Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
RUU Polri-RUU MK Bentuk Terima Kasih Pemerintah Usai Pemilu? Ini Kata Mahfud
30 Mei 2024 17:17 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Sejumlah revisi undang-undang tengah bergulir di DPR. Mulai dari RUU Polri, RUU TNI, hingga RUU Mahkamah Konstitusi.
ADVERTISEMENT
Sebagian pihak menilai, RUU ini digulirkan DPR di ujung masa jabatan merupakan bentuk terima kasih pemerintah atas "penyelenggaraan" Pemilu 2024.
"Itu bisa juga dilihat dalam kerangka itu meskipun sebenarnya itu bisa juga dilihat positifnya," kata eks Menko Polhukam Mahfud MD, dikutip dari YouTube Mahfud MD Official, Kamis (30/5).
Mahfud mengatakan, pernah berdiskusi dengan Prabowo sewaktu masih berada di pemerintahan. Keduanya sedang ada di sebuah acara di Senayan, tak lama setelah judicial review UU TNI ditolak MK. Mereka lalu melihat para jenderal yang masih gagah, tapi sudah akan memasuki masa pensiun.
"Lalu timbul pikiran, diskusi kecil, gimana kalau usia itu diperpanjang agar kita tidak mubazir, mencetak jenderal itu tidak mudah. Itu diskusinya kalau mau lihat positifnya," kata Mahfud.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana respons Prabowo atas diskusi ini?
Perpanjangan Masa Tugas Anwar Usman
Sedangkan untuk RUU MK, ada perubahan aturan yang membuat ipar Presiden Jokowi sekaligus paman Gibran, Anwar Usman, bisa menjabat lebih lama sebagai hakim konstitusi.
Mahfud menjelaskan, di aturan sebelumnya, masa tugas hakim ialah 15 tahun sepanjang tidak lebih dari usia 70 tahun. Tapi, aturan yang sekarang direvisi, tidak ada aturan 15 tahun.
"Artinya sekarang Pak Anwar Usman itu mendapat masa jabatan 15 tahun 11 bulan. Seharusnya dia itu kalau 15 tahun sudah habis pada akhir 2025, tapi dia akan habis 2026. Karena kalau 15 tahun sudah habis 2025. 2026 dia sudah 70 [tahun]. Dia milih 70 [tahun]-nya ada tambahan jabatan gitu," jelas Mahfud.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi Cincai dengan Koruptor
Mahfud yang juga eks cawapres itu menilai, pembuatan aturan untuk mengakomodir keinginan pengusaha kerap disebut sebagai rule by law. Bila semua ini dibiarkan akan bukan tidak mungkin para penjahat berkoalisi dengan koruptor.
"Akan terjadi sentralisasi kekuasaan, mudah melakukan kontrol, terhadap aktivitas dan kritik-kritik masyarakat sipil, mudah juga melakukan cincai kolaborasi antara penjahat dan pejabat korup. Nanti akan ada orang yang jahat tinggal diatur aja pakai pasal ini, ada dasar hukumnya ini, dan seterusnya," jelas ahli hukum tata negara ini.
Beking Aparat
Mahfud mengatakan, tidak bisa dipungkiri ada kasus hukum yang dikaitkan dengan aparat, baik kejaksaan, KPK, maupun kepolisian. Paradigma adanya beking atau dijaga aparat tertentu masih saja ada.
"Ada uang enggak jelas, ada Rp 27 M misalnya, kasus uangnya ada, dikembalikan, tapi orangnya enggak diketahui, bagaimana pertanggungjawabannya orang suatu saat akan lupa, tuh," kata Mahfud merujuk pengembalian uang Rp 27 miliar oleh sosok misterius dalam kasus korupsi BTS.
ADVERTISEMENT
"Seperti yang disampaikan PPATK diduga ada aliran dana sekian ke parpol, tapi uangnya ada yang mengalir kasusnya enggak ada," lanjut Mahfud.