Revolusi Putih Pernah Berhasil di India, Bisakah di Indonesia?

20 Maret 2019 20:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cawapres no urut 02, Sandiaga Uno menunjukkan KTP saat Debat Ketiga Calon Wakil Presiden (Cawapres) Pemilu 2019 di Hotel Sultan, Minggu, (17/3). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Cawapres no urut 02, Sandiaga Uno menunjukkan KTP saat Debat Ketiga Calon Wakil Presiden (Cawapres) Pemilu 2019 di Hotel Sultan, Minggu, (17/3). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno beradu argumen dalam Debat Ketiga Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3). Salah satu tema perdebatan yakni angka stunting atau anak anak dengan tubuh pendek akibat kurang gizi.
ADVERTISEMENT
Ide pun dilontarkan kedua calon wakil presiden tersebut. Saat itu, Sandi menyinggung program Sedekah Putih yang masuk ke visinya bersama Prabowo, Indonesia Emas. Program membagi-bagikan susu ke ibu-ibu dan anak-anak demi meminimalisir angka stunting.
"Masalah stunting sangat-sangat ada dalam tahap yang gawat darurat, di mana sepertiga dari anak-anak kita kekurangan asupan gizi. Prabowo-Sandi meluncurkan program Indonesia Emas, dan salah satu dari pada aspeknya adalah gerakan untuk memastikan ibu-ibu, emak-emak mendapatkan protein yang cukup baik berupa susu maupun protein yang lain," kata Sandi di lokasi debat, Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, Minggu (17/3).
Sandi pun mengajak siapa saja yang ingin menyumbangkan tablet, kacang hijau, susu, ataupun protein lainnya untuk dibagikan ke masyarakat yang membutuhkan. Dia menyebut, Sedekah Putih sebagai program partisipatif kolaboratif untuk menurunkan angka stunting yang pada tahun 2018 masih mencapai 30,8 persen.
ADVERTISEMENT
"Dengan program tersebut diharapkan kita bisa mengurangi stunting secara signifikan dalam 5 tahun ke depan," imbuh Sandi.
Ilustrasi susu Foto: Pixabay
Bermula dari Ide Revolusi Putih
Sebenarnya program Sedekah Putih ini merupakan inovasi dari gerakan Revolusi Putih. Ide Prabowo Subianto yang sudah digembar-gemborkan sejak Pilpres 2009 lalu.
Ide bermula dari keprihatinan Prabowo terhadap kondisi gizi anak-anak di Indonesia. Terutama, susu yang notabene sumber gizi, hanya dikonsumsi 1,5 liter per orang tiap tahun. Jauh di bawah India yang lebih dari 4 liter per tahun.
Dilansir laman resmi Partai Gerindra, kala itu Prabowo sebagai calon wakil presiden yang mendampingi Megawati Soekarno Putri, memulai gerakan ini di rumahnya di Bukit Hambalang, Bogor. Di sana, dia juga punya peternakan kambing.
ADVERTISEMENT
Pendiri partai berlambang kepala burung garuda ini pun memberikan kambing secara gratis kepada masyarakat sekitar untuk diternak. Kemudian, susunya diberikan kepada anak-anak sekolah.
Dikutip dari unggahan Facebook Prabowo Subianto, Kamis (26/10/2017), Revolusi Putih adalah pemikiran dia dan Gerindra untuk membangun karakter bangsa yang sehat dan kuat. Salah satu caranya, menjadikan susu sebagai konsumsi rakyat Indonesia setiap hari.
"Kita jangan melihat hasilnya sekarang. Tunggu 10 sampai 15 tahun mendatang, jika gerakan ini simultan, yakinlah generasi kita akan menjadi generasi yang mumpuni. Hal itu juga sudah dilakukan India dan China,” kata Prabowo dalam akun Facebooknya itu.
Gerakan Revolusi Putih kemudian diturunkan ke duet Anies-Sandi di Pilgub Jakarta, 2017 lalu. Ketika masa kampanye, Revolusi Putih kerap disebut sebagai upaya penting untuk menjaga gizi anak dan ibu di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya ketika terpilih, mereka betul-betul menerapkan Revolusi Putih.di tahun 2018. Hal ini pun tergambar dalam APBD 2018 Pemprov DKI yang menganggarkan dua produk pangan baru. Yakni susu dan ikan beku.
Jadi, selain daging, warga penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP), juga berhak membeli ikan beku dengan harga terjangkau. Anggaran yang disiapkan Pemprov DKI sekitar Rp 885 miliar.
Namun, ide Revolusi Putih ini sempat mendapat penolakan dari pemerintah, khususnya Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek. Menurut Nila, Indonesia tak punya cukup sapi untuk menggalakkan Revolusi Putih.
