Ramai Kritik Penunjukan Pj: Tak Ada Aturan Teknis; Dinilai Tak Libatkan Publik

13 Mei 2022 8:08 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian lantik 5 PJ Gubernur di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian lantik 5 PJ Gubernur di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mendagri Tito Karnavian telah melantik lima pj gubernur pada Kamis (12/5). Pelantikan dilakukan karena masa jabatan gubernur di lima daerah akan habis pada 15 Mei.
ADVERTISEMENT
Lima gubernur yang masa jabatannya habis itu yakni:
Mereka digantikan oleh penjabat hingga gubernur definitif dari Pilkada Serentak 2024 terpilih . Berikut daftar lima pj gubernur yang dilantik:
Hendri Satrio saat berorasi politik. Foto: Puti Cinintya Arie Safitri/kumparan
Namun, penunjukan Pj gubernur ini menuai pro dan kontra. Banyak yang menilai Mendagri Tito Karnavian tidak transparan.
ADVERTISEMENT
Pengamat politik Hendri Satrio mengatakan, ada tiga poin penting yang menjadi perhatian dalam pelantikan Pj gubernur ini.
"Pertama, aturan teknis yang diminta MK harus dibuat oleh pemerintah agar segera dilakukan," kata Hendri.
"Ini penting karena tanpa aturan yang jelas, Pj yang mempunyai wewenang sama kayak kepala daerah yang dipilih berdasarkan pilkada akan kesulitan memiliki pegangan hukum yang kuat saat mengeluarkan atau memutus anggaran maupun kebijakan," lanjut dia.
Pria yang akrab disapa Hensat itu menambahkan, kedua, dalam penunjukan Pj, pemerintah dalam hal ini Presiden dan Mendagri harus melibatkan masyarakat. Hal ini demi menjaga harmonisasi saat Pj menjabat.
"Kedua adalah saat menunjuk Pj, pemerintah harus melibatkan warga, rakyat, yang akan dipimpin oleh Pj. Minimal ada konsultasi dan kesepakatan dengan DPRD terhadap Pj. Itu penting untuk menjaga harmonisasi Pj selama menjabat," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Terakhir, Hensat mengatakan sebenarnya ia keberatan dengan mekanisme penunjukan Pj ini. Menurutnya, penunjukan Pj harus dihilangkan karena berpotensi membawa Indonesia kembali menuju orde baru.
"Dilarang tuman mekanisme penunjukan Pj yang dilakukan seperti orba, jangan terus dilakukan atau harus segera diganti aturannya supaya tidak ada penunjukan lagi di masa depan," kata Hensat.
"Karena penunjukan Pj ini justru memulai bibit orba yang susah payah rakyat mahasiswa gulingkan di tahun 1998 atau perbaiki di 1998. Kalau tidak, akan rusak tatanan demokrasi kita yang sudah dibangun sejak reformasi," tutup dia.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian lantik 5 PJ Gubernur di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Kemendagri

