Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Prof Kuwat Jadi Dekan FMIPA UGM, Bagaimana Nasib GeNose yang Kini Mulai Redup?
9 Oktober 2021 9:01 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
Ketua peneliti dan pengembang GeNose C-19, Prof Kuwat Triyana, kini menjabat sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM.
ADVERTISEMENT
Nama Prof Kuwat makin dikenal publik karena keberhasilannya dalam mengembangkan alat deteksi COVID-19 dengan embusan napas, GeNose , hingga akhirnya digunakan sebagai alat skrining COVID-19 oleh pemerintah.
GeNose pertama kali dibuat pada 2008 untuk mendeteksi seseorang terkena TBC alias tuberkulosis. Tuberkulosis diketahui sebagai penyakit yang menyerang paru-paru, yang pendeteksiannya bisa direfleksikan melalui embusan napas.
Pemerintah pun mendukung pengembangan inovasi buatan anak bangsa ini dan memberi lampu hijau dalam produksinya. Per 1 April 2021, hasil negatif COVID-19 dari pemeriksaan GeNose menjadi salah satu syarat yang bisa dipakai penumpang pesawat, selain rapid test antigen dan swab PCR.
Sebelum sebagai syarat perjalanan dengan pesawat, GeNose lebih dulu digunakan untuk syarat naik kereta api jarak jauh.
ADVERTISEMENT
Pemanfaatan GeNose pun semakin luas untuk skrining COVID-19 di perkantoran hingga pabrik. Pada Maret 2021, Bambang Brodjonegoro yang kala itu menjabat Menristek mengusulkan kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto agar penggunaan GeNose di pabrik diperbanyak.
"Saya mengusulkan kepada Pak Menko, agar GeNose lebih banyak dipakai di pabrik. Mengingat kalau kita lihat, pertumbuhan ekonomi kita yang terdampak (corona) kan manufaktur. Karena mungkin karyawannya yang dalam jumlah besar tidak bisa bekerja secara optimal," kata Bambang saat menyerahkan satu unit GeNose untuk Kemenko Perekonomian pada 22 Maret 2021.
Saran Bambang itu pun disambut baik Airlangga. Ia berharap produksi GeNose di UGM yang menghasilkan 3.000 unit per bulan bisa terus meningkat. Targetnya, Airlangga meminta UGM dapat memproduksi 15-20 ribu unit GeNose di Juni-Juli 2021.
ADVERTISEMENT
Sebab, tak mungkin cukup satu unit GeNose untuk penggunaan testing di pabrik, melainkan bisa 5 sampai 10 unit. Belum lagi banyak permintaan GeNose untuk fasilitas umum seperti stasiun dan bandara.
"Nah, kalau ini kita bisa gunakan untuk skrining awal tentu akan sangat bermanfaat. Apalagi tadi disaksikan proses skriningnya cepat. Jadi skrining awal dengan GeNose, baru skrining berikutnya kan bisa dengan PCR. Jadi cost-nya nanti secara keseluruhan akan turun. Tetapi yang sekarang kita harus kejar adalah kapasitas produksi ditingkatkan," jelas Airlangga.
Dukungan penggunaan GeNose juga disampaikan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy. Ia berharap produksi GeNose semakin banyak dan juga dipasang di sejumlah lokasi pelayanan publik.
"Akan ada skema-skema yang lain untuk di tempat-tempat yang memang sangat membutuhkan, karena kita lihat GeNose ini telah berfungsi dengan baik," jelas Muhadjir, 23 Februari 2021.
ADVERTISEMENT
GeNose Mulai Redup, Tak Jadi Syarat Perjalanan Sejak PPKM Darurat
Meski mendapat dukungan dari pemerintah, namun penggunaan GeNose tak bertahan lama. Hasil pemeriksaan GeNose tidak masuk sebagai syarat pelaku perjalanan rute domestik sejak berlakunya PPKM Darurat Jawa-Bali, mulai 3 Juli 2021.
Dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang PPKM Darurat, dijelaskan pelaku perjalanan harus menunjukkan vaksin minimal vaksinasi dosis pertama serta hasil PCR 2x24 jam atau tes antigen yang berlaku maksimal 1x24 jam.
Tim pembuat GeNose pun angkat bicara. Mereka menyebut GeNose masih digunakan di fasilitas publik. GeNose juga dipastikan tidak ditarik izin edarnya.
"Banyak berita negatif dan bahkan cenderung tidak benar soal GeNose yang harus diluruskan kepada publik," tutur jubir Tim GeNose, M. Saifudin Hakim, dalam keterangan tertulisnya, 7 Juli 2021.
