Sebelum Dibubarkan, FPI Sudah Kantongi Rekomendasi SKT dari Kemenag

30 Desember 2020 16:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Habib Rizieq Syihab berbicara kepada para pendukungnya saat tiba di bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Selasa (10/11). Foto: Fajrin Raharjo/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Habib Rizieq Syihab berbicara kepada para pendukungnya saat tiba di bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Selasa (10/11). Foto: Fajrin Raharjo/AFP
ADVERTISEMENT
Pemerintah menetapkan Front Pembela Islam (FPI) sebagai organisasi terlarang karena pengajuan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sebagai ormas tak diterima, dan kegiatan-kegiatan FPI dianggap pemerintah bertentangan dengan hukum.
ADVERTISEMENT
Padahal, FPI sudah memenuhi hampir seluruh persyaratan untuk memperpanjang SKT di Kemendagri yang habis pada 20 Juni 2019. Salah satunya rekomendasi Kementerian Agama.
Adalah Fachrul Razi, Menteri Agama saat itu yang menyatakan FPI berhak mengantongi izin lagi sebagai ormas. Rekomendasi Kemenag adalah salah satu dari 5 berkas yang masih kurang untuk bisa mendapatkan SKT.
Menteri Agama Fachrul Razi memimpin upacara Peringatan Hari Santri di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (22/10). Foto: Kemenag RI
Berikut 5 berkas yang harus dilengkapi FPI:
ADVERTISEMENT
Syarat nomor 5, rekomendasi Kemenag, keluar pada November 2019. Fachrul Razi mengaku pada awalnya sempat tidak suka dengan FPI. Salah satu alasannya terkait dengan kesetiaan kepada Pancasila.
"Bagaimana pun waktu itu saya tidak suka dengan FPI karena dua hal. Satu dia masih 'musyrik', ngungkit-ngungkit Pancasila. Kedua sering melanggar hukum," kata Fachrul pada 27 November 2019.
"Tapi sekarang mereka sudah secara resmi membuat hitam putih di atas meterai bahwa kami tidak akan meragukan Pancasila dan kami setia kepada Republik Indonesia. Dan kedua tidak akan melanggar hukum lagi," tutur Fachrul.
Atas hal itu, Fachrul Razi lalu mendorong Kemendagri agar izin FPI sebagai ormas terdaftar bisa diperpanjang.

Terganjal Kemendagri

Mendagri Tito Karnavian saat memberikan sambutan pada Kegiatan Webinar Pembekalan Pilkada Berintegritas Series 5. Foto: Kemendagri
Mendagri Tito Karnavian menyatakan masih ada persoalan yang mengganjal, yaitu terkait kata 'khilafah islamiah' dalam AD/ART FPI.
ADVERTISEMENT
"Di AD/ART itu di sana disampaikan bahwa visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan Islam secara kafah (sempurna/menyeluruh) di bawah naungan khilafah islamiah melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah, dan pengawalan jihad," ucap Tito.
Tito menyebut istilah khilafah islamiah sensitif. Jika maknanya terkait sistem negara, jelas bertentangan dengan prinsip NKRI.
Merespons itu, Fachrul Razi memastikan AD/ART FPI yang ada visi khilafah islamiah berbeda dengan organisasi lain yang sudah dibubarkan yaitu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Toh, kata Fahrul, FPI sudah menyatakan setia pada NKRI dan Pancasila, serta berkomitmen untuk tidak melanggar hukum.
Seorang anggota Front Pembela Islam (FPI) menghadiri protes anti Israel di luar kedutaan besar AS di Jakarta pada 31 Desember 2008. Foto: AFP/ADEK BERRY
"Kami tanya penjelasannya itu, yang dimaksud beda dengan HTI. Setelah kita baca, berbeda dengan HTI," jelas Fachrul.
Selain istilah khilafah islamiah, Tito mempermasalahkan makna dakwah FPI yang disebut hisbah, yang tak dirinci artinya. Menurutnya, dakwah FPI itu kadang dimaknai sweeping.
ADVERTISEMENT
Mantan Kapolri itu mencontohkan FPI pernah sweeping atribut-atribut Natal jelang perayaan Natal 25 Desember. Kemudian aksi sweeping lain yang diwarnai perusakan.
"Ada perusakan tempat hiburan, dan lain-lain dalam rangka penegakan hisbah. Nah, ini perlu diklarifikasi, karena kalau itu dilakukan, bertentangan sistem hukum Indonesia," tutur eks Kapolda Metro Jaya itu.
"Enggak boleh ada ormas yang melakukan penegakan hukum sendiri. Harus ada instansi penegak hukum yang melakukannya," lanjutnya.
Menteri Dalam Negeri RI Tito Karnavian. Foto: Kemendagri RI
Tak hanya makna hisbah, Tito juga mempertanyakan makna jihad dalam AD/ART FPI, karena jihad itu bisa dimaknai beragam, termasuk aksi bom oleh teroris juga diklaim sebagai jihad.
"Jangan sampai yang di grassroot menyampaikan, 'Oh, (maknanya) qital (Bahasa Arab: perang), berarti kita boleh melakukan aksi amaliah dalam bahasa sana, kelompok situ. Tapi dalam pemahaman sehari-hari ya serangan teror gitu," beber Tito.
ADVERTISEMENT
Berlarut-larut kajian di Kemendagri ternyata berujung pada pelarangan FPI sebagai ormas. Keputusan itu dipertanyakan ormas Muhammadiyah mengapa baru diumumkan sekarang, padahal SKT sudah habis 20 Juni.
"Jadi, sebenarnya Pemerintah tidak perlu membubarkan karena secara hukum sudah bubar dengan sendirinya. Cuma masalahnya kenapa baru sekarang?" ucap Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti.
"Yang penting Pemerintah berlaku adil. Jangan hanya tegas dan keras kepada FPI, tapi membiarkan ormas lain yang tidak memiliki SKT atau melakukan kegiatan yang meresahkan. Tegakkan hukum dan keadilan untuk semua," imbuhnya.