Profil Ahmad Sanusi, Ulama Sukabumi yang Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

3 November 2022 17:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
K.H. Ahmad Sanusi. Foto: Melly Meiliani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
K.H. Ahmad Sanusi. Foto: Melly Meiliani/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada lima tokoh yang dipilih berdasarkan usulan masyarakat. Salah satu penerimanya adalah Ahmad Sanusi.
ADVERTISEMENT
Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Mahfud MD, menjelaskan bahwa Ahmad Sanusi merupakan salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang belum mendapat gelar pahlawan nasional.
"Dari semula ada sisi kanan ingin menjadikan negara Islam, sisi kiri menjadikan negara sekuler, kemudian diambil jalan tengah lahirlah ideologi Pancasila sesudah menyetujui pencoretan tujuh kata di Piagam Jakarta," ujar Mahfud MD, Kamis (3/11).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md di Undip Semarang. Foto: Dok. Istimewa
Tujuh kata yang dimaksud Mahfud adalah pasal ketuhanan yang dihasilkan oleh panitia sembilan yang berbunyi: “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Lantas, seperi apa sebetulnya sosok Ahmad Sanusi?
Ahmad Sanusi merupakan seorang tokoh besar yang dimiliki bangsa Indonesia. Ia lahir di Sukabumi, Jawa Barat, pada tanggal 18 September 1888 M. Ia dikenal dengan sebutan Kiai Hajxi (K.H.) Ahmad Sanusi atau Ajengan Cantayan atau Ajengan Genteng atau Ajengan Gunungpuyuh.
ADVERTISEMENT
Pada usia 20 tahun, ia menikah dengan Siti Juwariyah binti Haji Afandi yang juga berasal dari Sukabumi. Setelah menikah, ia dikirim ayahnya ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus memperdalam ilmu-ilmu keislaman.
Di sinilah ia mulai memasuki dunia politik. Ketika di Makkah, Sanusi bertemu dengan Abdul Muluk yang merupakan tokoh Serikat Islam. Sanusi setuju untuk bergabung dengan Serikat Islam setelah melihat anggaran dasar (AD) Serikat Islam yang bertujuan untuk melepaskan ketergantungan pribumi terhadap negara asing.
Sanusi menetap di Makkah selama tujuh tahun. Di sana ia mendapat gelar imam besar Masjidil Haram.
Pada tahun 1915, sepulang dari Makkah, Sanusi kembali ke Indonesia. Tujuan kepulangannya itu untuk membantu ayahnya mengajar di Pesantren Cantayan. Setelah tiga tahun membantu ayahnya, ia mulai merintis pembangunan pondok pesantrennya sendiri yang terletak di Kampung Genteng, sehingga ia kemudian dikenal dengan sebutan Ajengan Genteng.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1915, Sanusi juga sempat menjadi dewan penasihat Serikat Islam, namun tidak berlangsung lama karena Sanusi tidak setuju dengan sistem sentralisasi khas organisasi itu.
Di tahun 1931 dia mendirikan perhimpunan Al Ittihadiyatul Islamiyah (AII) yang kemudian berganti nama menjadi Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) pada tahun 1943.
Pada tahun 1935, Sanusi juga sempat mendirikan pesantren lagi di daerah Gunungpuyuh, pesantren ini dinamakan dengan pesantren Syamsul Ulum.
Pada puncaknya di tahun 1945, Sanusi menjadi anggota BPUPKI yang salah satu pemikirannya adalah mengusulkan bentuk negara republik.
Salah satu prestasi Sanusi dalam keanggotannya di BPUPKI adalah berhasil memecah kebuntuan saat penentuan pasal ketuhanan yang dihasilkan oleh panitia sembilan yang berbunyi: “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
ADVERTISEMENT
Hal ini jelas menjadi pertentangan antara kubu nasionalis dan kubu Islam. Kubu nasionalis menganggap bahwa rumusan tersebut terlalu memihak kepada kubu Islam, sedangkan kubu Islam menganggap bahwa rumusan tersebut terlalu lunak sehingga mereka mengusulkan untuk menghapus redaksi “bagi pemeluk-pemeluknya” sehingga menjadi “Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam” guna untuk memperkuat rumusan tersebut.
Setelah diskusi memanas, Ketua BPUPKI Radjiman Wedyoningrat menawarkan pemungutan suara guna menghentikan kebuntuan sidang. Tapi Sanusi mengusulkan untuk menunda sidang hingga esok hari didasarkan karena suasana sidang yang para anggotanya tidak bisa lagi berpikiran jernih.
Usulan Sanusi tersebut memberikan waktu kepada Ir Sukarno sebagai ketua pantia sembilan, sehingga dapat melakukan pendekatan kepada kedua belah pihak yang bersitegang. Hasilnya semua anggota menerima apa saja yang diputuskan sidang keesokan harinya. Hingga lahirnya ideologi pancasila.
ADVERTISEMENT
Selain gelar Pahlawan Nasional yang akan diberikan Presiden Joko Widodo, ada berbagai penghargaan telah disematkan kepada KH Ahmad Sanusi, yaitu Bintang Mahaputera Utama pada tanggal 12 Agustus 1992 pada era pemerintahan Presiden Soeharto.
Lalu pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, Sanusi dianugrahi Bintang Mahaputera Adipradana pada tanggal 10 November 2009.
Selain Ahmad Sanusi, ada pula 4 tokoh lain yang akan diberi gelar Pahlawan Nasional, yaitu DR. dr. H. R. Soeharto, KGPAA Paku Alam VIII, dr. Raden Rubini Natawisastra, dan H. Salahuddin bin Talibuddin,