Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku kesulitan untuk menapaki koalisi dengan Kubu Presiden Joko Widodo di Pilpres 2019. SBY menyebut kendala terbesar adalah hubungannya dengan Megawati Soekarnoputri yang belum harmonis.
ADVERTISEMENT
"Karena melihat realitas hubungan dengan Ibu Mega masih belum pulih, masih ada jarak di situ," ujar SBY di kediamannya, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (25/7).
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Zaenal Budiono menilai, ungkapan yang dinyatakan SBY tersebut bukanlah barang baru. Dia juga menyebut koalisi yang dibangun atas emosi subjektif dari pemimpin parpol mendera perpolitikan di Indonesia.
"Dalam konteks koalisi ada dasar ideologi, elite dan pragmatis. Saya lihat di Indonesia atas dasar elite. Jadi kalau elitenya bermasalah, koalisinya agak bermasalah," jelas Zaenal saat dihubungi kumparan, Kamis (26/7).
Menurut Zaenal, hubungan SBY dan Mega memang sudah membeku dari dulu. Sejumlah upaya mendamaikan keduanya, kata dia, telah diupayakan meski nihil. Oleh sebab itu, pernyataan SBY tersebut dapat diterjemahkan sebagai upaya untuk membuka kesempatan untuk mendamaikan keduanya kembali.
ADVERTISEMENT
"Kalau kita lihat kan SBY sering muncul dalam narasi seperti itu. Kalau sekarang bolanya di mana? Apakah di Megawati?," tembahnya.
Lantas, memang ada apa antara SBY dan Mega?
Ini bermula 15 tahun lalu, di tahun 2003. Kala itu Mega menjabat sebagai Presiden dan SBY merupakan Menteri Koordinator Politik dan HAM (Menkopolhukam). Aroma konflik mulai mengemuka saat SBY sering tampil di layar kaca terkait program sosialisasi Pemilu 2004.
Persoalannya, SBY selalu menyangkal saat ditanya Mega soal pencalonan diri sebagai Presiden pada Pilpres 2004. Di hadapan para wartawan, SBY juga menyatakan bahwa dirinya tengah berkonsentrasi menjalankan tugas sebagai menteri.
Kala itu, SBY jelas bukan satu-satunya menteri kabinet yang ditanya demikian oleh Mega. Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra juga tak luput dengan pertanyaan seperti itu.
ADVERTISEMENT
Maklum, sebagai Presiden yang hendak kembali berlaga pada Pemilu 2004, Mega merasa perlu tahu apakah di antara menterinya ada yang hendak maju dan berkompetisi dengannya.
Sebab sudah terlanjur curiga dengan SBY, Mega pun diam-diam mengucilkan SBY dari kabinet. Dalam pembahasan tentang Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kampanye Pejabat Tinggi Negara, Mega bahkan tak melibatkan SBY.
Menyadari sikap Mega yang kian berubah, SBY akhirnya mengirim surat kepada Mega. Isinya berupa konsultasi tentang tugasnya sebagai Menko Polkam. Namun, Mega tak membalas surat tersebut.
Puncaknya, SBY mengirim surat pengunduran diri kepada Megawati pada 11 Maret 2004. Usai mengundurkan diri, SBY mulai gencar berkampaye untuk Partai Demokrat di sejumlah daerah.
"Perang mulut" antara dua kubu itu pun dimulai. Suami Megawati, almarhum Taufiq Kiemas, pernah menyebut SBY, "Jenderal kok kayak anak kecil".
Ya, SBY pada akhirnya memang benar-benar menjadi capres. Dia berpasangan dengan Jusuf Kalla menjadi peserta Pilpres 2004. Saat itu, Mega juga mencalonkan diri ditemani Hasyim Muzadi.
ADVERTISEMENT
Dalam pesta demokrasi langsung pertama di Indonesia itu, Mega rupanya dikalahkan oleh SBY. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat bahwa SBY memperoleh 60,62 persen suara, angka itu jelas melebihi capaian suara Mega yang mentok di 39,38 persen.
Sambil menitikkan air mata, Megawati meminta semua pihak menerima hasil Pilpres tersebut. Meski kemudian Mega memilih tak hadir saat SBY dilantik pada 20 Oktober 2004.
Sejak saat itu pula, Mega sebisa mungkin menghindar dari sejumlah undangan dari istana. Hal yang sama pun ditunjukkan SBY saat Jokowi dilantik jadi presiden. Kala itu, SBY berusaha semaksimal mungkin tak bertatapan dengan Mega.
Meski hubungan antara SBY dan Mega tak harmonis, Zaenal mengungkapkan bahwa ini bukan sekali Mega kesulitan berdamai dengan lawan politiknya.
ADVERTISEMENT
"Megawati kan enggak hanya SBY, sama Rachmawati juga," tutupnya.