Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Sarono, Kakek Pemecah Batu, Antar Anak Yatimnya ke Bangku Kuliah
29 Juli 2018 15:07 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Tak banyak orang yang mampu ataupun berani berbuat seperti Sarono (60). Meski usianya tak lagi muda, kakek yang berprofesi sebagai pemecah batu itu mau menolong anak-anak yatim, dan memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Sarono berkerja sebagai pemecah batu sejak tahun 1994. Penghasilannya tak menentu, kadang dia dibayar RP 5 hingga Rp 10 ribu untuk seperempat hingga satu karung batu.
Dia hidup di rumah kecil seukuran kontrakan di daerah Cipinang, Jakarta Timur, bersama dengan istrinya. Sarono tak memiliki anak.
Meski kehidupannya sederhana dan kondisi penglihatannya yang bermasalah, ia mampu membuktikan kalau keterbatasan bukanlah hambatan selagi memiliki niat yang mulia.
Sarono membiayai 75 anak yatim di daerah Cipinang, Jakarta Timur sejak 2005. Semua anak yatim Sarono tinggal di rumah keluarganya masing-masing. Sarono memberikan bantuan dalam bentuk biaya sekolah, uang saku dan transportasi. Rumah Sarono sendiri kecil seperti rumah kontrakan.
Anak-anak asuh Sarono ada yang masih bersekolah di PAUD hingga bangku SMK. Salah satu anak asuh Sarono bernama Bayu (10) kelas 5 SD. Selain dinafkahi kebutuhan sehari-harinya, Bayu mengaku kalau Sarono tak lupa mengajarkan ilmu agama.
"Saya diajarin salat dan ngaji oleh bapak," tutur Bayu.
ADVERTISEMENT
Hal senada juga dikatakan oleh anak asuh Sarono, Yuni (11). Yuni mengungkapkan kalau dirinya sangat menyayangi Surono dan ingin terus bersama beliau.
"Bapak yang mengajarkan saya salat, sedekah, dan ngaji,” katanya.
Bukan hanya pendidikan dasar dan menengah. Anak yatim asuhan Sarono juga ada yang mengenyam bangku perguruan tinggi. Ia bernama Ningrum (21), seorang mahasiswi Jurusan Bimbingan Konseling di Kampus Unindra, Jakarta Timur.
Ningrum menceritakan dia sudah menjadi anak asuh Sarono sejak duduk di bangku SMK. Melihat perjuangan Sarono menafkahi anak-anak asuhnya, membuat Ningrum termotivasi untuk meringankan beban bapak asuhnya itu. Dia memutuskan untuk mencari nafkah sendiri untuk membiayai kuliahnya.
"Dengan umur setua itu dan memiliki kekurangan, ia bekerja mencari nafkah sendiri. Hal itu menjadi motivasi saya sampai kuliah dan kerja juga," ujar Ningrum yang kini memasuki semester 4 di UNINDRA.
ADVERTISEMENT
Bagi Sarono, melihat anak-anak yatim asuhannya bisa sukses sudah memberikan kebahagiaan tersendiri. Meski hidup dalam keterbatasan ekonomi dan kondisi mata yang sudah rabun, tidak akan membuat Sarono menyerah.
“Saya hanya mengharap ridha Allah. Sepanjang saya masih bisa hidup di dunia, saya lakukan apa yang bisa saya lakukan untuk mereka," kata Sarono.