Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Profil 17 Kurator Buku Sastra Rekomendasi Kemendikbud yang Kini Menuai Polemik
30 Mei 2024 17:02 WIB
·
waktu baca 11 menit
ADVERTISEMENT
Buku sastra rekomendasi Kemendikbud untuk jenjang SD, SMP sampai SMA menuai polemik. Majelis Pendidikan Dasar, Menengah, dan Nonformal (Dikdasmen PNF) PP Muhammadiyah menilai buku-buku sastra tersebut sarat kekerasan fisik dan seksual, serta perilaku hubungan menyimpang.
ADVERTISEMENT
Hal senada juga disampaikan Komisi X DPR. Wakil Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian mendesak Kemendikbudristek untuk merombak daftar 177 rekomendasi karya sastra sebagai penunjang bahan ajar siswa SD, SMP, dan SMA.
“Rekomendasi buku-buku bacaan anak-anak sekolah dalam program Sastra Masuk Kurikulum yang menjadi pendukung Kurikulum Merdeka dan Merdeka Belajar banyak beradegan vulgar dan seksualitas yang tidak sesuai untuk pembelajaran sekolah,” katanya Hetifah dalam keterangan tertulis, Kamis (30/5).
Adapun daftar rekomendasi karya sastra yang dipakai sebagai bahan ajar oleh Kemendikbud di antaranya adalah Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan, hingga Laut Bercerita karya Leila S Chudori.
Daftar lengkap 177 buku sastra yang direkomendasikan dapat dilihat di bawah ini. Buku-buku yang dipilih merupakan hasil kurasi 17 orang yang terdiri dari sastrawan, akademisi, hingga guru.
ADVERTISEMENT
Lantas, siapa saja 17 kurator yang merekomendasikan buku sastra untuk program "Sastra Masuk Kurikulum'?
1. Abidah El-Khalieqy
Abidah El Khalieqy merupakan seorang penulis puisi, novel, dan cerpen yang dipublikasikan di berbagai media masa lokal maupun nasional. Mulai dari The Jakarta Post, Jurnal Ulumul Quran, Majalah Horizon, Republika, Media Indonesia, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Jawa Pos, dan lain-lain.
Ia kelahiran Jombang, 1 Maret 1965 dan telah menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga (sekarang UIN). Beberapa deretan buku yang berhasil ia buat, di antaranya Ibuku Laut Berkobar (1987), Menari di Atas Gunting (2001), Atas Singgasana (2002), Genijora (2004), Mahabbah Rindu (2007), dan Nirzona (2008), Mikraj Odyssey (2009), Perempuan Berkalung Sorban (2011).
ADVERTISEMENT
Bahkan, novelnya yang berjudul Perempuan Berkalung Sorban telah diangkat ke layar lebar pada 2009. Film tersebut hampir tembus 1 juta penonton dan sebanyak 84 persen menyukai film itu lewat ulasan di Google.
2. Dewi Kharisma Michellia
Dewi Kharisma Michellia adalah seorang penulis, novelis, penyunting, dan penerjemah Indonesia yang memiliki beragam karya dalam berbagai genre. Selain itu, Dewi juga aktif menulis reportase, cerpen, penerjemah dan menjadi editor.
Beberapa karya -karyanya meliputi novel "Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya" (2013) dan kumpulan cerita pendek "Elegi" (2017). Dewi merupakan kelahiran Denpasar pada 13 Agustus 1991.
Saat ini, ia terlibat dalam kolektif Ruang Perempuan dan Tulisan, serta menjadi penerjemah untuk jurnal akademik yang berfokus pada isu Asia Tenggara. Dewi merupakan pendiri dari penerbit indie, Penerbit OAK, Ia juga bertanggung jawab dalam mengoperasikan situs web kritik sastra tenggara.id. Saat ini Dewi turut aktif dalam kepengurusan di Komite Sastra, Dewan Kesenian Jakarta 2023-2026.
ADVERTISEMENT
3. Eka Kurniawan
Eka Kurniawan adalah seorang sastrawan Indonesia yang sangat berprestasi di kancah internasional melalui novelnya berjudul Cantik Itu Luka. Novel ini merupakan salah satu masterpiece Eka yang berhasil meraih penghargaan World Readers pada tahun 2016.
Novel ini juga menjadi best-seller yang sudah diterjemahkan ke lebih dari 34 bahasa, di antaranya bahasa Inggris, Jepang, Perancis, Denmark, Yunani, Korea, dan Tiongkok.
Cantik Itu Luka berhasil meraih penghargaan sastra internasional di Belanda, yaitu Prince Clause Awards pada tahun 2018. Novel ini juga masuk ke dalam daftar 100 buku terkemuka versi The New York Times. Eka banyak bermain dalam gagasan filosofis untuk menyikapi sebuah realitas kehidupan.
