Putra Eks Gubernur Bali Diperiksa Terkait Suap Izin Reklamasi Benoa

12 November 2019 14:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak eks Gubernur Bali, Putu Pasek Sandoz Prawirotama, diperiksa polisi. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anak eks Gubernur Bali, Putu Pasek Sandoz Prawirotama, diperiksa polisi. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
Polda Bali memeriksa Putu Pasek Sandoz Prawirotama, putra dari mantan Gubernur Bali I Made Mangku Pastika, Selasa (12/11).
ADVERTISEMENT
Sandoz diperiksa terkait perkara penipuan dan penggelapan pengurusan izin pembangunan kawasan alias reklamasi Pelabuhan Benoa yang menjerat terpidana eks mantan Kadin Bali, AA Ngurah Alit Wiraputra, dengan nilai Rp 16 miliar.
Polisi mengusut dugaan suap pengurusan izin reklamasi Benoa tersebut.
“Iya, diklarifikasi dari penyidik Subdit III, terkait klarifikasi ada apa enggak aliran keuangan yang dia pakai untuk membayar pihak-pihak perizinan,” kata Wadir Reskrimsus Polda Bali, AKBP Bambang Tertianto saat dihubungi.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengusut dugaan kasus korupsi yang dilakukan Alit dengan Sandoz dalam pengurusan perizinan Amdal dan surat rekomendasi pelabuhan Benoa. Dalam kasus ini Sandoz berperan sebagai konsultan yang menerima aliran dana sebesar Rp 7,5 miliar dan 800 dolar AS.
ADVERTISEMENT
“Ini masih kita klarifikasi, belum penyidikan. Baru mengumpulkan bahan untuk menelaah apakah ada delik korupsi atau tidak,” kata Bambang.
Anak eks Gubernur Bali, Putu Pasek Sandoz Prawirotama, diperiksa polisi. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Pantauan kumparan di Polda Bali, Sandoz keluar dari ruangan penyidik sekitar pukul 13.30 WITA seorang diri tanpa didampingi pengacara. Dia enggan menjawab pertanyaan yang diajukan wartawan.
“Maaf yaa, maaf yaa,” kata dia kepada wartawan.
Dalam kasus ini Kadin Bali telah divonis 2 tahun. Kasus bermula saat Sutrisno, seorang pengusaha, hendak berinvestasi proyek perluasan Pelabuhan Benoa, Bali. Sutrisno ingin mendirikan Marina Center, sebuah dermaga tempat bersandar kapal pesiar kecil, hotel, pertokoan, pembangkit listrik, di kawasan Benoa.
Sutrisno kemudian menghubungi kenalannya yang bernama Chandra Wijaya untuk mencari seseorang yang bisa mengurus proyek tersebut. Chandra Wijaya lantas menghubungi lagi kenalannya yang bernama Made Jayantara.
ADVERTISEMENT
Made Jayantara inilah yang kemudian mengenalkan Sutrisno ke Alit. Alit pada saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Kadin Bali.
Kepada Alit, Made meminta tolong untuk membantu mengurus proses perizinan dan mempertemukan antara Sutrisno dengan Gubernur Bali. Alit mengaku bisa memenuhi permintaan Made dengan berkedok sebagai anak angkat Gubernur Bali.
Pada 23 November 2011 bertempat di HIPMI Denpasar, Made mempertemukan Chandra dan anak Gubernur Bali saat itu Made Mangku Pastika, Putu Pasek Sandoz Prawirottama untuk membagi tugas dan peran masing-masing.
Anak eks Gubernur Bali, Putu Pasek Sandoz Prawirotama, diperiksa polisi. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Dalam pertemuan itu, Made menjelaskan kepada Chandra bahwa Alit memiliki kemampuan untuk mengurus perizinan pengembangan kawasan Pelabuhan Benoa.
Pada akhirnya, Alit bertemu dengan Sutrisno didampingi Made dan Chandra di Restoran Kopi Bali, Sanur untuk membicarakan pengurusan izin tersebut. Kepada Alit, Sutrisno bercerita ingin berinvestasi senilai Rp 3 triliun di Pelabuhan Benoa. Sutrisno pun berharap bisa dipertemukan dengan Gubernur Bali.
ADVERTISEMENT
Pada saat itu, Alit mengatakan punya banyak koneksi di Pemprov Bali. Dia bahkan berjanji proyek perizinan Pelabuhan Benoa itu izinnya bisa terbit dalam waktu enam bulan.
Sutrisno tergiur dengan keterangan Alit. Pada tanggal 26 Januari 2012, dia bersama Alit membuat kesepakatan di atas hitam dan putih. Sutrisno sebagai investor dan Alit sebagai pemberi jasa.
Sutrisno memberikan uang sebesar Rp 16,1 miliar secara bertahap mulai dari 23 Februari 2011 hingga 1 Agustus 2012 kepada Alit.
Pada Juni 2013, terbit surat Bappeda Pemprov Bali Nomor 650/1692/tentang Feasibility Study dan surat yang sama juga keluar pada 21 Januari 2014 dari DPRD Bali Nomor 443.4/185/DPRD.
Namun, kedua surat tersebut bukan surat yang diinginkan Sutrisno. Sutrisno menginginkan surat rekomendasi dari Gubernur Bali. Surat yang diterbitkan Bappeda Pemprov Bali itu dianggap Sutrisno cuma syarat kelengkapan mengajukan surat permohonan rekomendasi dari Gubernur Bali.
ADVERTISEMENT
Sutrisno gerah lantaran Alit sudah lebih dari tenggat waktu yang disepakati tidak juga mengeluarkan surat rekomendasi dari Gubernur Bali. Dia langsung melaporkan Alit atas kasus penipuan ke polisi.