“Rizieq Beri Tiga Jempol untuk Jokowi”

28 Mei 2018 12:31 WIB
Jokowi bertemu Alumni 212 di Bogor (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi bertemu Alumni 212 di Bogor (Foto: Dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT
Potret buram itu tersebar akhir April lalu. Berlatar area dalam masjid, tampak Presiden Joko Widodo melenggang bersama enam orang lainnya. Semua berpakaian putih, lengkap dengan kopiah masing-masing.
ADVERTISEMENT
Enam orang yang mengelilingi Jokowi itu yakni Ketua Parmusi Usamah Hisyam, Sekjen Forum Umat Islam Al Khaththath, Ketua Umum Front Pembela Islam Sobri Lubis, Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif, Ketua GNPF Ulama Yusuf Martak, dan Abah Raodl Bahar dari Majelis Az Zikra.
Seluruhnya adalah pentolan Aksi 212 yang tergabung dalam Tim 11 Ulama Alumni 212. Dari foto itu kemudian diketahui, ada pertemuan antara Jokowi dengan enam orang perwakilan Alumni 212. Pertemuan yang menjadi tanya bagi banyak orang.
“Tidak ada kesepakatan itu (pertemuan) tertutup atau terbuka,” ujar Usamah Hisyam di kantornya, Jagakarsa, Jakarta, Rabu (9/5).
Ia sempat bertanya kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno perihal juru bicara dalam konferensi pers usai pertemuan itu.
ADVERTISEMENT
“Mensesneg bilang, ‘Nggak ada wartawan, Pak Usamah’. Cuma kemudian karena berita itu nggak kita sebarin, tapi tiba-tiba muncul fotonya, jadi rame--kesannya tertutup,” tuturnya.
Pertemuan Alumni 212 dan Jokowi tidak tercipta secara tiba-tiba. Ia memiliki latar kisah yang panjang membentang dan tujuan yang jelas. Di situ, Usamah Hisyam, Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) berperan penting menjembatani Presiden Jokowi dan Habib Rizieq Syihab.
Berikut petikan perbincangan kumparan bersama Usamah Hisyam di kantornya, Obsession Media Group.
Anda disebut berperan dalam menciptakan pertemuan di Istana Bogor akhir April. Bagaimana awal mulanya?
Saya yang mediasi. Saya ada di Tim 11 Ulama. Kebetulan juga saya punya story sendiri sama Pak Jokowi. Saya kan dulu koordinator perjalanan umrah beliau, tahun 2014, waktu mau Pilpres.
ADVERTISEMENT
Jadi, di tahun 2014 itu saya salah satu Ketua Parmusi. Pak Bachtiar Chamsyah--mantan Menteri Sosial--Ketua Umum Parmusi. Parmusi rapat dengan seluruh pengurusnya, se-Jabodetabek, dan para ustaz-ustaz memutuskan untuk mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden, sebagaimana ormas Islam lainnya.
Saya interupsi, saya menentang. Saya bilang “Siapa Saudara-saudara sekalian yang hadir di sini--termasuk ketua umum, sekjen, ustaz semuanya--yang yakin bahwa pada tanggal 9 Juli nanti yang terpilih sebagai presiden adalah Prabowo?” Nggak ada yang berani jawab.
Saya minta Parmusi sebagai organisasi tidak memberikan dukungan pada siapa pun. Ya netral, tapi orang per orang silakan dukung.
Kalau nanti semuanya memusuhi Jokowi, kemudian Jokowi terpilih, tentu dia akan mengalienasi ormas Islam. Padahal dalam konsep kebernegaraan, Islam harus dekat juga dengan kekuasaan dalam rangka memengaruhi.
Usamah Hisyam dan Presiden Jokowi (Foto: Dok. usamahhisyam.com)
zoom-in-whitePerbesar
Usamah Hisyam dan Presiden Jokowi (Foto: Dok. usamahhisyam.com)
Saya bilang, “Saya mohon izin, saya akan dukung Jokowi. Dan ketika Jokowi jadi (presiden), akan saya pengaruhi kebijakan-kebijakannya agar islami.”
ADVERTISEMENT
Saya berusaha untuk mengakses terus kan, sampai saya pengaruhi (Jokowi) berangkat umrah. Jadi saya yang mengajak dia umrah bersama (Ketua Partai NasDem) Pak Surya Paloh.
Nah, keberadaan saya, perkenalan saya di lingkaran Jokowi ketika itu sampai hari ini, dalam rangka memengaruhi kebijakannya agar tidak memusuhi Islam, dan sangat bagus kalau bisa memihak pada umat Islam.
Saya sadar itu sesadar-sadarnya. Saya tidak pernah berada di lingkaran kekuasaan Jokowi, tidak pernah. Tapi kalau saya minta waktu, pasti dikasih, karena saya yang mimpin doa waktu di umrah.
Oleh sebab itu, ketika ada berbagai kasus (kriminalisasi ulama) ini, saya memainkan peran. Untuk bisa diterima oleh Jokowi itu (butuh waktu) satu tahun. Dari bulan Juli 2017, awal Ramadhan, dari pembebasan Al Khaththath-lah.
