Riset: Warga Non-Muslim AS Suka Makanan Halal karena Sehat dan Higienis

21 Maret 2024 19:20 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga muslim bersiap melaksanakan salat tarawih di Times Square, New York City, Amerika Serikat, Minggu (10/3/2024).
 Foto: Adam Gray / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Warga muslim bersiap melaksanakan salat tarawih di Times Square, New York City, Amerika Serikat, Minggu (10/3/2024). Foto: Adam Gray / AFP
ADVERTISEMENT
Riset di Millersville University, Pennsylvania, tahun 2018 menunjukkan ketertarikan warga non-muslim di Amerika Serikat terhadap makanan halal.
ADVERTISEMENT
Hal ini disampaikan Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia dalam acara daring "Komunitas Muslim dan Budaya Makanan Halal di Amerika Serikat," Kamis (21/3).
Riset yang dilakukan oleh Dr. Abdelhadi Halawa itu berjudul "Akulturasi Makanan Halal menjadi Budaya Makanan Amerika". Ia menemukan bahwa warga non-muslim di AS menganggap makanan halal sebagai makanan yang natural, asli, etis, sehat, dan higienis.
Muslim di Amerika menjalankan Ramadan Foto: REUTERS/Amr Alfiky
Dalam acara tersebut, Sururoh Tullah Uthman, peserta program pertukaran Community Engagement Exchange (CEE), turut membagikan pengalamannya tinggal di AS.
"Aku sebagai muslim di AS nggak pernah merasa terdiskriminasi, orang berkerudung juga banyak di mana-mana. Meski nggak semua berpuasa, tapi hebatnya mereka sangat menghargai orang yang berpuasa," ungkap perempuan yang akrab disapa Ruru itu.
ADVERTISEMENT
Selama tinggal di Washington DC, Ruru juga tidak pernah merasa kesulitan mencari makanan halal. Ia menemukan banyak toko daging dan restoran bersertifikasi halal.
Senada dengan riset Dr. Abdelhadi, Ruru mengaku banyak orang non-muslim AS yang ikut memenuhi restoran halal.
"Jangan dibandingkan dengan Indonesia, jumlah restoran dan truck halal di AS memang masih sedikit dan lebih mahal. Tapi sekarang sudah tumbuh dan kami sangat bersyukur. Kami bisa makan dengan merasa aman," tambahnya.
Warga muslim melaksanakan salat tarawih di Times Square, New York City, Amerika Serikat, Minggu (10/3/2024). Foto: Adam Gray / AFP
Saat ditanya soal ruang ibadah untuk salat, Ruru merasa tak ada kesulitan.
"Di kampus dan kantor biasanya ada prayer room untuk gabungan semua agama. Tapi bisa salat di taman, dan itu sangat normal nggak ada larangan. Atau bisa juga salat di mobil."
ADVERTISEMENT
"Di sini kita harus open minded karena AS bukan negara muslim, jadi harus memaklumi kalau kita bisa salat dengan cara apa pun," tambahnya.
Menyambut perayaan 75 tahun hubungan AS-Indonesia tahun ini, Kedubes AS berupaya untuk meningkatkan pemahaman tentang keberagaman dan kebebasan beragama. Pengalaman Dr. Abdelhadi dan Ruru diharapkan dapat menjadi kisah inspiratif keberagaman di AS.