Sekum PP Muhammadiyah: Sidang Isbat Tetapkan Idul Fitri Tahun Ini Tiadakan Saja

4 Maret 2024 0:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
41
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti saat menyampaikan ceramah dalam acara Tarhib Ramadan dan Milad ke-3 Masjid Al Birru di Desa Mindahan Kidul, Batealit, Jepara, Minggu (4/3). Foto: Arifin Asydhad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti saat menyampaikan ceramah dalam acara Tarhib Ramadan dan Milad ke-3 Masjid Al Birru di Desa Mindahan Kidul, Batealit, Jepara, Minggu (4/3). Foto: Arifin Asydhad/kumparan
ADVERTISEMENT
PP Muhammadiyah telah menetapkan awal puasa 1 Ramadan 1445 H jatuh pada hari Senin, 11 Maret 2024 dan Idul Fitri 1 Syawal 1445 H jatuh pada Rabu, 10 April 2024.
ADVERTISEMENT
Awal puasa Muhammadiyah akan berbeda dengan penetapan pemerintah — Kemenag baru akan mengadakan sidang isbat menentukan awal Ramadan pada 10 Maret. Namun, Idul Fitri akan sama. Karena itu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengusulkan agar sidang isbat penetapan Idul Fitri nanti tidak perlu digelar.
“Insya Allah Idul Fitri akan bareng. Posisi hilal saat akhir Ramadan sudah di atas 8 derajat. Dengan posisi seperti itu, hilal sudah bisa dilihat jelas. Jadi tidak perlu sidang isbat, sehingga bisa hemat anggaran,” kata Abdul Mu’ti saat menyampaikan ceramah dalam acara Tarhib Ramadan dan Milad ke-3 Masjid Al Birru di Desa Mindahan Kidul, Batealit, Jepara, Minggu (3/3/2024).
Selama ini, penetapan Idul Fitri antara metode hisab dan ru’yah lebih sering menghasilkan perbedaan. Muhammadiyah lebih cenderung melakukan hisab haqiqi, sementara pemerintah menggunakan ru’yatul hilal (melihat hilal dengan mata telanjang). “Kalau posisi hilal di atas 8 derajat, pasti semua ormas Islam akan sama dalam menentukan Idul Fitri,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Dalam sejarahnya, penetapan Idul Fitri sangat dinamis. Dulu pernah dinyatakan bahwa posisi hilal akan bisa dilihat dengan mata telanjang kalau di atas 2 derajat. Namun, ketentuan itu diubah menjadi di atas 4 derajat, bahkan yang terbaru di atas 6 derajat. “Kalau ditetapkan hilal bisa dilihat di atas 4 derajat atau 6 derajat, maka akan lebih banyak perbedaannya. Nah tahun ini, di akhir Ramadan, posisi hilal sudah di atas 8 derajat, jadi harusnya hilal sudah bisa dilihat, tidak perlu sidang isbat,” jelas guru besar UIN Syarief Hidayatullah.
Mu’ti yang humoris ini berkelakar sebenarnya Muhammadiyah lebih suka apabila yang lebih dulu itu Idul Fitri, bukan awal puasa. “Biasanya kita lebih senang kalau Idul Fitri yang lebih dulu. Mengapa? Karena yang salat Idul Fitri akan lebih banyak. Tapi, kali ini yang lebih dulu adalah puasa. Coba cek nanti, yang ikut salah tarawih banyak gak? Kalau yang ikut tarawih sedikit, berarti warga Muhammadiyah tidak taat terhadap keputusan Majelis Tarjih,” kata dia sambil tertawa.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Mu’ti menegaskan bahwa Muhammadiyah menggunakan hisab dalam menentukan puasa dan Idul Fitri sebagain bagian dari sunnah, bukan bid’ah. Mu’ti menyirit sejumlah ayat dan hadits yang mendukung hal itu. “Dengan ilmu hisab, saat ini Muhammadiyah sudah menyusun kalender hingga 100 tahun ke depan,” jelas Mu’ti.
“Jadi, hisab itu bukan bid’ah. Isyaratnya sudah ada di dalam Quran. Allah menciptakan matahari dan bulan itu agar umat mengetahui hitungan tahun dan hisab,” imbuh Mu’ti. Bila Rasulullah saat itu belum melakukan hisab, kata Mu’ti, karena memang saat itu masih ada keterbatasan ilmu.
Dalam ceramahnya, Mu’ti juga mengajak warga Muhammadiyah untuk melakukan gerakan sosial dengan berbagi kepada sesama di bulan Ramadan. “Gerakan sharing, tapi bukan praktik karikatif, yang lebih banyak menonjolkan foto dan publikasi. Berbagi ini adalah investasi,” pinta dia.
ADVERTISEMENT
Gerakan berbagi ini bisa meningkatkan dalam upaya pemberdayaan terhadap umat. “Berbagi tidak harus dengan memberikan santunan langsung tunai, tapi bisa juga dalam bentuk beasiswa, misalnya santunan tabungan anak-anak sekolah,” jelas dia.