Pukat UGM Kritik Putusan Sela Gazalba: Tak Logis Jika KPK Harus Izin Jaksa Agung

28 Mei 2024 16:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman di LBH Yogyakarta, Kamis (9/6/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman di LBH Yogyakarta, Kamis (9/6/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman, mempertanyakan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang mengabulkan eksepsi Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. Hal itu diputus dalam putusan sela pada Senin (27/5).
ADVERTISEMENT
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai Direktur Penuntutan KPK tidak memiliki wewenang melakukan penuntutan dalam kasus Gazalba Saleh karena tidak ada surat pendelegasian dari Jaksa Agung.
Menurut Zaenur, pertimbangan itu justru tidak logis. Ia pun merujuk pada Pasal 10A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Berikut bunyi pasal yang dimaksud:
Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
"Menjadi tidak logis kalau KPK di dalam menuntut harus izin Jaksa Agung, tetapi dia sendiri berwenang untuk ambil alih kasus dari Kejaksaan Agung," ucap Zaenur saat dikonfirmasi, Selasa (28/5).
"Jadi, jangankan izin, enggak perlu [izin], KPK bahkan bisa mengambil alih perkara Kejaksaan Agung. Jadi, sama sekali tidak benar alasan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ketika menerima eksepsi dari Gazalba Saleh," lanjutnya.
Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan
Zaenur pun menilai bahwa pertimbangan Majelis Hakim dalam menerima eksepsi Gazalba Saleh itu ngawur.
ADVERTISEMENT
"Kan tidak logis. Itu menjadi rancu, gitu ya. Sehingga sekali lagi, pendapat Majelis Hakim yang dituangkan dalam putusan yang menerima eksepsi Gazalba Saleh itu sangat ngawur, gitu ya, sangat ngawur," jelas dia.
Selain itu, Zaenur menyebut bahwa tindakan jaksa KPK dalam melakukan penuntutan perkara Gazalba Saleh sudah sesuai kewenangan yang diamanatkan dalam Pasal 6 huruf e Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019.
Berikut bunyi aturan itu:
Komisi Pemberantasan Korupsi bertugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi.
"Jadi memang KPK itu memperoleh kewenangan itu langsung dari undang-undang. Jadi, ketika dia memperoleh kewenangan itu dari undang-undang, tidak ada satu pun kewajiban, tidak ada satu pun pasal, dasar hukum yang mengharuskan jaksa KPK itu menerima pelimpahan kewenangan dari Jaksa Agung ketika melakukan penuntutan di depan persidangan," ujar Zaenur.
Terdakwa Hakim Agung Gazalba Saleh menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (6/5/2024). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Lebih lanjut, Zaenur pun mendorong KPK untuk mengajukan perlawanan kepada Pengadilan Tinggi terhadap putusan eksepsi Gazalba Saleh tersebut.
ADVERTISEMENT
"Nah, nanti, kan, kemudian akan diuji oleh Pengadilan Tinggi, apakah putusan Pengadilan Negeri itu benar atau tidak, gitu ya," katanya.
"Kalau kemudian putusannya itu dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi, maka nanti perkaranya harus dilanjutkan, untuk disidangkan perkara Gazalba Saleh ini untuk masuk ke pokok perkara," tandasnya.
Adapun atas putusan sela tersebut, Gazalba Saleh sudah dikeluarkan dari Rutan KPK. Hal itu sebagaimana putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Menyatakan penuntutan dan surat dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri dalam membacakan putusannya di PN Jakarta Pusat, Senin (27/5).
"Memerintahkan terdakwa Gazalba Saleh dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan," tambah Fahzal.
Putusan itu diambil oleh Hakim Ketua: Fahzal Hendri. Lalu hakim anggota: Rianto Adam Pontoh dan Sukartono.
ADVERTISEMENT