Tak hanya itu, dalam karya sastranya, Eka juga aktif memaparkan kritik-kritik sosial. Beberapa karya-karnya, antara lain, Lelaki Harimau (2004), Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2014), Corat-coret di Toilet; O (Seekor Monyet yang Ingin Menikah dengan Kaisar Dangdut); Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta melalui Mimpi; dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Bahkan, buku Seperti Dendam, Rindu harus Dibayar Tuntas (2014) juga telah masuk ke layar lebar. Eka juga menerima banyak penghargaan lainnya, seperti Jurnal Foreign Policy pada tahun 2006 menobatkan Eka sebagai salah satu dari 100 pemikir paling berpengaruh di dunia.
4. Felix K. Nesi
Felix K. Nesi merupakan penulis asal Timor Tengah Utara, NTT. Ia juga merupakan redaktur Cerpen di bacapetra.co, pendiri komunitas budaya Hitsane (2020) dan pendiri bersama komunitas sastra, Leko (2017).
Beberapa karyanya terdapat buku puisi Kita Pernah Saling Mencinta (2021) yang membahas potret geografis Pulau Timor, isu sosial, keluarga, dan manusia, buku kumpulan cerpen Usaha Membunuh Sepi (2016), dan novel Orang-Orang Oetimu (2019).
Novel Orang-Orang Oetimu berhasil membawa Felix sebagai pemenang dalam Sayembara Menulis Novel oleh Dewan Kesenian Jakarta 2018. Penghargaan lain yang pernah diterimanya antara lain, Iowa International Writing Program, USA, 2022; Penghargaan Sastra Kategori Novel Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), 2021.
ADVERTISEMENT
5. Oka Rusmini
Oka Rusmini merupakan seorang penulis Bali yang terkenal karena karyanya yang berani dan mengeksplorasi berbagai aspek kehidupan perempuan, khususnya dalam konteks budaya Bali.
Oka lahir pada 11 November 1967 di Denpasar, Bali. Karya-karyanya seringkali mencerminkan realitas kehidupan di Bali, dengan fokus pada pengalaman perempuan dalam masyarakat yang kental dengan tradisi dan budaya.
Beberapa karya terkenalnya di antaranya adalah novel Tarian Bumi, Sagra, dan Kenanga. Novel Tarian Bumi telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dengan judul Erden tanz (2000) dan Earth Dance dalam bahasa Inggris.
Oka kerap menggunakan bahasa yang kuat dan gambaran yang tajam dalam karyanya untuk mengeksplorasi isu-isu seperti peran gender, patriarki, agama, dan hubungan antara manusia dengan alam. Karyanya sering dianggap sebagai kontribusi penting dalam sastra Indonesia kontemporer karena penggambaran yang jujur dan mendalam tentang kehidupan Bali yang kompleks.
ADVERTISEMENT
6. M. Aan Mansyur
Aan Mansyur merupakan seorang penulis asal Bone yang aktif menulis sejak 2005. Ia telah menulis beberapa buku, seperti Kukila (2012), Melihat Api Bekerja (2015), Lelaki Terakhir yang Menangis di Bumi (2015), Tidak Ada New York Hari Ini (2016), dan Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau (2020).
Buku kumpulan puisi Melihat Api Bekerja menjadi salah satu karya yang banyak mendapat penghargaan, seperti nominator Kusala Sastra Khatulistiwa, nominasi Anugerah Pembaca Indonesia untuk buku dan penulis favorit, dan sampul buku puisi terfavorit.
Kemudian puisi-puisi Aan dalam buku Tidak Ada New York Hari Ini juga semakin dikenal usai dibacakan dalam Film “Ada Apa dengan Cinta 2”. Buku Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau juga dinobatkan sebagai karya puisi terbaik tahun 2021 dan mendapatkan penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2021.
ADVERTISEMENT
7. Mahfud Ikhwan
Mahfud Ikhwan adalah seorang penulis kelahiran Lamongan, 7 Mei 1980 yang merintis karier kepenulisannya saat masih kuliah di Jurusan Sastra Indonesia, UGM.
Cerpen pertamanya yang dipublikasikan berjudul “Ilham Terindah” dimuat di Annida No. 18 Th. IX 5 Juli 2000. Ikhwan adalah pemenang pertama Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014, melalui novel berjudul Kambing dan Hujan: Sebuah Roman.
Pada 2017, Mahfud menerima penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa untuk kategori prosa atas karyanya, Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu. Ia juga menerima penghargaan Anugerah Sutasoma 2021 kategori karya sastra terbaik yang ditulis dalam Bahasa Indonesia dari Balai Bahasa Jawa Timur untuk novel Anwar Tohari Mencari Mati (2021), sekuel dari Dawuk.