Tidak Ada Aturan Teknis Penunjukan Pj Gubernur Dinilai Bisa Picu Konflik

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, mengkritisi pelantikan 5 Penjabat atau Pj Gubernur.
ADVERTISEMENT
Khoirunnisa mengkritisi pelantikan Pj gubernur padahal belum ada aturan teknis mengenai penunjukan Pj pascaputusan Mahkamah Konstitusi. Ia menilai penunjukan Pj yang tidak memiliki aturan teknis bisa memicu banyak masalah, termasuk konflik di daerah.
“Jika sampai batas pengisian penjabat ini tidak ada aturan teknis yang transparan, terbuka, dan akuntabel, tentu bisa saja berpotensi penunjukan ini dipermasalahkan karena dianggap tidak sesuai dengan putusan MK,” kata Khoirunnisa.
"Jika ini terjadi maka nantinya akan lebih berbahaya lagi jika terjadi konflik di daerah," lanjut dia.
Perludem menyebut, putusan MK bersifat mengikat dan wajib ditaati oleh siapa pun. Sehingga, aturan teknis diperlukan sebagai bentuk ketaatan terhadap hukum.
Lagipula, jika substansi putusan MK tidak ditaati, Khoirunissa menilai siapa pun bisa dijatuhi hukuman. Ia menyebut, yang terjadi saat ini sungguh berbeda dengan putusan MK. Sebab, penunjukan 5 Pj terkesan tidak transparan.
ADVERTISEMENT
“Di putusan No 67/PUU-XIX/2021 MK menyebutkan bahwa pemilihan penjabat harus dilakukan dengan mekanisme yang terukur dan jelas, tidak mengabaikan prinsip demokrasi, memperhatikan aspirasi daerah dan dilakukan secara terbuka, transparan, dan akuntabel,” jelasnya.
Mendagri Tito Karnavian berfoto bersama 5 PJ gubernur di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Oleh karena itu, ia maklum jika muncul berbagai spekulasi negatif terkait pemilihan Pj gubernur ini.
“Tentu wajar ketika ada asumsi seperti itu karena publik tidak mengetahui apa yang menjadi dasar penunjukan penjabat ini,” kata dia.
Lebih lanjut, Khoirunnisa menilai, idealnya Penjabat yang sudah dilantik meninggalkan jabatan lamanya. Sebab, mereka bakal menjadi Penjabat untuk waktu yang lama.
"Sebaiknya Penjabat ini tidak rangkap jabatan, karena mereka akan bertugas dalam jangka waktu yang panjang dan harus fokus bekerja sebagai penjabat kepala daerah," tutup dia.
ADVERTISEMENT
Selain soal penunjukan Penjabat secara transparan, MK juga memutuskan bahwa pengisian Penjabat yang berasal dari prajurit TNI dan anggota Polri harus prajurit yang sudah tidak aktif.
Peneliti ICW Egi Primayogha. Foto: Mirsan Simamora/kumparan

ICW: Pengangkatan 5 Penjabat Tidak Transparan, Publik Tak Dilibatkan

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai banyak proses ganjil di balik pengangkatan lima orang penjabat (Pj) kepala daerah yang resmi dilantik Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Kepala Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha, bahkan menganggap proses pengangkatan kelimanya tak dilakukan secara transparan. Hal itu mengingat sejak awal pemerintah dalam hal ini Kemendagri sejak awal enggan membuka kepada publik soal proses penunjukan hingga akhirnya diangkat oleh Mendagri.
"Pertama, proses pengangkatan kelima penjabat kepala daerah tersebut tidak dilakukan secara transparan dan partisipatif. Sejak awal nama-nama calon penjabat muncul hingga akhirnya dilantik, publik tidak pernah dilibatkan dan diberikan informasi yang jelas mengenai prosesnya," ujar Egi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Egi menyebut tidak pernah ada informasi mengenai rekam jejak, kapasitas, integritas yang disampaikan kepada publik. Termasuk potensi konflik kepentingan yang dimiliki oleh para calon penjabat kepala daerah.
"Dengan adanya proses yang tidak transparan, partisipatif, dan akuntabel, ruang gelap untuk terjadinya praktik korupsi akan semakin terbuka lebar. Misalnya, jika calon yang diangkat tersebut tidak punya kapasitas dan integritas, hampir dapat dipastikan daerah yang akan dipimpin nantinya bermasalah," ucap Egi.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian lantik 5 PJ Gubernur di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Kemendagri
Padahal, menurutnya konstitusi telah mengamanatkan bahwa kepala daerah harus dipilih secara demokratis. Namun tak transparannya proses penunjukan penjabat kepala daerah itu justru membuat seolah-olah pemerintah terlihat abai akan nilai demokrasi yang dianut negara.
"Proses pengangkatan sepatutnya juga melibatkan pihak lain di luar pemerintah. Proses itu pun juga semestinya diatur dalam aturan teknis sebagai turunan dari UU Pilkada. Namun sayangnya hal itu tidak diatur," ungkap Egi.
ADVERTISEMENT
Karenanya, Egi menegaskan bahwa publik patut dan berhak untuk mempertanyakan proses pengangkatan lima penjabat kepala daerah. Mulai dari mereka yang dilantik hari ini serta 267 penjabat lainnya yang akan dilantik sampai dengan tahun 2023 mendatang.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) mengucapkan selamat kepada lima penjabat gubernur yang didampingi istrinya usai dilantik di Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO

