Senat ITB-AD Jakarta Soroti Oligarki hingga KKN Jelang Pencoblosan 14 Februari

12 Februari 2024 16:03 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kampus ITB-AD. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Kampus ITB-AD. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Senat Akademika Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (ITB-AD) memberikan enam catatan dan bujukan moral kepada seluruh masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Enam catatan ini mereka sampaikan setelah menelisik dinamika politik terbaru dan memasuki masa tenang jelang hari pencoblosan Pemilu 2024 pada Rabu 14 Februari 2024.
Mereka mengajak rakyat menggunakan hati nurani dan pikiran jernih, tidak sekadar ikut-ikutan (latah) dalam menentukan pilihan. Yakinlah, suara atau pilihan rakyat akan sangat berharga bagi kemajuan bangsa.
"Karena itu, bagi ummat Islam, kami menyampaikan bahwa sebelum melangkah ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) disunnahkan untuk salat istikharah, untuk memohon ampun dan petunjuk kepada Allah SWT tatkala dihadapkan pada sebuah pilihan," kata Ketua Senat Akademika ITB-AD, Mukhaer Pakkanna, dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin (12/2).
Ketua Senat Akademika ITB-AD, Mukhaer Pakkanna. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Demikian bagi mereka yang belum diberikan kesempatan kepada rakyat, memperoleh suara terbanyak agar segera introspeksi, mawas diri (uraqabah), dan sabar dengan tidak langsung menyalahkan pihak lain bertindak curang dan berkhianat. Gunakan prosedur hukum yang berlaku jika pihak merasa teraniaya dan terkalahkan.
"Kami berharap pula agar masyarakat melakukan pengawasan dan pengawalan terhadap tindakan manipulasi suara, penggiringan opini, tekanan, dan lainnya. Demikian pula, para petugas Pemilu dan kontestan, jangan sampai ada niatan dan praktik manipulatif dalam perhitungan suara sehingga rawan menimbulkan masalah krusial ke depan dan bisa meluruhkan spirit kebersamaan sebagai warga Negara," ucap Mukhaer.
Kampus ITB-AD. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
"Bahkan seolah berlaku teorema politik: “tidak ada kawan dan musuh abadi, yang ada adalah kepentingan abadi”. Sehingga acapkali praktik politik begitu cair dan licik," ucap dia.
Mukhaer yang juga merupakan Wakil Ketua Majelis Ekonomi, Bisnis, dan Pariwisata Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MBEP PP Muhammadiyah) menjelaskan, praktik pragmatisme dan machiavealisme politik yang begitu nyata tidak lagi menjadikan praktik politik sebagai jihad adiluhung untuk peningkatan derajat dan kualitas rakyat dan bangsa.
"Kami mengimbau ke depan, perlu segera merevisi UU Pemilihan Umum (Pemilu) dan UU Partai Politik (Parpol) yang selama ini menjadi biang kerok praktik-praktik politik yang curang dan culas dalam kehidupan politik kita," tuturnya.
Ketua Senat Akademika ITB-AD, Mukhaer Pakkanna. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Tidak tegasnya law enforcement dalam pembatasan sumbangan dan biaya kampanye kepada kandidat/kontestan, tidak tertibnya atau semrawutnya pemasangan APK (Alat Peraga Kampanye), literasi terhadap bahaya berita dan kampanye hoaks (bohong), dan lainnya, menjadi pelajaran berharga demi perbaikan kualitas Pemilu-pemilu berikutnya.
"Jangan sampai warga negara selalu jatuh, ibarat “hanya keledai yang jatuh pada lubang yang sama sebanyak dua kali," ucap dia.
"Parpol telah dibajak oleh pemilik parpol yang ujungnya menjadi instrumen untuk transaksi politik dengan parpol lain. Muncullah oligarki politik di mana parpol dikuasai oleh segelintir orang. Harap diingat, bahwa oligarki politik ini bisa mendeterminasi kebijakan publik," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Bersamaan dengan itu, oligarki politik membutuhkan sokongan dana karena biaya politik yang tinggi dalam menghidupi nafas parpolnya. Parpol membutuhkan oligarki ekonomi, pemilik modal raksasa.
"Dengan demikian oligarki ekonomi melakukan investasi politik karena mereka membutuhkan sokongan politik dari oligarki politik untuk memuluskan usahanya," ucap dia.
Oleh sebab itu, pada ujungnya, terjadi dwifungsi oligarki ekonomi-politik yang acapkali mereka berakrobat atau memainkan suara rakyat dan kebijakan publik. Suara rakyat hanya dibutuhkan saat Pemilu, sementara pada saat penentuan kebijakan publik, suara rakyat dibuang ke keranjang sampah.
"Dalam konteks inilah, menjadi renungan bagi pemilih terutama para kontestan bahwa kita semua terjebak dengan praktik politik seperti itu dan harus segera di akhiri," lanjut Direktur Program Pascasarjana ITB-AD ini.
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
ADVERTISEMENT
Mereka mengajak para konstituen atau pemilih harus selalu saling mengintakan bahwa KKN menjadi masalah utama dan genting yang menghambat kemajuan bangsa.
Hal ini dibuktikan dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang masih jeblok, praktik kolusi dan nepotisme yang memiliti penyelenggaraan negara telah menahbiskan sebagai negara yang tingkat pemborosan yang tinggi terutama dilihat dalam diktum ICOR (Incremental Capital Output Ratio) yang masih besar.
"Semoga bujukan ini memberikan sumbangsih dalam masa kontemplasi jelang pencoblosan dan masa-masa sesudahnya. Semoga masa pencoblosan, Rabu 14 Februari 2024 ini selalu dilindungi, dirahmati, dan diberkahi Allah SWT, guna mewujudkan Indonesia yang lebih baik," pungkasnya.