Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Saat Kepala BGN Bicara Tambahan Anggaran hingga Peluang Serangga Jadi Menu MBG
26 Januari 2025 6:30 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana berkomentar soal Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah dimulai di hampir semua kawasan di Indonesia. Ia menyinggung soal tambahan anggaran, pelibatan katering, hingga peluang serangga jadi menu di MBG.
ADVERTISEMENT
Seperti apa penjelasannya? Berikut kumparan rangkum.
BGN Minta Tambahan Dana Rp 100 Triliun untuk MBG
BGN membutuhkan tambahan dana sebesar Rp 100 triliun. Alasannya, Presiden Prabowo ingin MBG dilaksanakan secara cepat dan menjangkau seluruh provinsi di Indonesia.
“Pak Presiden menginginkan ada percepatan. Jadi Pak Presiden bertanya kepada Badan Gizi (Nasional), kalau dilakukan percepatan berapa dana yang dibutuhkan? Kami jawab Rp 100 triliun,” kata Dadan kepada wartawan, di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (25/1).
Dia menegaskan bahwa usulan tersebut terjadi karena Prabowo berharap MBG bisa menjangkau seluruh provinsi Indonesia pada September 2025. Saat ini, BGN telah memiliki dana sebesar Rp 300 triliun.
“Jadi bukan BGN yang mengajukan tambahan ya. Tapi karena Pak Presiden ingin melakukan percepatan, kemudian kalau mulai September berapa dana yang dibutuhkan? Kami jawab tambahan Rp 100 triliun. Ingat sekali lagi, Badan Gizi sudah punya Rp 300 triliun dan itu akan dilaksanakan,” tegas Akademisi IPB tersebut.
ADVERTISEMENT
Alasan MBG Belum Mencakup Semua Daerah: Infrastruktur dan Kesiapan Mitra
MBG sudah berjalan selama 3 pekan. Tapi ada beberapa daerah yang belum mendapat program itu.
Daerah itu antara lain Papua, Jambi, dan Bengkulu. BGN menyebut, mereka terkendala infrastruktur dan kesiapan mitra untuk kerja sama.
“(Alasannya) kesiapan infrastruktur dan kesiapan mitra yang akan melaksanakan. Jadi Anda harus tahu semua, bahwa sekarang itu semua program yang dilakukan oleh Badan Gizi sampai detik ini itu kontribusi mitra,” kata Dadan kepada wartawan, di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (25/1).
Dadan mengungkapkan rencana untuk membangun 1.542 pusat MBG di Tahun 2025 dengan anggaran sebesar Rp 6 triliun. Namun, rencana tersebut baru akan direalisasikan pada bulan Agustus.
Sementara anggota BGN belum berstatus PNS. Dadan mengatakan, akan memperjuangkan para pegawainya untuk menjadi P3K pada bulan April 2025.
ADVERTISEMENT
“Pegawai badan gizi ini masih belum PNS yang masih akan kami perjuangkan untuk menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian khusus atau PPPK yang baru akan keluar di bulan April,” ungkap dia.
BGN Pastikan MBG Tak Pakai Dana Zakat
Dadan mengatakan, tidak ada penggunaan dana zakat dalam MBG. Sejauh ini, anggaran masih bersumber dari APBN. Namun, ia menyebut, kemungkinan untuk membantu pembiayaan MBG, akan menggunakan APBD.
“Enggak (pakai zakat), sejauh ini kita tetap menggunakan dana APBN dan mungkin nanti ada beberapa kontribusi daerah dari APBD,” kata Dadan kepada wartawan, di Nusantara V, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (21/1).
Dadan melanjutkan, kontribusi dari anggaran APBD ini sifatnya sukarela. Jadi diperuntukkan bagi daerah yang memang mampu menyumbangkan sebagian anggarannya.
“(Pemberian APBD ini) yang memang mampu, yang memang secara sukarela berkontribusi dan kami arahkan untuk bekerja sama dengan badan gizi dalam pelayanan ini,” tutur Dadan.
ADVERTISEMENT
Alasan Kepala BGN Tidak Libatkan Katering Dalam Pembuatan Makan Bergizi Gratis
Sejauh ini, BGN tidak melibatkan katering untuk program MBG. Dadan takut, katering hanya mengejar keuntungan dan tidak memperhatikan kualitas.
“Karena kalau kami katakanlah 10 ribu, kemudian kontrak dengan satu warung Tegal, tolong buatkan makanan 10 dan kirim ke sekolah. Itu Ibu (dan) Bapak akan tahu apa yang diambil oleh katering itu pertama kali? Pasti keuntungan kan Keuntungan yang saya sebut tadi Rp 1.500 itu,” kata Dadan dalam Acara “Pria Berdaya Gerindra Berjaya”, Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (25/1).
Apalagi kalau bahan pokok sedang naik, Dadan mengatakan, jasa katering pasti akan berusaha menekan anggaran dengan mengurangi kualitas makanan.
“Nah, kemudian kalau harga bahan baku naik, apa yang akan dikurangi oleh pemilik katering? Bukan keuntungan kan, tetapi kualitas makanan. Nah itu yang kami tidak ingin,” sambung Dadan.
ADVERTISEMENT
Susu Belum Bisa Diberikan Serempak lewat Program MBG, 80% Masih Impor
Susu jadi salah satu menu utama MBG. Tapi, belum semua penerima MBG menikmati susu.
Alasannya, banyak susu yang masih impor.
“Kenapa susu tidak boleh diberikan serempak di seluruh Indonesia karena susu kita masih 80 persen impor. (Sedangkan) kami ingin susunya berbasis sumber daya lokal jadi jangan sampai program ini meningkatkan impor juga,” kata Dadan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (25/1).
Saat ini, menu susu dalam program MBG baru tersedia di daerah-daerah penghasil susu. Sementara daerah yang tidak menghasilkan susu, diganti dengan buah-buahan dan daun kelor.
Kepala BGN Buka Peluang Serangga Jadi Menu MBG di Beberapa Daerah
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan, misalnya ada daerah yang suka makan serangga. Kesukaan tersebut dapat dijadikan menu MBG di wilayah tersebut. Jadi tidak harus semua daerah memiliki sumber protein yang sama.
ADVERTISEMENT
"Menunya enggak kami tetapkan secara nasional. Di satu daerah banyak telur, lainnya ayam atau ikan. Variasinya berbasis sumber daya lokal. Dan mungkin aja ada satu daerah suka makan serangga, belalang, ulat sagu, bisa jadi bagian dari protein," kata Dadan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (25/1).
"Itu [serangga] salah satu contoh ya, kalau ada daerah-daerah tertentu yang terbiasa makan seperti itu, itu bisa menjadi menu di situ. Tapi itu contoh bahwa badan gizi ini tidak menetapkan standar menu nasional, tetapi menetapkan standar komposisi gizi," sambungnya.
Menurut dia, isi protein dalam MBG di berbagai daerah sangat tergantung potensi sumber daya lokal dan kesukaan lokal.
"Karena kalau di daerah yang banyak telur, ya telur lah mungkin mayoritas. Yang banyak ikan, ikan lah yang mayoritas, seperti itu. Sama juga dengan karbohidratnya, kalau orang sudah terbiasa makan jagung, ya karbohidratnya jagung," papar dia.
ADVERTISEMENT