Pukat UGM: Contempt of Parliament Tak Bisa Jadi Alasan DPR Antikritik

14 Februari 2018 20:33 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang paripurna penutupan sidang. (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang paripurna penutupan sidang. (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pasal 122 huruf k UU Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) tentang pengkritik DPR bisa dipidana, disebut-sebut sebagai salah satu cara DPR untuk menjaga marwah DPR dari pelecehan (contempt of parliament)
ADVERTISEMENT
Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi (PUKAT) UGM Zainal Arifin Muchtar melontarkan kritik terhadap revisi UU MD3 terutama terkait pasal antikritik.
"Bahayanya (pasal ini) kan menjadi besar. Kenapa? Karena bisa membunuh kritik. Ada pasal kemudian mencantumkan bahwa mengkritik, MKD bisa melaporkan, bisa mengambil langkah. Bagaimana mungkin sesuatu yang sudah dimatikan oleh putusan MK, kemudian mencoba dihidupkan," ujar Zainal di Sekretariat ILUNI UI, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (12/2).
Zainal Arifin Mochtar, akademisi. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Zainal Arifin Mochtar, akademisi. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Zainal menambahkan ada pemahaman yang keliru dari istilah contempt of parliament yang menjadi alasan DPR memasukkan pasal itu dalam revisi UU MD3. Zainal meluruskan apa yang dimaksud dengan contempt of parliament.
"Contempt of parliement itu dimaknai salah satunya adalah ketika ada orang datang membawakan uang untuk DPR, itulah kemudian yang dianggap sebagai penghinaan simbolik. Jadi yang namanya contempt of parliament itu lebih kepada sifatnya preventif menjaga anggota DPR itu sendiri dari sifat kehinaan. Bukan kemudian dikritik, lalu menyerang. Dua hal yang sangat berbeda," jelas Zainal.
ADVERTISEMENT
Menurut Zainal, konsepsi contempt of parliament telah jarang digunakan oleh banyak negara. Bahkan di Amerika sendiri tidak digunakan, karena kasus korupsi dan gratifikasi sudah jarang terjadi.
"Contempt of parliament itu berbicara ketika ada tindakan yang bisa menghinakan parliament," ucapnya.
Zainal menduga, DPR terburu-buru dalam merumuskan pasal 122 huruf k, sehingga tidak matang secara pemahaman. Ia juga menilai pasal antikritik rawan menjadi pasal karet.