Respons Santai Gibran soal Anwar Usman Diberhentikan Sebagai Ketua MK

8 November 2023 12:46 WIB
·
waktu baca 2 menit
Gibran di Balaikota Solo, Rabu (8/11/2023). Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gibran di Balaikota Solo, Rabu (8/11/2023). Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberhentikan Anwar Usman dari posisinya sebagai Ketua MK. Adik ipar Presiden Jokowi ini diberhentikan karena melanggar etik berat dalam Putusan MK Nomor 90 yang mengubah syarat capres-cawapres.
ADVERTISEMENT
MKMK juga memberikan sanksi lain kepada Anwar yakni tidak lagi menyidang perkara Pemilu. Baik itu Pilpres maupun Pilgub, Pilwalkot, dan Pilbup.
Menanggapi putusan ini, Bacawapres Koalisi Indonesia Maju (KIM), Gibran Rakabuming Raka, menegaskan dirinya menghormati apa yang telah diputuskan Ketua MKMK.
"Ya kita hormati saja, keputusan yang ada di sana," kata Gibran secara singkat di Balai Kota Solo sambil berjalan masuk ke ruang kerjanya, Rabu (8/11).
Gibran juga menanggapi 9 hakim MK divonis bersalah melanggar etik. Dia menyebut pihaknya mengikuti hasil keputusan MKMK tersebut.
"Saya mengikuti (keputusan MKMK) saja ya," ujar Gibran.
Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman bersiap menjalani pemeriksaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi di Gedung II Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023). Foto: Fadlan/kumparan
Sebelumnya, laporan terhadap sembilan hakim konstitusi ini tertuang dalam nomor perkara 5/MKMK/L/10/2023. Pelapornya yakni PBHI, TAPHI, Advokat Pengawal Konstitusi, Perhimpunan Pemuda Madani, Advokat Alamsyah Hanafiah.
ADVERTISEMENT
Ada dua poin yang dinilai terbukti dalam laporan tersebut yang terkait pelanggaran etik sembilan hakim konstitusi.
Pertama, yakni soal hakim konstitusi tidak mengingatkan sesama hakim yang berpotensi menjadi masalah. Contohnya, saat memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, ada hakim yang diduga konflik kepentingan, tetapi tidak diingatkan oleh hakim MK lainnya.
"Membiarkan terjadinya praktik pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang nyata tanpa kesungguhan untuk saling ingat mengingatkan antar hakim, termasuk terhadap pimpinan karena budaya kerja yang ewuh pakewuh sehingga prinsip kesetaraan antara hakim terabaikan dan praktik pelanggaran etika biasa terjadi. Dengan demikian para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melanggar sapta karsa hutama, prinsip kepantasan dan kesopanan, penerapan angka 1," kata hakim MKMK.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (tengah) bersama anggota Wahiduddin Adams (kiri) dan Bintan R. Saragih (kanan) memimpin jalannya sidang putusan dugaan pelanggaran etik terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Kedua, adanya kebocoran informasi dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia. Informasi ini dinilai bocor ke publik. MK tidak bisa membuktikan adanya pembocoran informasi, tetapi tetap saja sembilan hakim MK dinilai wajib menjaga informasi, dan seharusnya itu tidak boleh bocor.
ADVERTISEMENT
"Dengan begitu menurut majelis kehormatan sembilan hakim MK dianggap telah melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan khususnya butir penerapan ke 9," kata hakim MKMK.
Putusan itu menjadi 1 dari 4 putusan yang akan dibacakan MKMK.