ikuti terus Liputan Khusus Geger Terawan’ di kumparan. Kami akan menceritakan selengkapnya untuk Anda.