Respons Putusan MK soal Pidana Bagi Pejabat Tak Netral, Bawaslu Surati TNI-Polri

17 November 2024 9:29 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Ketua Badan Pengawas Pemilu RI Rahmat Bagja mengatakan, mereka sudah menyurati TNI-Polri terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi terbaru soal netralitas Pilkada.
ADVERTISEMENT
“Lagi kirim surat sudah kirim surat ke TNI dan Polri,” kata Bagja saat ditemui di acara Bawaslu on Car Free Day, Kampanye Pilkada Damai 2024: Perempuan Berani Mengawasi dan Memilih, Bersama Lawan Diskriminasi, Minggu (17/11).
Namun, terkait aturan turunan dari putusan terbaru MK ini, Bagja tidak berkomentar banyak. Ia mengatakan pihaknya masih meninjau isi putusan MK tersebut.
“Nanti kita lihat nanti kita lihat putusan pilkada, putusan MK-nya ya oke,” tuturnya.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja memimpin apel HUT Bawaslu ke-16 pada Selasa (16/4/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sebelumnya, dalam putusan MK dalam amar Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024 ada beberapa perubahan terbaru terkait netralitas Pilkada.
Kini, pejabat daerah dan TNI-Polri termasuk subjek yang bisa dipidana bila melanggar netralitas tersebut.
"Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat Aparatur Sipil Negara, anggota TNI/POLRI, serta Kepala Desa atau sebutan lainnya/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00" demikian tertuang dalam putusan MK terbaru.
ADVERTISEMENT
MK menilai, netralitas aparatur negara, baik sipil maupun militer, dalam pilkada merupakan prinsip dasar untuk menjamin penyelenggaraan sebuah pemilu yang jujur dan adil.
Dengan netralitas aparaturnya, negara dapat menjaga keadilan, hak warga negara untuk mengikuti pilkada secara langsung, umum, bebas dan rahasia, sekaligus menjamin pilkada yang jujur dan adil dengan mencegah perilaku yang menyalahgunakan kekuasaan oleh aparatur negara.