Salah Tangkap, Terpidana Mati Terlama Dunia Bebas setelah 46 Tahun Dipenjara

1 Oktober 2024 19:52 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Iwao Hakamada, pria Jepang yang mendekam di penjara selama 46 tahun menunggu eksekusi mati. Foto: STR / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Iwao Hakamada, pria Jepang yang mendekam di penjara selama 46 tahun menunggu eksekusi mati. Foto: STR / AFP
ADVERTISEMENT
Iwao Hakamada, seorang pria Jepang yang mendekam di penjara selama 46 tahun menunggu eksekusi mati, akhirnya dinyatakan tidak bersalah atas kasus pembunuhan yang mengguncang Jepang pada 1966.
ADVERTISEMENT
Hakamada, salah satu terpidana mati terlama di dunia yang menunggu eksekusi, kini berusia 88 tahun.
Ia dibebaskan setelah bukti baru menunjukkan dirinya menjadi korban salah tangkap dan dipaksa mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya.
Hideko Hakamada kakak dari terpidana mati Iwao Hakamada mengikuti aksi solidaritas terhadap Terpidana Mati Iwao Hakamada di luar Pengadilan Distrik Shizuoka, Jepang, Kamis (26/9/2024). Foto: PHILIP FONG/AFP
Kasus ini bermula ketika Hakamada, seorang mantan petinju, divonis bersalah atas pembunuhan bosnya, istri bosnya, serta dua anak remaja mereka.
Pada 1968, Hakamada dijatuhi hukuman mati atas tuduhan membunuh mereka dan membakar rumah keluarga tersebut.
Namun, selama hampir setengah abad di penjara, Hakamada bersikeras bahwa ia tidak bersalah, dan bahwa polisi memaksanya untuk mengaku melalui kekerasan fisik dan mental.
Pada 2014, setelah serangkaian upaya hukum dari tim pengacaranya, pengadilan memutuskan untuk menggelar ulang sidang dengan bukti baru yang meragukan putusan awal.
ADVERTISEMENT
Bukti kunci berupa pakaian yang diklaim dikenakan Hakamada saat kejadian dinyatakan telah dimanipulasi oleh penyidik. Pengadilan distrik Shizuoka dalam putusan akhirnya menyatakan pengakuan Hakamada diperoleh melalui interogasi brutal dan bahwa tiga barang bukti utama telah dipalsukan oleh pihak berwenang.
Hakim Koshi Kunii yang memimpin sidang ulang, mengungkapkan bahwa para penyidik dengan sengaja menodai pakaian tersebut dengan darah untuk mendukung tuduhan mereka.
Pengunjuk rasa membentangkan poster saat mengikuti aksi solidaritas terhadap Terpidana Mati Iwao Hakamada di luar Pengadilan Distrik Shizuoka, Jepang, Kamis (26/9/2024). Foto: PHILIP FONG/AFP
Ia juga menyoroti metode interogasi "tidak manusiawi" yang digunakan untuk memaksa Hakamada mengakui pembunuhan tersebut.
"Pengakuan ini dihasilkan dari penyiksaan fisik dan mental," tegas Hakim Kunii, seperti dikutip dari Guardian.
Selama bertahun-tahun, kasus ini menjadi sorotan sebagai simbol kelemahan dalam sistem peradilan Jepang, khususnya yang berkaitan dengan hukuman mati.
ADVERTISEMENT
Kasus Hakamada menarik perhatian aktivis HAM internasional yang mengkritik sistem "keadilan sandera" di Jepang, lantaran tersangka sering dipaksa mengaku melalui penahanan jangka panjang.
Meskipun jaksa awalnya kembali menuntut hukuman mati, pembebasan Hakamada memberikan harapan bagi para aktivis yang menuntut reformasi dalam sistem hukum Jepang.
Banyak pihak berharap bahwa pembebasan ini akan menjadi titik balik dalam perlakuan terhadap terpidana mati di negara tersebut.