Rektor UMJ soal AMM Dukung Capres: Tidak Mengerti Positioning Etika Muhammadiyah

14 Januari 2024 13:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rektor Muhammadiyah, Ma'mun Murod (tengah) di Bareskrim Polri, Selasa (9/5). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rektor Muhammadiyah, Ma'mun Murod (tengah) di Bareskrim Polri, Selasa (9/5). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Prof. Ma’mun Murod Al-Barbasyi, mengkritik Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) yang mendukung salah satu pasangan calon presiden dengan menonjol-nonjolkan nama Muhammadiyah. Menurutnya sikap tersebut seperti anak kecil yang tidak mengerti positioning etika politik Muhammadiyah.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, organisasi Muhammadiyah harus netral di Pilpres 2024.
"Mendukung salah satu pasangan calon presiden dengan menonjol-nonjolkan nama Muhammadiyah adalah anak kecil yang tidak mengerti positioning etika politik Muhammadiyah," kata Prof Ma'mun yang juga Ketua Umum Fokal IMM ini.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam diskusi daring bertajuk “Senja Kala Demokrasi : Muhammadiyah Harus Bagaimana?” yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Fokal IMM) pada Sabtu (13/1).
Menurut Ma’mun, Khittoh 1912 Muhammadiyah adalah ormas keagamaan, bukan partai politik dan tidak ada kaitannya dengan politik dukung mendukung. Muhammadiyah mempersilakan anggotanya secara pribadi berpolitik tanpa harus membawa-bawa Muhammadiyah.
Tindakan dukung mendukung dengan mengatasnamakan Muhammadiyah adalah tindakan yang tidak memahami positioning etika Muhammadiyah dalam konteks politik kebangsaan.
ADVERTISEMENT
“Ini agak memprihatinkan, saya kira Pimpinan Pusat Muhammadiyah perlu untuk menyentil hal seperti itu, agar tidak terjadi lagi ke depannya," tuturnya.
Dalam diskusi tersebut, ia menekankan harus adanya sikap mental demokratis dan etika demokrasi sebagai prasyarat utama dalam pembangunan demokrasi di Indonesia.
“Jika ada presiden yang berpikir untuk melanggengkan kekuasaan menjadi 3 periode misalnya, ini menunjukkan presiden tidak memiliki sikap mental demokrasi," tutur dia.
Ilustrasi Muhammadiyah Foto: Wikimedia Commons
Harus Berteriak bila Ada Potensi Kecurangan
Sebagai ormas keagamaan yang memegang prinsip etika dalam konteks politik kebangsaan, Muhammadiyah dimintanya untuk bergerak dan berteriak terkait adanya potensi kecurangan dalam pemilu 2024.
Ma’mun menyoroti adanya potensi kecurangan yang bakal terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 ini. Potensi kecurangan itu salah satunya dengan memanfaatkan DPT (Daftar Pemilih Tetap) siluman yang jumlahnya diperkirakan hingga 50 juta lebih.
ADVERTISEMENT
“Siapa pun pasangan calon presiden yang memanfaatkan DPT siluman ini, dipastikan akan memenangkan (kontestasi) pemilu,” tuturnya.
Baginya, dalam logika kekuasaan, pihak potensial yang akan menggunakan kecurangan adalah calon presiden yang didukung oleh penguasa. Peluang kekuasaan untuk mengakses dan menggunakan DPT siluman sangat tinggi.
Bersama kelompok civil society lainnya, Muhammadiyah diharapkan untuk terus bergerak menyuarakan agar potensi kecurangan pemilu tidak akan terjadi.
“ Selain DPT siluman, indikasi kecurangan pemilu juga sangat tampak dalam masa kampanye ini. Muhammadiyah diharapkan dapat bergerak secara taktis dan efektif melalui jaringan yang dimiliki untuk melakukan pengawasan agar kecurangan pemilu tidak terjadi," tegas Ma’mun.