Rencana Nadiem Hapus Ujian Nasional Lewat Kebijakan 'Merdeka Belajar'

12 Desember 2019 6:24 WIB
comment
14
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mendikbud Nadiem Makarim di acara pelantikan Rektor UI Prof Ari Kuncoro. Foto: Dok. Humas UI
zoom-in-whitePerbesar
Mendikbud Nadiem Makarim di acara pelantikan Rektor UI Prof Ari Kuncoro. Foto: Dok. Humas UI
ADVERTISEMENT
Belum dua bulan menjabat, Mendikbud Nadiem Makarim membuat gebrakan baru untuk dunia pendidikan. Dalam empat program pokok kebijakan pendidikan 'Merdeka Belajar', salah satu gebrakan yang dibuat adalah menghapus Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) atau Ujian Nasional (UN).
ADVERTISEMENT
Tahun 2020 rencananya akan menjadi tahun terakhir penyelenggaraan UN. Selain itu, di tahun 2020, penyelenggaraan UN juga akan sedikit berubah.
Apa saja yang perlu diketahui soal penghapusan Ujian Nasional oleh Nadiem Makarim?
UN 2020 Digelar Oleh Sekolah
Nadiem Makarim menyatakan di tahun 2020 UN akan digelar oleh pihak sekolah saja. Sehingga, kompetensi siswa bisa dinilai menggunakan tes tertulis hingga penilaian lain yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan lainnya.
"Dengan begitu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah guna meningkatkan kualitas pembelajaran," jelas Nadiem dalam keterangannya, Rabu (11/12).
Tahun 2021, UN Diganti Jadi Asesmen Kompentensi
Di tahun 2021, UN akan diganti menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter. Tes tersebut terdiri dari kemampuan menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerik), dan penguatan pendidikan.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan pengganti UN ini akan dilakukan siswa yang berada di tengah jenjang sekolah, misalnya kelas 4, 8 dan 11. Harapannya adalah mendorong guru dan sekolah memperbaiki mutu pembelajaran. Namun, hasil asesmen tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
"Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS," kata dia.
Apa saja empat perubahan kebijakan baru Nadiem? Bisa dicek artikel di bawah ini:
Federasi Guru Nilai UN Sudah Usang
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) rupanya juga mendukung rencana penghapusan UN. Menurut Wasekjen FSGI Satriwan Salim, UN sudah tidak dibutuhkan karena bukan lagi sebagai penentu kelulusan dan ukuran penerimaan siswa baru ke jenjang pendidikan berikutnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi kalau Menteri konsisten dengan kebijakan zonasi, mestinya UN tidak relevan lagi, UN sudah tidak ada gunanya untuk siswa," kata Satriwan dalam saat penyampaian catatan akhir tahun (catahu) pendidikan di Hotel Rivoli, Jakarta Pusat, Selasa (10/12).
Sejumlah siswa kelas XII mengerjakan soal Bahasa Indonesia saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 6, Surabaya, Jawa Timur, Senin (25/3). Foto: ANTARA FOTO/Moch Asim
Menurut Satriwan, keberadaan UN saat ini justru hanya dijadikan ukuran bagi para birokrat pendidikan. UN juga masih menjadi hal yang menakutkan dan malah menyedot banyak energi bagi siswa, guru, dan kepala sekolah.
"Jadi kalau UN masih ada, slogan Mas Menteri 'guru merdeka dalam belajar' itu akan percuma. Karena guru enggak merdeka, siswa enggak akan merdeka karena UN masih jadi momok menakutkan," tutur Satriwan.
Komisi X DPR Dukung Penghapusan UN
Dede Yusuf. Foto: Antara/Fahrul Jayadiputra
Komisi X DPR yang membidangi masalah pendidikan mendukung rencana Mendikbud Nadiem Makarim untuk menghapus ujian nasional atau yang disebut Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) atau UN (Ujian Nasional). Menurut Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf, UN sebenarnya bukan indikator kelulusan, melainkan alat ukur standardisasi kemampuan siswa.
ADVERTISEMENT
Menurut Dede Yusuf, pemikiran tersebut harus diubah. Apalagi, kompetensi antara daerah urban dan daerah-daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) tidak bisa disamakan.
"Paradigma survei kemampuan, apakah perlu semua siswa atau cukup sampling saja. Karena antara daerah urban dengan daerah 3T juga akan berbeda pola pendidikan, sarana dan prasarana, kompetensi. Tidak bisa disamakan," jelasnya.
Senada dengan Dede Yusuf, Wakil Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian juga mendukung kebijakan Nadiem itu. Ia juga menyarankan agar Nadiem mempelajari pola pendidikan di negara-negara dengan nilai Program for International Student Assesment (PISA)-nya tinggi, misalnya China.
"Tiongkok berhasil mencapai posisi pertama dalam pencapaian PISA, padahal jumlah siswanya sangat besar. Patut dipelajari lebih dalam bagaimana mereka melakukannya," kata Hetifah.
ADVERTISEMENT
Ma'ruf Amin Minta Dikaji Dulu
Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) Foto: Antara/Ampelsa
Penghapusan Ujian Nasional memang didukung oleh sejumlah pihak. Namun, Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta asesmen kompetensi minimum dan survei karakter lebih dahulu diuji cobakan.
"Saya mengatakan kalau mau mengganti UN, harus ada alat ukur yang efektif yang bisa mengukur tingkat standar daripada pendidikan di masing-masing daerah," kata Ma'ruf.
Sejauh ini, Ma'ruf masih berharap UN tetap menjadi alat ukur standar pendidikan. Ia juga mengaku belum tahu detail ujian pengganti UN yang diwacanakan Nadiem.
"Nanti akan diuji (apa bisa) jadi alat ukur. (Alat ukur) penting sebab masih meningkatkan standar-standar yang ada. (Misal) Di Papua begini, itu kelihatan kemampuannya. Enggak masalah (UN) ditiadakan, tapi harus dikaji oleh Dikbud," ungkap Ma'ruf.
ADVERTISEMENT