Kebijakan Baru Nadiem Makarim Soal USBN, UN Hingga Zonasi Sekolah

11 Desember 2019 15:10 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengikuti rapat dengan Komisi X DPR. 
 Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengikuti rapat dengan Komisi X DPR. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak Nadiem Makarim, menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), banyak orang tua bertanya-tanya akankah Ujian Nasional (UN), Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dan sistem zonasi sekolah tetap dijalankan. Apa Anda termasuk salah satunya?
ADVERTISEMENT
Bila ya, kabar yang kumparanMOM terima Rabu (11/12) melalui siaran pers dari Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat menjawabnya. Dalam siaran pers tersebut disampaikan bahwa Mendikbud telah menetapkan empat pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”.
Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengikuti rapat dengan Komisi X DPR. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
“Empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran kedepan yang fokus pada arahan Bapak Presiden dan Wakil Presiden dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia,” demikian disampaikan Mendikbud pada peluncuran Empat Pokok Kebijakan Pendidikan “Merdeka Belajar”, di Jakarta, Rabu (11/12).
Lantas, seperti apa detailnya? Berikut kumparanMOM merangkumnya untuk Anda:
Ilustrasi lembar ujian. Foto: Thinkstock
1. Kebijakan Baru Penyelenggaraan USBN
ADVERTISEMENT
Dijelaskan oleh Nadiem Makarim, arah kebijakan baru penyelenggaraan USBN pada tahun 2020 akan diterapkan dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, Moms. Misalnya portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya).
“Dengan itu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran,” terang Mendikbud.
2. Tidak Ada UN di Tahun 2021
Mengenai UN, masih akan dilaksanakan pada tahun 2020 nanti. Namun, itu akan menjadi pelaksanaan UN yang terakhir kalinya.
“Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter,” jelas Mendikbud.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaannya pun tidak akan terjadi di masa atau tahun terakhir sekolah, Moms. Melainkan pada tengah jenjang sekolah, misalnya saat anak berada di kelas 4, 8 dan 11.
Pelaksanaan di tengah jenjang sekolah ini dilakukan untuk dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Jadi hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
“Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS,” tutur Mendikbud.
Ilustrasi suasana pembelajaran di sekolah Foto: Shutterstock
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) akan disederhanakan
Kemdikbud akan menyederhanakannya dengan memangkas beberapa komponen penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam kebijakan baru tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen.
ADVERTISEMENT
“Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. Satu halaman saja cukup,” Nadiem Makarim menambahkan.
4. Sistem Zonasi Tetap Ada, Tapi Lebih Fleksibel
Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), Kemdikbud tetap menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.
Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.
“Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi,” ujar Mendikbud.
Mengejar nilai membuat anak tidak menikmati proses belajar Foto: Shutterstock
Aar Sumardiono, pendidik dan pemerhati pendidikan, menyambut baik kebijakan ini, terutama terkait penghapusan UN. Kepada kumparanMOM, Rabu (11/12) Aar menyampaikan bahwa kebijakan penghapusan UN ini sangat bagus sebagai awal untuk mengembangkan proses pembelajaran anak yang lebih bermakna.
ADVERTISEMENT
"Selama ini proses pembelajaran direduksi dengan ujian nasional sehingga tujuan dan proses pendidikan menjadi dangkal, untuk lulus ujian dan mendapat nilai terbaik, anak belajar trik menjawab soal atau learning for test. Padahal, tujuan pendidikan jauh lebih luas," ujarnya.
Ilustrasi pembelajaran anak yang lebih bermakna Foto: Shutterstock
Aar menjelaskan, anak perlu belajar berpikir kritis, kreatif, dan membangun kompetensinya untuk berkarya setahap demi setahap. Sebab, proses membangun kompetensi anak tidak bisa dibangun secara instan.
"Proses pengembangan itu terhambat karena selama ini terlalu banyak waktu dan sumber daya yang dicurahkan untuk menyiapkan anak agar bisa mengerjakan soal ujian dengan baik," papar pria yang juga merupakan pendiri Rumah Inspirasi, ruang belajar homeschooling, parenting dan pendidikan entrepreneurship.
Ilustrasi guru di sekolah Foto: Shutterstock
Dengan peneguhan otonomi sekolah dan guru, serta penggantian UN dengan asesmen, menurut Aar, guru dan anak-anak bisa lebih berkonsentrasi melakukan pembelajaran yang benar-benar bermakna.
ADVERTISEMENT
Seperti apa pembelajaran yang bermakna?
"Pembelajaran kontekstual dan lebih mendalam, deeper learning, yang bisa mengasah 4 keterampilan penting abad 21. Berpikir kritis, pengambilan keputusan, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi!" tegasnya.
Festival Anak Bertanya. Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Sementara Najelaa Shihab, pendidik yang telah mendirikan dan menginisiasi beberapa organisasi pendidikan di Indonesia, mengaku mensyukuri kebijakan yang ditetapkan oleh Mendikbud. ini.
"Iya, alhamdulillah. Very happy day, this is our momentum!" tulisnya saat dihubungi kumparanMOM melalui pesan singkat.
Menurutnya, kebijakan "Merdeka Belajar' sangat tepat karena konsep kemerdekaan belajar bukan sekadar pemberian, tapi pemberdayaan publik sejak kecil hingga akhir hayat.
Najelaa menambahkan, "Komitmen seseorang yang merdeka belajar adalah ketekunannya dalam perjalanan menuju tujuan yang bermakna bagi diri sendiri."
ADVERTISEMENT
"Jadi pendidikan mestinya bukan sekadar dilihat sebagai pemenuhan kewajiban, bukan sekadar wajib belajar!" tegasnya.
Bagaimana menurut Anda kebijakan Nadiem Makarim ini, Moms?