RUU PKS Ganti Nama Jadi RUU TPKS, Ini Pertimbangan Panja DPR

7 September 2021 14:33 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa aksi mengenakan masker bertuliskan 'Sahkan RUU P-KS' saat aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/9/2019). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Massa aksi mengenakan masker bertuliskan 'Sahkan RUU P-KS' saat aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/9/2019). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Panitia Kerja (Panja) DPR mengubah nama Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya menyampaikan, RUU tentang PKS merupakan usul inisiatif Baleg yang sudah disetujui masuk dalam Prolegnas Tahun 2021 pada 14 Januari 2021.
Pada Senin (30/8) Baleg mendengarkan pemaparan tim ahli atas penyusunan draf awal RUU PKS yang terdiri atas 11 bagian atau bab dan 40 pasal setelah sebelumnya telah dilakukan pembahasan dalam lima kali rapat dengar pendapat umum (RDPU).
Tim Ahli Baleg DPR RI Sabari Barus kata ‘Penghapusan’ di dalam draf RUU tentang PKS dihapus dan diganti dengan ‘Tindak Pidana’. Tim Ahli Baleg beralasan menggunakan frasa itu karena mengambil pendekatan hukum bahwa kekerasan seksual merupakan Tindakan Pidana Khusus.
Anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna ke-14 Masa Persidangan III 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/5). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
“Dari aspek judul, sesuai dengan pendekatan, maka kekerasan seksual dikategorikan sebagai tindak pidana khusus. Sehingga judul sebaiknya menjadi RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” ungkap Barus dikutip dari website DPR, Selasa (7/9).
ADVERTISEMENT
Sebab, kata ‘ Penghapusan’ juga terkesan sangat abstrak dan mutlak. Karena penghapusan berarti hilang sama sekali. Ini sesuatu yang mustahil dicapai di dunia ini.
Lebih lanjut, Barus mengatakan bahwa penggunaan judul itu justru akan lebih memudahkan penegak hukum dalam melakukan tugasnya menentukan unsur pidana terhadap pelaku kekerasan seksual.
Termasuk pula, judul tersebut dinilai lebih mudah bagi penegak hukum menentukan ancaman hukuman yang memberatkan pelaku. Adapun draf awal ini berisi 11 bab yang terdiri atas 40 pasal, meliputi ketentuan umum hingga penutup.
“Bab I berisi Ketentuan Umum. Yang perlu kami sampaikan, paling tidak dua hal, sebagai pemantik dalam mengenal RUU ini yaitu definisi Kekerasan Seksual itu sendiri serta definisi Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Dalam pemaparan Barus, dituliskan bahwa Kekerasan seksual memiliki definisi: setiap perbuatan yang bersifat fisik dan/atau non fisik, mengarah kepada tubuh dan/atau fungsi alat reproduksi yang disukai atau tidak disukai secara paksa dengan ancaman, tipu muslihat, atau bujuk rayu yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, dan kerugian secara ekonomi.
Sementara, definisi Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam draf RUU ini adalah: segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Kemudian, pada Bab II RUU ini mengatur tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dituliskan, ada lima jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Ada lima jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang diatur dalam setiap pasalnya. Pertama, jenis tindak pidana yaitu pelecehan seksual diatur dalam Pasal 2. Kedua, pemaksaan memakai alat kontrasepsi pada Pasal 3.
ADVERTISEMENT
"Ketiga Pemaksaan Hubungan Seksual pasal 4. Keempat, eksploitasi seksual itu di pasal 5. Dan Kelima, Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disertai dengan perbuatan pidana lain di pasal 6,” jelasnya.

Pembahasan Masih Dinamis

Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya. Foto: DPR RI
Ketua Panja, Willy Aditya, mengatakan meski sudah berganti nama, namun saat ini RUU TPKS berupa draf awal yang masih membutuhkan masukan di tahap-tahap selanjutnya.
Willy mengungkapkan sejak awal tahun 2021, pihaknya mengadakan rapat dengar pendapat dengan berbagai pemangku kepentingan, yakni kelompok pendukung maupun penolak. RUU TPKS terjadi beberapa perubahan redaksi dan materi sebagai bagian dari dialektika agar pembahasan RUU ini terus mengalami kemajuan.
"Kenyataan bahwa lahirnya judul dan materi baru ini mendapatkan kritik dari sejumlah kelompok, cukup disadari dan bisa dimaklumi," kata Willy dalam rilisnya, Senin (7/9).
ADVERTISEMENT
Willy menambahkan munculnya kritik baru justru memperlihatkan bahwa RUU ini telah mengalami kemajuan yang berarti dan terjadi dialog selama proses pembahasannya. Ke depan ia berharap adanya titik temu agar RUU ini dapat segera disahkan.
Wakil Ketua Baleg DPR ini menuturkan pembahasan sebuah RUU bukan mencari siapa yang menang dan kalah. Dia pun berharap semua pihak sepakat fenomena kekerasan seksual sudah sangat meresahkan. Lalu, kata dia, bukan hanya melindungi korban yang penting namun juga memperhatikan perkembangan korban di masa depan.
"Adapun terhadap perbedaan-perbedaan lainnya, yang paling dibutuhkan adalah langkah-langkah dialog dengan hati dan pikiran terbuka," kata dia.
Terkait sejumlah pasal yang dihapus dalam draf RUU TPKS, Willy menjelaskan tim ahli sudah mempelajarinya dengan melihat beberapa UU yang ada seperti RUU KUHP, Perkawinan dan KDRT, serta UU lainnya.
ADVERTISEMENT
"Prinsipnya apa yang sudah termaktub di dalam UU itu kita tidak bahas disini (RUU TPKS)," jelasnya.
Jika ada kritikan terhadap hal itu, Willy tak mempermasalahkannya. Sebab, kata Willy, niat dan tujuan dari RUU ini didedikasikan untuk kebaikan bagi seluruh rakyat. Namun, alangkah lebih baik jika semua didialogkan.
"Dialog untuk kemaslahatan kita bersama. Jangan saling caci maki, jangan saling tuding tidak pancasilais dan sebagainya," tutup Willy.