Rentang Vaksinasi Penyintas Corona Gejala Ringan dan Berat Berbeda, Mengapa?

1 Oktober 2021 11:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Vaksinasi corona menggunakan vaksin Moderna di RS Hasan Sadikin, Bandung. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Vaksinasi corona menggunakan vaksin Moderna di RS Hasan Sadikin, Bandung. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Para penyintas COVID-19 bisa lebih cepat menerima vaksinasi. Seperti yang tercantum dalam Surat Edaran dari Kemenkes pada Rabu (29/9), penyintas dengan derajat penyakit ringan-sedang dengan yang berbeda dapat divaksinasi dalam rentang waktu yang berbeda sejak dinyatakan sembuh.
ADVERTISEMENT
Antibodi terhadap corona ini bisa terbentuk dari dua hal, pertama yakni dari infeksi alamiah dan yang kedua berasal dari vaksin. Untuk para penyintas, otomatis mereka telah memiliki antibodi.
Bagi penyintas yang mengalami derajat penyakit ringan-sedang, dapat divaksinasi satu bulan sejak dinyatakan sembuh. Kemudian bagi yang mengalami derajat penyakit berat, diperbolehkan menerima vaksin usai 3 bulan sejak sembuh.
Lantas, apa yang membuat rentang waktu vaksinasi bagi dua derajat penyakit ini berbeda walaupun sama-sama terinfeksi corona?
Ahli patologi klinis, dr. Tonang Dwi Aryanto, membeberkan alasannya. Ternyata, antibodi orang yang pernah terinfeksi juga akan pudar seiring berjalannya waktu. Namun orang yang punya gejala berat umumnya memiliki kadar antibodi yang lebih tinggi dari mereka yang hanya bergejala ringan-sedang.
ADVERTISEMENT
"Pada intinya, titer antibodi pasca infeksi adalah bervariasi. Secara umum. semakin signifikan gejalanya, semakin tinggi juga antibodinya. Semakin tinggi antibodi, semakin lama juga bertahan. Itu prinsip umumnya," kata Tonang kepada kumparan, Jumat (1/10).
Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS UNS dan Ahli Patologi Klinis, dr. Tonang Dwi Ardyanto. Foto: Dok. Pribadi
Berdasarkan penjelasan Tonang, penyintas COVID-19 yang tak bergejala biasanya sebulan pasca infeksi hanya 44-46% yang terdeteksi antibodinya dan akan terus berkurang. Bahkan, hanya sedikit yang antibodinya mampu bertahan lama dan banyak juga yang kadar antibodinya akan benar-benar menghilang.
"Hanya sekitar 1-4% yang antibodinya bertahan relatif lama. Yang harus diperhatikan juga, sebenarnya kadang terjadi, pasien mengalami gejala ringan. Tapi karena sangat ringannya, sampai seolah tidak terasa," lanjut Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS UNS ini.
Penyintas dengan gejala berat-kritis punya antibodi hingga 3 bulan
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan penyintas bergejala ringan-sedang, para penyintas yang mengalami penyakit bergejala berat hingga kritis ini rata-rata mengalami puncak kadar antibodi pada 6-7 minggu pasca terinfeksi atau sejak gejala timbul. Namun, antibodi kembali menurun.
"Setelah itu pada 3 bulan, mulai terjadi penurunan. Sebagian hanya sedikit turun, dan bertahan lama. Ada yang turun lebih signifikan, tapi masih tetap bertahan lama," ungkap Tonang.
Sebelumnya, pemerintah belum memperbolehkan para penyintas ini untuk menerima vaksin. Sebab, diharapkan mereka paling tidak sudah memiliki memori antibodi terhadap virus corona.
Namun seiring dengan berjalannya waktu dengan penelitian yang terus dilakukan, maka kebijakan pemerintah juga mengikuti.
"Berjalan 1 bulan, ada perubahan kebijakan bahwa bagi penyintas ditunda 3 bulan. Dengan pola pikir bahwa rata-rata terjadi penurunan setelah 3 bulan," katanya.
ADVERTISEMENT
"Dapat diduga, pemahaman tentang kinetika antibodi sesuai penjelasan sebelumnya, menjadi dasar kebijakan ini," tutup Tonang.