MK Minta Buat Aturan Teknis soal Pj, Kemendagri Anggap UU yang Ada Memadai

ADVERTISEMENT
Kapuspen Kemendagri, Benny Irwan, memastikan pihaknya telah mencermati pertimbangan MK yang meminta aturan teknis penunjukan Pj Gubernur.
"Kita mencermati MK berkenaan dengan putusan kami ditolak secara keseluruhan, tapi ada bagian pertimbangan [penunjukan Pj] yang memberikan pandangan kepada Kemendagri untuk memandang aspek demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas," kata Benny.
Namun, Benny mengatakan terkait Pj itu MK tidak memberikan putusan, melainkan hanya pertimbangan agar Kemendagri membuat aturan turunan.
ADVERTISEMENT
Sementara, bagi Kemendagri aturan yang ada sudah memadai. Yaitu UU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pemda, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
"Ini penugasan. Mekanisme proses sampai ke pengangkatan itu sudah ada aturan yang mengaturnya. Tiga UU 23/2014, 2/2015, 5/2014, terkait ASN, Pemilihan Gubernur Bupati dan Wali Kota, dan Pemerintahan Daerah. Ada beberapa peraturan pemerintah, " ujarnya.
"Sejauh ini, dengan tidak mengabaikan pandangan dari MK, kami melihat regulasi yang ada cukup memadai untuk kita melakukan proses pemilihan dan pengangkatan penjabat ini, dengan sistem dan mekanisme yang ada," tambah Benny.
Kapuspen Kemeterian Dalam Negeri (Kemendagri) Benny Irawan. Foto: Kemedagri
Benny mengingatkan, penunjukan Pj berbeda dengan pemilihan kepala daerah melalui Pilkada. Penunjukan Pj memang dibutuhkan sewaktu-waktu, sehingga sudah memiliki aturan khusus dalam UU.
ADVERTISEMENT
Kemendagri baru akan membentuk mekanisme khusus penunjukan Pj apabila dibutuhkan penyempurnaan aturan yang sudah ada dalam UU ke depannya.
"Penunjukan penjabat kepala daerah ini bukan hanya tahun ini saja, sifatnya penugasan. Kami kapan saja harus bisa kalau dinilai pimpinan dan di TPA memutuskan capable ya harus melaksanakan tugas," terang Benny.
"Sambil berjalan, nanti kita lihat jika proses ini kita pandang perlu penyempurnaan, perlu penguatan. Tidak tertutup kemungkinan kita melakukan penyiapan regulasi yang baru," tutup dia.
Ketua DPP PKS, Wakil Ketua Komisi II DPR, Mardani Ali Sera. Foto: Dok. Istimewa

Mardani: 5 Pj Rawan Digugat, Belum Ada Aturan Turunan Sesuai Putusan MK

Anggota Komisi II DPR Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, mengatakan pengisian Pj memang harus dilakukan karena ada kekosongan jabatan akibat tak adanya pilkada 2022 dan 2023.
ADVERTISEMENT
"Pertama, pelantikan ini mendesak dilakukan karena masa jabatan kepala daerah definitif sudah berakhir. Biar tidak ada kekosongan kekuasaan," kata Mardani.
Namun, Mardani memberikan catatan terkait pelantikan 5 Pj hari ini. Menurutnya, posisi 5 Pj ini rawan digugat oleh publik jika pemerintah tak mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kedua, ada catatan besar, dilakukan tidak mengikuti keputusan MK yang meminta ada aturan turunan untuk para penjabat kepala daerah akibat pelaksanaan Pilkada Serentak 2024," ucapnya.
"Sehingga posisi lima kepala daerah yang dilantik hari ini rawan digugat oleh publik," lanjut Mardani.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) menyerahkan surat keputusan kepada Pj. Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw (kanan) saat pelantikan lima penjabat gubernur di Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Mardani berpandangan tak adanya aturan turunan Pj murni kesalahan dari pemerintah yang tak segera menindaklanjuti putusan MK. Karena itu, ia mengingatkan Presiden Jokowi untuk segera membuat aturan turunan Pj.
ADVERTISEMENT
"Ketiga, ini murni kesalahan pemerintah yang tidak segera menindaklanjuti putusan MK. Padahal semua tahu putusan MK itu final dan mengikat. Karena itu sekali lagi diingatkan pada Presiden selalu Pimpinan Eksekutif segera laksanakan putusan MK untuk membuat turunan aturan penjabat kepala daerah," tutur dia.
Lebih lanjut, Mardani mengingatkan agar Pj yang sudah dilantik Tito bekerja untuk masyarakat di daerah masing-masing.
"Mesti bekerja untuk rakyat bukan untuk atasan yang mengangkatnya. Ini amanah besar," tutup Mardani.