ADVERTISEMENT
Saat itu Sekjen Forum Umat Islam Al Khaththath ditahan di Polda Metro Jaya karena diduga terlibat pemufakatan makar pada 31 Maret 2017.
Rizieq di Ruang Sidang (Foto: Reskrimsus.metro.polri.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Rizieq di Ruang Sidang (Foto: Reskrimsus.metro.polri.go.id)
Apa saja isi pertemuan di Istana Bogor?
Ada empat konten. Pertama, syariat Islam harus dapat ditegakkan di lingkungan umat Islam dalam rangka (menjaga) NKRI. Karena Ketuhanan Yang Maha Esa itu memberikan jaminan kepada semua umat beragama.
Sekarang ini banyak terjadi, kalau kita bicara syariat Islam, seakan-akan kita anti-NKRI, seakan-akan kita mau mendirikan negara Islam, seakan-akan kita antitoleransi. Ini saya sampaikan ke Presiden. “Atas dasar itu Bapak Presiden, kami ulama ini, datang kemari untuk menjelaskan masalah ini.”
Nah, karena harus ada kebebasan kepada Tuhan, beragama, apalagi setelah Reformasi, maka tidak boleh terjadi kriminalisasi. Ruang dakwah harus dibuka seluas-luasnya bagi agama apa pun, termasuk Islam.
ADVERTISEMENT
Kedua, tidak boleh terjadi kriminalisasi kepada ulama. Ketiga, Habib Rizieq bisa kembali ke Indonesia tanpa ada penahanan, untuk menciptakan situasi keamanan yang diperlukan.
Keempat, aset-aset negara terutama BUMN jangan diberi pada aseng asing, dan kebijakan untuk menegakkan ekonomi umat harus dilakukan.
Massa membawa poster Rizieq Syihab. (Foto:  AFP/Jewel Samad)
zoom-in-whitePerbesar
Massa membawa poster Rizieq Syihab. (Foto: AFP/Jewel Samad)
Apakah pertemuan dengan Presiden atas permintaan Habib Rizieq?
Oh nggak, saya yang selalu inisiasi. Beliau nggak pernah minta, sudah di Mekkah. Waktu 27 Juli saya ketemu Pak Jokowi untuk membebaskan Al Khaththath, bahwa dia tidak makar, ini fitnah, ini kriminalisasi.
Jokowi ketika itu nggak paham ada penangkapan Al Khaththath. Dia cuma tahu ada ulama yang ditangkap, dilaporkan ke Kepolisian karena mau melakukan makar.
Setelah saya jelaskan (masalah) makarnya itu, dia ketawa. “Mana bisa saya digulingkan,” katanya.
ADVERTISEMENT
Mengapa sampai harus menemui Presiden?
Saya juga kan nggak tahu nih permainannya di aparat, permainan pemerintah ini, negara ini. Tetapi yang pasti kita maunya kan temen-temen ini bebas. Keinginan kita kan itu. Kita nggak tahu permainan di antara mereka sendiri, kita kan nggak paham itu situasi kondisinya.
Jadi yang penting kita ingin para ulama ini bisa menikmati udara kebebasan. Dalam konteks Habib Rizieq, itu tidak pernah kita bicara-bicara yang terkait tentang SP3. Tetapi selalu memberikan penjelasan yang balance.
Termasuk waktu hari Ahad (pertemuan di Istana Bogor) itu. Kami memberikan masukan agar Presiden tidak menerima laporan hanya dari satu pihak, dari aparat. Karena Presiden mengatakan berkali-kali tidak mau ikut campur, tidak pernah mau mengintervensi hukum, selalu begitu.
ADVERTISEMENT
Setiap ketemu saya, selalu begitu. Empat mata nih, sebelum pertemuan bersama. “Pak Usamah saya kan nggak bisa intervensi hukum, dan saya tidak mau intervensi hukum.” Dia selalu mengatakan itu.
Apakah ada kaitan SP3 kasus Rizieq dengan pertemuan Bogor itu?
Saya kira proses hukum itu memang sudah berjalan lama. Mungkin sudah lama itu (kasus) di-ini (SP3), tapi tidak diumumin. Mungkin. Karena memang tidak ada cukup bukti gitu ya, gitu lho. Jadi proses hukum SP3 itu sudah lama. Dia sudah tahu ini nggak ada kasus hukum, tetapi SP3-nya nggak diumumkan.
Perjalanan Rizieq Syihab (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Perjalanan Rizieq Syihab (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Ada lobi-lobi sebelum (kasus Rizieq di-SP3) bulan Februari?
ADVERTISEMENT
Oh iya, itu ada. Semuanya. Tim hukum kan bekerja terus. (Saya) dari sejak Juli, Agustus, September, Oktober, November, Desember. Saya sendiri ketika itu diterima terakhir kali bulan Desember tanggal tujuh.
Saya lima kali (bertemu Jokowi) di 2017. Tambah kemarin, jadi tujuh kali karena sebelum tanggal 22 April itu kan saya bertemu (lebih dulu). Tujuh kali.