Sejak pertengahan tahun 2021, Indonesia mengalami lonjakan kasus COVID-19 karena varian Delta. Lonjakan ini tentu berimbas pada pengetatan kegiatan masyarakat, termasuk dalam perjalanan.
ADVERTISEMENT
Bandara Ngurah Rai Bali yang sempat menggunakan GeNose sebagai syarat perjalanan pun akhirnya tak memberlakukan pemeriksaan GeNose. Hal ini tertuang dalam SE Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2021 tentang PPKM.
"Jadi kita memperketat pintu masuk Bali, persyaratan masuk Bali melalui transportasi udara itu harus menggunakan uji swab berbasis PCR, tidak boleh lagi pakai GeNose," ujar Gubernur Bali Wayan Koster, 28 Juni 2021.
GeNose yang tak lagi menjadi syarat perjalanan berdampak pada kondisi penerbangan di Bandara Ngurah Rai. Jumlah penumpang pesawat mulai turun hingga 40 persen pada 30 Juni 2021.
Bahkan, sehari sebelum GeNose tak lagi dipakai sebagai syarat perjalanan, ada 40 pesawat yang membatalkan penerbangan dari dan ke Bali.
Penggunaan GeNose sebagai syarat perjalanan sebenarnya mendapat kritik. Ahli wabah UI Pandu Riono, mengatakan, pemeriksaan GeNose tidak akurat. Bahkan, menurutnya, hasil uji validasinya tak pernah diungkap Kemenkes
ADVERTISEMENT
"Bukan tidak efektif, tidak akurat, jangan salah ya. Alat itu kan tidak pernah divalidasi. Sekarang kan hasil validasi itu tidak pernah diumumkan. Hasil validasi dilakukan Kemenkes, Badan Litbang, katanya hasilnya banyak kacaunya, tidak akuratlah bahasa ilmiahnya," kata Pandu saat dihubungi kumparan, 28 Juni 2021.
Pandu melihat banyak piha yang menjadikan ketidakakuratan dari GeNose sebagai celah untuk mempermudah perjalanan. Apalagi bagi orang-orang yang setelah menjalani PCR hasilnya positif, namun ingin bepergian.
"Semua murah, mudah, gitu. tapi enggak akurat ya. Itu abal-abal. Testing abal-abal. Makanya Bali enggak mau kebobolan, kalau mereka mau bikin itu nanti yang pake GeNose Bali hancur, naik lagi kasusnya ketika dibuka tourism," tambah Pandu.
Bagimana Nasib GeNose Saat Ini?
Hingga saat ini, produksi dan penggunaan GeNose masih dihentikan sementara. Hal ini dipastikan jubir Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi.
ADVERTISEMENT
"Iya, dihentikan sementara oleh produsennya," ujar Nadia saat dihubungi kumparan, Jumat (8/10) malam.
Meski demikian, Nadia mengatakan, GeNose kini dalam tahap pembaruan terkait fitur kecerdasan buatan untuk skrining.
ADVERTISEMENT
"GeNose terakhir sedang melakukan pemutakhiran untuk Artificial Intelligence-nya, jadi meningkatkan spesifisitas dan sensitivitasnya. Kita tunggu ya kelanjutannya," terangnya.
Sejak GeNose tak lagi dipakai sebagai syarat perjalanan, tim peneliti memang tengah menambah data varian baru virus COVID-19 ke kecerdasannya.
Tim peneliti memastikan Artificial Intelligence (AI) dan akurasi GeNose akan semakin kuat dengan penambahan data varian. Dengan semakin sering digunakan pada situasi nyata, alat ini akan semakin cerdas.
"GeNose C-19 ini ibarat hidung sekaligus otak elektronik. Jika keduanya dilatih terus secara serempak, kita akan memiliki teknologi inovatif yang praktis, simpel, dan tepat," kata jubir Tim GeNose, M. Saifudin Hakim, dalam keterangan tertulisnya, 7 Juli 2021.
ADVERTISEMENT
Hakim menyebut masyarakat tak perlu ragu terkait pengembangan GeNose, bahkan ke depan alat ini bakal dirancang untuk mendeteksi penyakit lainnya.
"Operator GeNose C-19 ini tidak akan rugi memiliki GeNose C-19. Ke depannya, GeNose C-19 bisa kita kembangkan untuk mendeteksi penyakit-penyakit terkait pernapasan lainnya, tidak hanya COVID-19. Hanya dengan mengganti ‘otak’-nya itu tadi," ujar Hakim.
---------------------------------
Ikuti survei kumparan dan menangi e-voucher senilai total Rp3 juta. Isi surveinya sekarang di kum.pr/surveinews