Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Rusia dan Prancis Serukan Gencatan Senjata di Pertempuran Nagorno-Karabakh
13 September 2022 18:40 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Pertempuran yang kembali meletus antara Armenia dan Azerbaijan pada Selasa (13/9) di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh menuai keprihatinan masyarakat internasional.
ADVERTISEMENT
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, dirinya akan melakukan segala upaya yang ia bisa untuk membantu meredakan bentrokan antara Armenia dan Azerbaijan.
Pernyataan Putin disampaikan oleh juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, dalam sebuah konferensi pers. Sebelumnya Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan sempat menelepon Putin untuk melaporkan eskalasi konflik yang terjadi.
“Sulit untuk melebih-lebihkan peran Rusia, dan peran Putin secara pribadi dalam memediasi antara kedua negara,” kata Peskov, seperti dikutip dari Reuters.
“Presiden melakukan segala upaya untuk berkontribusi pada de-eskalasi ketegangan di perbatasan. Upaya ini terus berlanjut,” imbuhnya.
Setuju dengan Rusia, Prancis Dukung Gencatan Senjata di Nagorno-Karabakh
Dilaporkan oleh Pashinyan di hadapan parlemen Armenia, upaya gencatan senjata telah dilakukan hari ini dan ditengahi oleh Moskow.
ADVERTISEMENT
Namun kesepakatan itu goyah dalam waktu kurang dari satu jam, meski intensitas pertempuran telah berkurang dibandingkan saat dini hari sebelumnya.
Upaya Putin untuk menengahi konflik antara Armenia-Azerbaijan juga didukung oleh Prancis. “Prancis akan mengangkat topik bentrokan antara Armenia dan Azerbaijan di Dewan Keamanan PBB,” lapor kantor pemerintahan Presiden Emmanuel Macron.
“Macron terus mendesak kedua belah pihak untuk tetap berpegang pada gencatan senjata,” imbuhnya.
Kemudian, Armenia juga melaporkan sedikitnya terdapat 49 prajurit yang gugur dalam bentrokan di sepanjang perbatasan dengan Azerbaijan hari ini.
“Untuk saat ini, kami memiliki 49 pasukan tewas dan sayangnya itu bukan angka yang terakhir,” kata Pashinyan kepada parlemen, seperti dikutip dari AFP.
Pertempuran tersebut tercatat sebagai yang terburuk sejak 2020. Kala itu, kedua belah pihak saling melakukan serangan dan mengakibatkan sebanyak lebih dari 6.500 orang tewas. Pertempuran sempat berakhir dengan gencatan senjata yang diinisiasi Rusia.
ADVERTISEMENT