Salah Kaprah Hak Angket DPR untuk KPK

28 April 2017 20:26 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rapat Paripurna DPR (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
DPR dituding melakukan serangan balik ke KPK lewat hak angket. Buktinya, ketok palu hak angket dilakukan dengan cepat. Padahal ada fraksi-fraksi yang tegas menolak hak angket. Fahri Hamzah yang menjadi pimpinan sidang tanpa ba bi bu langsung mensahkan hak angket untuk dilanjutkan.
ADVERTISEMENT
"Padahal hak angket dituliskan dalam Pasal 79 ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2014 bahwa hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Jelas, hak angket seharusnya ditujukan kepada pemerintah, bukan lembaga penegak hukum independen seperti KPK," kata peneliti PuKAT UGM Zaenur Rohman dalam keterangan pers, Jumat (28/4).
Hak angket ini menuai kontroversi disebabkan oleh KPK yang enggan membuka rekaman BAP Miryam S Haryani dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) beberapa waktu lalu. Rekaman tersebut diminta dibuka oleh anggota DPR lantaran Miryam disebutkan ditekan oleh anggota DPR untuk mencabut BAP.
ADVERTISEMENT
"Penggunaan hak angket yang salah alamat ini menunjukan bahwa tekanan politik menguat ketika KPK mengusut kasus e-KTP yang diduga melibatkan anggota dan pimpinan DPR. Pengalaman membuktikan serangan balik semakin gencar setiap KPK mengungkap kasus besar. Untuk menghambat pengungkapan korupsi e-KTP, serangan balik paling baru adalah melalui Hak Angket," beber dia.
PuKAT UGM menyampaikan beberapa sikap terkait hak angket yang dilakukan:
1. Menuntut paripurna DPR untuk menolak hak angket KPK
2. Menuntut DPR menghentingan intervensi politik yang menghambat kinerja KPK dalam mengungkap kasus e-KTP dan kasus lainnya.
3. Mendukung KPK untuk tidak tunduk terhadap intervensi-intervensi politik yang bertujuan untuk menghambat kinerja pemberantasan korupsi.