RI Bakal Gugat Inggris soal Uang Ganti Rugi Pembelian Airbus ke Pengadilan

30 April 2024 19:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pesawat Airbus A340 buatan Airbus Co. Foto: Dok.  airbus.com
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat Airbus A340 buatan Airbus Co. Foto: Dok. airbus.com
ADVERTISEMENT
Indonesia berencana menuntut Serious Fraud Office (SFO) ke Pengadilan di Inggris terkait uang ganti rugi pembelian pesawat Airbus. SFO merupakan otoritas penyelidikan korupsi di Inggris.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah memutuskan untuk menggugat SFO di Pengadilan Inggris karena kita akan meminta hak kita. Hak Indonesia dari kerugian yang diakibatkan penggelembungan pembelian pesawat dari Airbus," kata Dirjen AHU Kemenkumham Cahyo R Muzhar di Bali, Selasa (30/4).
Dari penyelidikan SFO terungkap, Indonesia adalah salah satu negara yang menerima suap dari Airbus dan Rolls-Royce untuk pengadaan pesawat di Garuda Indonesia.
Dirjen AHU Kemenkumham Cahyo R Muzhar di Bali, Selasa (30/4/2024). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Dalam kasus ini, Airbus diwajibkan membayar penalti sebesar 991 juta euro kepada SFO Inggris melalui mekanisme Deferred Prosecution Agreement (DPA).
DPA adalah salah satu tindak penyelesaian perkara pidana di sektor bisnis dengan menggunakan pendekatan analisis ekonomi yang diterapkan Inggris. Salah satu opsi penyelesaian perkara adalah penuntutan perkara dihentikan lalu diganti dengan membayar denda.
ADVERTISEMENT
Cahyo menyayangkan SFO tidak melibatkan Indonesia dalam penyelesaian perkara ini melalui mekanisme DPA. Padahal, Indonesia adalah korban dan dugaan suap Airbus ini terungkap atas penyerahan dokumen dari penegak hukum Indonesia.
Cahyo juga menilai SFO tidak adil atau berpihak kepada korban dalam penyelesaian perkara ini. Hal ini karena pengadaan pesawat di Garuda Indonesia dengan harga yang sudah digelembungkan Aibus atau Rolls-Royce.
Produsen mesin pesawat Rolls-Royce Foto: REUTERS/Paul Ellis
Sementara SFO tidak mewajibkan Airbus memberikan uang ganti rugi untuk Indonesia.
"Perlu saya menjelaskan tidak fair-nya di mana. SFO mendapatkan informasi data, dokumen dari kita, termasuk putusan pengadilan kita yang mereka mulai melakukan penyelidikan di Inggris terhadap Airbus. Jadi barang mentahnya informasi dasarnya dari Indonesia, dia lakukan penyelidikan kemudian dia mendapatkan uang 992 juta Euro. Itu unfair," kata Cahyo.
ADVERTISEMENT
"Bagi Indonesia silakan (Inggris menyelesaikan melalui mekanisme DPA). Itu hukum mereka tapi yang dirugikan Indonesia. Kita bayar pesawat itu at inflated price. Jadi harga yang sudah digelembungkan,"
"Enak aja gitu Inggris karena dia punya aturan pidana suap terhadap pejabat asing terus dia dapat 992 juta euro, rugi enggak tapi dapat uang," sambung Cahyo.
Cahyo mengatakan, Indonesia sudah berkomunikasi dengan Inggris untuk mendapatkan uang ganti rugi. Namun tidak pernah mendapatkan respons positif.
"Itu alasan covid, alasan sedang bahas, panjang sekali bahkan Pak Menteri ke London, saya juga ke London, kita diskusi tapi tanggapan selalu sedang dibahas secara internal. Kami melihat sebagai bangsa yang punya hubungan baik ya tentunya Inggris tidak menunjukkan itikad baik. Kalau hubungan baik tentu dia akan merespons," kata Cahyo.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia periode 2005-2014 Emirsyah Satar menjalani sidang dakwaan kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat di maskapai PT Garuda Indonesia, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/9/2023). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Dugaan kasus suap pengadaan pesawat di Indonesia ini melibatkan Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar.
ADVERTISEMENT
Emirsyah terbukti menerima suap mencapai Rp 46,3 miliar terkait pengadaan pesawat di Garuda Indonesia. Suap berasal dari pihak Rolls-Royce Plc, Airbus, Avions de Transport Régional (ATR) melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, dan Bombardier Kanada.
Suap diberikan karena Emirsyah memilih pesawat dari 3 pabrikan dan mesin pesawat dari Rolls Royce untuk Garuda Indonesia dalam kurun 2009-2014, yakni:
Perbuatannya itu memenuhi unsur dalam Pasal 12 huruf b UU tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 (1) KUHP. Emirsyah juga dinilai terbukti melakukan pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua. Yakni Pasal 3 UU TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 dan Pasal 65 (1) KUHP.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Emirsyah dihukum penjara 8 tahun penjara dijatuhi hukuman denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan penjara. Ia juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah SGD 2.117.315,27 dengan ketentuan bila tak membayar sesudah 1 bulan putusan, maka hartanya akan disita untuk menutupi.