Bagaimana respons pemerintah selama lobi-lobi berlangsung?
Sejak bulan Juli, Presiden di depan saya menginstruksikan Mensesneg untuk menuntaskan semua kasus hukum. Bahasanya, “Coba Pak Pratik, hubungi Kapolri, sampaikan bahwa ada keinginan dari Presiden untuk menyelesaikan kasus hukum para ulama ini.”
Dia (Jokowi waktu pertemuan empat mata pada 19 April dengan Usamah) cuma bilang, “Saya, dari hati kecil saya yang paling dalam Pak Usamah, tidak ada benci atau memusuhi Habib Rizieq sama sekali. Saya tidak pernah ada masalah sama sekali dengan Habib Rizieq.”
ADVERTISEMENT
Setelah 19 April bertemu itu, malamnya saya WhatsApp Habib Rizieq. Saya sampaikan ucapan-ucapan (Jokowi) itu. (Responsnya) jempol. Tiga jempol. Dikasih tiga jempol sama Habib Rizieq.
Kalau pertemuan dengan Rizieq bagaimana? Apa pesannya?
Sejak bulan Juli tahun lalu, Pak Rizieq sih menyambut baik upaya-upaya saya, inisiasi saya untuk melakukan rekonsiliasi. Terbukti setiap saya komunikasi kan lancar sama beliau melalui WhatsApp.
Habib Rizieq mengetahui, merestui segala macem. Pak Rizieq hanya bilang, “Pak Usamah, pertemuan dengan Presiden ini penting. Supaya kita bisa tahu sikap langsung Presiden. Selama ini kita hanya tahu sikap-sikap aparat, pejabat-pejabat di bawah Presiden. Kita pengin tahu sikap Presiden. Jadi pertemuan ini penting.”
Rizieq Syihab dalam Aksi 212. (Foto: kumparan/Fanny Kusumawardhani)
zoom-in-whitePerbesar
Rizieq Syihab dalam Aksi 212. (Foto: kumparan/Fanny Kusumawardhani)
Presiden pernah bertemu langsung dengan Rizieq?
ADVERTISEMENT
Oh, nggak pernah.
Selalu lewat perantara, termasuk Anda?
Iya.
Slamet Maarif bilang, Presiden di akhir pertemuan Bogor mengatakan akan memanggil Polri?
Iya, untuk menyampaikan keluhan (kriminalisasi) ulama itu. Jadi Presiden di akhir pertemuan memang bilang, “Nanti akan saya sampaikan kepada Kapolri. Sekarang kan saya sudah punya bahan dari dua pihak. Supaya balance.”
Saya menyampaikan waktu itu, kalau saja kriminalisasi ulama ini bisa diselesaikan oleh Presiden. Ada political will untuk menyelesaikan seluruh masalah hukum ini, ya kami menginginkan Habib Rizieq kembali ke Indonesia bulan Ramadhan.
“Semua” berarti bukan cuma kasus Rizieq?
ADVERTISEMENT
Iya, yang kami perjuangkan itu semuanya. Cuma yang jadi sorotan kan kasus Rizieq. Yang belum di-SP3 ya Rizieq, Bachtiar Nasir, Al Khaththath, Munarman, Alfian Tanjung, Jonru, Asma Dewi. Ada beberapa nama, 12 nama kalau nggak salah.
Jadi gini, proses hukum itu dilakukan terus oleh tim advokat day to day dari sejak tahun lalu sampai kemarin. Berlangsung terus proses hukum semuanya, sampai kemudian bulan Februari sudah ini (SP3).
Mungkin (pertemuan Jokowi dan Alumni 212 Bogor) momentum untuk mengumumkan SP3 itulah.
Jadi begini, proses hukum sama proses politik itu memang nggak bisa (dipisah). Harus jalan berbarengan, supaya tidak ada bias.
Saya melihatnya itu proses hukumnya memang sudah berjalan, bahkan mungkin sudah tuntas, jauh sebelum kami ketemu Presiden. Mungkin dia sudah tahu di-SP3, kemudian dia simpen lagi untuk check and balances ya.
Rizieq di Pusaran Massa 212 (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rizieq di Pusaran Massa 212 (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Rizieq dengan Kapolri berhubungan baik?
ADVERTISEMENT
Habib Rizieq cerita sama saya, sudah kenal Tito sejak (Tito) berpangkat kapten. Sudah dalam beberapa kasuslah. Pak Rizieq kan pernah ditahan dua kali.
Ada utusan lain yang menjembatani Jokowi-Rizieq selain Anda?
Saya saja. Saya bisa karena saya yang mimpin doa di umrahnya (Jokowi). Ada hubungan emosional.
Kalau utusan Jokowi ke Habib Rizieq? Nggak tahu saya. Utusan aparat mungkin, intelijen BIN. Pejabat-pejabat BIN, mungkin.
------------------------
Ikuti rangkaian kisah Menjinakkan Rizieq di Liputan Khusus kumparan.