ADVERTISEMENT
8. Martin Suryajaya
Martin Suryajaya merupakan seorang penyair dan kritikus sastra. Ia meraih juara pertama dalam Sayembara Kritik Sastra Dewan Kesenian Jakarta 2013. Salah satu bukunya antara lain Sejarah Estetika (gang kabel, 2016) memenangkan penghargaan Best Art Publication dari Art Stage 2017.
Selain aktif di dunia kepenulisan, Martin juga bekerja sebagai pengajar di Sekolah Pascasarjana, Institut Kesenian Jakarta. Beberapa karyanya antara lain, buku antologi puisi Terdepan, Terluar, Tertinggal (2018), Principia Logica (2022), dan Penyair sebagai Mesin (2022). Martin merupakan doktor filsafat dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.
9. Okky Puspa Madasari
Okky Madasari merupakan seorang penulis yang dikenal dengan karya-karya yang menyuarakan kritik sosial. Okky merupakan peraih penghargaan Khatulistiwa Literary Award dan dalam tiga tahun berturut-turut karya-karyanya selalu masuk dalam lima besar penghargaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Karya-karyanya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman, dan Arab. Novel-novel yang ia tulis adalah Entrok (2010), 86 (2011), Maryam (2012), Pasung Jiwa (2013), dan Kerumunan Terakhir (2016). Yang Bertahan dan Binasa Perlahan (2017) merupakan kumpulan cerita pendek yang ia tulis dalam satu dekade.
10. Ramayda Akmal
Ramayda Akmal merupakan seorang penulis muda produktif asal Cilacap, lahir pada tahun 1987 dan baru-baru ini ia berhasil menyelesaikan studi doktoralnya di Hamburg University, Jerman (2022).
Ramayda juga menjadi pengajar di FIB UGM. Ia terkenal lewat karya-karyanya seperti "Aliansi Monyet Putih," Ramayda memulai minat menulisnya sejak kecil, dibimbing oleh kebiasaan orang tua yang gemar membaca buku dan koran.
Kehidupan di masyarakat rural tanpa sentuhan teknologi banyak memengaruhi minat Ramayda dalam menulis. Ia menciptakan sumber inspirasi karyanya dari aktivitas sehari-hari dan relasi antarmanusia.
ADVERTISEMENT
Kemenangannya dalam lomba menulis Dewan Kesenian Jakarta 2010 dengan "Jatisaba" mengubah pandangan Ramayda terhadap menulis, menjadikannya sarana untuk menyampaikan gagasan. Ia pun berhasil menjadi penulis muda yang diperhitungkan di sastra Indonesia.
11. Reda Gaudiamo
Reda Gaudiamo merupakan penulis yang sekaligus penyanyi. Kemampuan dan hobinya ini ditekuni sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar. Tulisan pertamanya menceritakan kisah sewaktu ia kelas 1 SD. Kemudian Reda semakin gemar menulis khususnya pada pelajaran Bahasa Indonesia hingga jenjang SMA.
Ketika masa kuliah, Reda mulai mempublikasikan karya tulisnya. Karya-karyanya antara lain, Seri cerita NaWilla, Bisik-Bisik, Pengantin Baru, dan Tentang Kita. Penghargaan yang telah diraih yaitu Juara Lomba Penulisan Cerita Pendek Majalah Femina (1990), Juara Lomba Penulisan Novel Femina (1990), Juara Lomba Penulisan Cerita Pendek Majalah Gadis (1991).
ADVERTISEMENT
Selain itu, Reda juga terpilih sebagai salah satu penulis Indonesia yang diundang mengikuti Ubud Writers & Readers Festival (2008 dan 2010). Ia juga diundang menjadi pembicara dari kalangan penulis perempuan yang datang dengan gaya penulisan baru di wilayah ASEAN.
12. Saras Dewi
Saras Dewi lahir pada 16 September 1983 di Denpasar, Bali. ia adalah seorang penyanyi, aktivis, penulis, sekaligus staf pengajar di Departemen Filsafat Universitas Indonesia.
Saras telah menerbitkan berbagai karya tulis, termasuk kumpulan puisi Jiwa Putih (2004) kemudian buku nonfiksi berkolaborasi dengan anggota Departemen Filsafat UI, Hak Asasi Manusia (2006), buku filsafat popular Cinta Bukan Cokelat (2010), sedangkan publikasi yang terbaru diambil dari disertasinya Ekofenomenologi (2015).
Esai sastra dan pergerakan telah diterbitkan oleh Jurnal Internasional Brill dengan tajuk “Engaged Literature” (2016). Pada 2002 pernah meluncurkan album Chrysan bersama Bintang Record, dengan single “Lembayung Bali”.
