Prof Tjandra: Kasus Polio di RI Jadi KLB WHO, Harus Dicari Jalan Keluarnya

21 Desember 2022 10:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prof Tjandra Yoga Aditama. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Prof Tjandra Yoga Aditama. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio di Indonesia masuk Diseases Outbreak News (DONs) atau KLB WHO pada 19 Desember 2022. Artinya, wabah penyakit ini sudah bersirkulasi dalam bentuk transmisi lokal di tengah masyarakat setempat dan perlu diwaspadai.
ADVERTISEMENT
WHO biasa mengklasifikasikan daftar kasus penyakit yang masuk dalam kategori Kejadian Luar Biasa (Disease Outbreak News/DONs).
Bila ada kasus penyakit di negara mana pun yang tidak biasa, maka akan dimasukkan dalam DONs. Hal tersebut merupakan prosedur rutin WHO untuk memberikan informasi kepada dunia tentang kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat penting atau yang berpotensi penting.
WHO resmi mengeluarkan “Diseases Outbreak News” tentang KLB Polio di Indonesia dengan judul “Circulating vaccine-derived poliovirus type 2 (cVDPV2) – Indonesia”.
Dalam pernyataan itu, dituliskan secara rinci apa yang terjadi di Pidie Aceh dan tindakan yang sudah dilakukan sejauh ini.
"Keadaan dinyatakan sudah bersirkulasi di masyarakat, makanya ada “c” di depan VDVP2 yaitu virus penyebab KLB ini," kata Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan, Rabu (21/12).
ADVERTISEMENT
Menurut Guru Besar UI itu, ada dua alasan kenapa virus polio disebut sudah bersirkulasi dan menular di masyarakat. Pertama karena ada beberapa kasus di mana sample yang diperiksa ternyata saling berhubungan secara genetik (genetically related isolates).
Kedua, ternyata hasil dari laboratorium sekuensing dari Bio Farma menunjukkan perubahan 25 nukloetida untuk pasien dengan kasus lumpuh layu atau AFP (acute flaccid paralysis) serta perubahan nukleotida 25 dan 26 26 pada kasus yang tidak bergejala / asimtomatik.
"Yang menarik dan perlu segera ditindaklanjuti, setidaknya melalui diplomasi kesehatan internasional, adalah anjuran WHO yang tertulis dalam “WHO advice” di dokumen tentang Indonesia ini," katanya.
Secara jelas disebutkan oleh WHO, berdasar rekomendasi dalam pernyataan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC), negara dengan kasus importasi cVDPV2 yang sudah bersirkulasi dalam bentuk transmisi lokal harus melakukan dua hal.
ADVERTISEMENT
"Kedua hal ini tentu punya dampak amat luas kalau memang akan diberlakukan, karena itu sejak sekarang harus dicari jalan keluar terbaiknya," ucap Prof Tjandra.
Apalagi, kata Prof Tjandra, adanya pengumuman pemerintah Saudi Arabia untuk tahun 2022, jamaah haji dan umrah dari negara dengan cVDPV2 perlu dapat IPV atau setidaknya OPV. Namun saat Arab Saudi mengeluarkan aturan itu, Indonesia belum masuk dalam tabel DONs WHO.
"Kalau Saudi mengambil data DONs itu maka tentu masalah bagi jemaah umrah kita, yang mudah-mudahan tidak terjadi," katanya.
ADVERTISEMENT
Dengan dipublikasikan KLB polio di Indonesia dalam DONs WHO 2 hari yang lalu, maka berbagai kemungkinan dampaknya perlu diantisipasi.
"Potensi yang merugikan perlu dicegah agar jangan sampai terjadi. Artinya, penanganan epidemiologik di lapangan perlu berjalan bersama diplomasi kesehatan internasional," jelasnya Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI itu.
Saat ini total kasus polio di Pidie menjadi empat setelah yang pertama ditemukan pada 18 November lalu.
Setelah penemuan kasus positif itu, Dinas Kesehatan Pidie mengambil sampel dari 21 anak untuk mendeteksi kemungkinan penularan. Pemeriksaan dilakukan di laboratorium di Jakarta.
Mencegah penularan meluas, anak belum 13 tahun di kabupaten itu bakal diberi imunisasi polio tambahan. "Memberikan imunisasi polio tambahan bagi anak usia di bawah 13 tahun di Kabupaten Pidie," kata Penjabat (Pj) Bupati Pidie Wahyudi.
ADVERTISEMENT