"Saya agak enggak setuju. Susu kalian tahu dari mana? Dari sapi. Cukup enggak sapi kita? 250 juta penduduk mesti dapat dari mana?" kata Menkes Nila Moeloek di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (26/10/2017).
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, Prabowo kemudian mengganti nama Revolusi Putih. Sebab, nama itu menurut dia tak disukai generasi milenial.
Prabowo kemudian mengganti nama Revolusi Putih dengan Generasi Emas. Singkatan dari Generasi Emak-emak dan Anak Minum Susu.
Revolusi Putih di India
Foto ini diambil 16 April 2010 menunjukkan pelayan yang menyajikan gelas lassi, minuman populer di Asia Selatan, di Punjabi Lassi Stall, Amritsar, India. Foto: AFP/NARINDER NANU
Di Indonesia, Revolusi Putih belumlah teruji. Sebab, Jakarta baru saja memulai dan Prabowo-Sandi baru menginisiasi program untuk diterapkan secara nasional. Namun, ada satu negara yakni India yang telah berhasil merealisasikan Revolusi Putih..
“Lewat Revolusi Putih, India berhasil merevitalisasi peternakan susu,” kata peneliti IPB Ariel Daryanto dalam Revitalisasi Industri Susu melalui Revolusi Putih (2010).
Revolusi Putih sudah mulai dijejaki pemerintah India pada 1950. Waktu itu, seorang doktor di bidang teknik lulusan Michigan State University, Amerika Serikat yang jadi pemrakarsa. Namanya Dr Verghese Kuriyen.
ADVERTISEMENT
Saat itu, harga kebutuhan pokok di India masih sangat fluktuatif. Termasuk harga susu yang terlalu dimonopoli pihak ketiga yaitu produsen dari Eropa.
India memang menjadi sasaran empuk para produsen. Itu karena, jumlah penduduknya yang tinggi serta pertumbuhan penduduk yang mencapai 2,5 persen per tahun.
Dengan begitu, permintaan susu pun meningkat dan India tak bisa berbuat banyak. Sangat bergantung pada Eropa sehingga harga susu pun mudah dimonopoli.
Hal tersebut diperparah kondisi gizi buruk pada anak-anak di India. Kondisi yang menyebabkan angka kematian bayi menjadi tinggi.
Karena faktor-faktor itulah, Kuriyen berupaya untuk mendirikan pabrik susu sendiri. Pabrik itu dinamakan Gujarat Cooperative Milk Marketing Federation (GCMMF) dengan merek susu AMUL (Anand Milk Union Limited).
ADVERTISEMENT
Kuriyen juga membentuk koperasi yang menghubungkan produsen susu yakni peternak dengan konsumen di 700 kota/kabupaten. Jejaring ini menekan variasi harga susu di kota-kota tersebut. Itu dilakukan, demi menjamin peternak menikmati bagian terbanyak dari pendapatan koperasi.
Revolusi Putih sendiri terbagi menjadi tiga fase. Fase pertama diawali dengan mendirikan koperasi susu. Terdapat 18 gudang susu yang tersebar di 10 negara bagian pada Juli 1970.
“Koperasi ini dihubungkan dengan empat pasar metropolitan. Sampai akhir 1981, sudah berdiri 13 ribu KUD (Koperasi Unit Desa) yang mencakup 15 ribu peternak,” kata Peni Sari Palupi dalam Merintis Revolusi Putih ala Indonesia (2018).
Sementara fase kedua dijalankan dengan memperluas program ke negara bagian lain. Hingga akhir 1985, sudah ada 136 gudang susu dan 34.500 KUD dengan 3,6 juta anggota.
ADVERTISEMENT
Lalu pada fase ketiga, dilakukan konsolidasi hasil dari dua fase sebelumnya. Yakni, dengan meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Sampai program itu berakhir pada 1990, terbentuk 73.300 KUD dengan 9,4 juta anggota.
“Adanya faktor kemajuan teknologi di bidang pengolahan, faktor kelembagaan, dan penyediaan infrastruktur merupakan faktor yang sangat penting,” kata Ariel Deriyanto.
Melalui proses panjang, akhirnya Revolusi Putih mampu mengakhiri impor susu padat di India. Bahkan, memulai peran barunya sebagai pengekspor susu bubuk.
Selain itu, sekitar 10 juta peternak pun menikmati pendapatan dari industri susu modern. Juga yang tak kalah penting, India akhirnya mampu memenuhi kebutuhan susu rakyatnya dari produksi dalam negeri.
Akankah program sejenis Revolusi Putih bisa diterapkan dan berhasil di Indonesia?
ADVERTISEMENT