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 2014, Saras aktif dalam Gerakan Bali Tolak Reklamasi. Selain pergerakan penyelamatan lingkungan hidup, ia juga mendampingi kasus-kasus kekerasan seksual dan turut mengkampanyekan eliminasi kekerasan seksual.
13. Triyanto Triwikromo
Triyanto Triwikromo merupakan seorang penulis yang lahir di Salatiga 15 September 1964. Ia pernah menjadi Ketua Komite Sastra, Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT) tahun 2007.
Kini, di samping bekerja sebagai redaktur sastra di harian Suara Merdeka, ia juga menulis cerpen di harian Kompas, Media Indonesia, Koran Tempo, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, dan Republika.
Triyanto mendapat anugerah Tokoh Seni Pilihan Tempo 2015 (Sastra-Puisi) setelah menulis Kematian Kecil Kartosoewirjo. Buku yang sama juga masuk Lima Besar Kusala Sastra Khatulistiwa 2014-2015. Ia juga memperoleh Penghargaan Sastra 2009 dari Pusat Bahasa untuk buku kumpulan cerpen "Ular di Mangkuk Nabi."
ADVERTISEMENT
14. Zen Hae
Zen Hae adalah penulis cerpen, puisi, esai, dan kritik sastra yang lahir di Jakarta, 12 April 1970. Zen merupakan lulusan IKIP Jakarta (kini Universitas Negeri Jakarta). Beberapa karya Zen antara lain, Rumah Kawin (2004) dan Paus Merah Jambu (2007) yang mendapat penghargaan Karya Sastra Terbaik 2007 versi majalah Tempo.
Selain itu, ada pula kumpulan cerpen edisi tiga-bahasa (Indonesia, Jerman, Inggris) berjudul The Red Bowl and Other Stories (2015). Zen Hae juga pernah menjadi anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta (2006-2012) dan berperan sebagai Ketua Komite Sastra dalam tiga tahun pertama.
Di tahun 2012, Zen juga bergabung dengan Komunitas Salihara dan sejak 2020, membantu keredaksian di Yayasan Lontar. Sebagai salah satu pendiri Koalisi Seni, Zen Hae juga beberapa kali menjadi juri di Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta, Festival Teater Jakarta 2019.
ADVERTISEMENT
15. Agustinus Prih Adiartanto
ADVERTISEMENT
Agustinus merupakan seorang pendidik/guru yang mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia dari SMA Kolese De Britto, Yogyakarta. Dalam hal pemanfaatan buku sastra, salah satu cara yang ia lakukan adalah memberikan tugas membaca buku-buku sastra yang berbeda untuk setiap murid.
Kemudian para murid diminta membuat apresiasi bahkan kritik sastra terhadap buku sastra yang ditugaskan. Hal yang menarik adalah tugas membaca sastra ini, Agustinus kreasikan dengan menentukan tema-tema tertentu yang nantinya akan didiskusikan bersama di dalam kelas.
Praktik yang diterapkan Agustinus tersebut diharapkan dapat membuat murid-murid meningkat kemampuan literasinya, mengasah daya pikir dan nalar kritisnya, serta lebih lanjut membentuk karakter murid.
16. Iin Indriyati
Iin Indriyati merupakan pendidik/guru di SD GagasCeria Bandung. Minat Iin dalam dunia literasi membuatnyasering diundang sebagai narasumber dalam acara-acara bertemakan literasi yang diadakan oleh komunitas guru. Dalam hal pemanfaatan buku sastra, SD GagasCeria sering melakukan kegiatan mengulas buku bersama para muridnya.
ADVERTISEMENT
Para murid awalnya diajak untuk membaca buku secara mandiri kemudian diberikan pertanyaan-pertanyaan pemantik yang selanjutnya akan dibahas bersama. Variasi kegiatan sebagai tindak lanjut kegiatan membaca dan mengulas buku ini juga dilakukan Iin dengan meminta murid menceritakan ulang melalui lisan ataupun gambar, dan lain-lain.
17. Sekar Ayu Adhaningrum
Sekar Ayu Adhaningrum merupakan pendidik dan guru sekaligus Kepala Bidang Literasi dan Perpustakaan di Sekolah Kembang, Jakarta. Sekar sering diundang sebagai narasumber di berbagai acara dengan tema buku dan kepenulisan untuk menyebarkan praktik-praktik yang dilakukan Sekar bersama tim perpustakaan Sekolah Kembang terkait pentingnya peningkatan literasi di sekolah.
Dalam hal pemanfaatan buku sastra, Sekar telah memulainya sejak 2011 dengan melakukan pembacaan bersama di kelas dan dilanjutkan dengan diskusi isi buku. Praktik ini pun dikembangkan menjadi sebuah komunitas belajar bagi guru-guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Kembang dengan pertemuan yang rutin.
ADVERTISEMENT