Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Sengketa Chip e-KTP Paulus Tannos dan Anak Tommy Winata
18 Mei 2017 15:44 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT

Via telewicara, Paulus Tannos akan memberikan kesaksian di sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP, Kamis (18/5). Perusahaan Paulus, PT Sandipala Arthaputra--yang tergabung dalam Konsorsium Percetakan Negara RI, sejatinya menggarap 44 persen dari total seluruh proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.
ADVERTISEMENT
Tapi perjalanan PT Sandipala malah berujung sengketa. Dari tempat persembunyiannya di Singapura, Paulus membeberkan alasan ia kabur ke negeri tetangga itu.
"Sempat ada perselisihan saat itu dengan Andi Winata. Pada Februari 2012, rumah saya diserang, saya ingin dibunuh dan keluarga saya merasa terancam. Hal itulah yang mendasari saya lari dari Indonesia," kata Paulus saat bersaksi.
Keterangan Paulus di persidangan klop dengan kesaksiannya saat diperiksa penyidik KPK. kumparan (kumparan.com) mendapatkan berkas pemeriksaan itu.

Berdasarkan dokumen pemeriksaan itu, setelah kontrak e-KTP diteken Konsorsium PNRI pada Juli 2011, Direktur Utama PNRI Isnu Edhi Wijaya hanya membolehkan Paulus membeli dua merk chip untuk e-KTP, yaitu NXP Semiconductor dan ST Microchip.
Isnu memberi Paulus pilihan, yaitu membeli chip NXP melalui Direktur Bisnis NXP Semiconductors Singapore, Jacobus Cornelis Hendrikus Maria Girath alias Jack; dan membeli chip ST Micro melalui Vincent Cousin.
ADVERTISEMENT
Lantaran pembelian NXP harus melalui L/C, sedangkan ST Micro dapat dengan cara membayar DP, maka Paulus memutuskan untuk membeli chip ST Micro.
Atas saran Isnu, Paulus kemudian mengontak Vincent. Oleh Vincent, Paulus diminta langsung mengontak Andi Winata, pemilik Oxel System Ltd, anak taipan Tommy Winata.
Paulus lalu membeli 100 juta chip ST Micro. Masalah berawal dari sini. Saat 5 juta chip pertama tiba, seluruhnya tak bisa digunakan saat diuji coba di e-KTP.
Menurut Paulus seperti tercantum di berkas pemeriksaan, Oxel menyerahkan chip STMicro tipe ST23YR18, bukan tipe ST23YR12 seperti permintaan PT Sandipala.
Paulus menuturkan, chip yang gagal itu tidak seperti yang diklaim Oxel melalui email atas nama Khris Zhang (admin@oxel.com.sg) kepada ptannos@yahoo.com pada 9 November 2011--yang menyatakan chip ST23YR12 dapat berfungsi untuk e-KTP.
ADVERTISEMENT
kumparan meminta konfirmasi Khris melalui email tersebut, namun belum berbalas.

Masalah chip dirapatkan di kantor Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri di Kalibata, Jakarta Selatan.
Ketua tim teknis proyek e-KTP, Husni Fahmi, di rapat itu mengatakan chip yang telanjur didatangkan Oxel bisa digunakan asalkan menggunakan patch yang sesuai. Artinya, harus ada komponen tambahan.
Paulus kemudian mengontak Andi Winata, meminta komponen patch itu. Tapi Andi Winata tak mau menyediakan komponen patch jika tak ada kontrak jual-beli.
Menurut Paulus, Andi Winata juga mengatakan pesanan 100 juta modul chip sudah dilaksanakan dan tak bisa dibatalkan. Menurut penuturan Paulus ke penyidik, Andi Winata mengklaim Sandipala tidak pernah memberi informasi bahwa chip ST23YR12 tidak bisa dipakai untuk e-KTP.
ADVERTISEMENT
Masalah semakin rumit setelah Paulus menolak membuat kontrak jual-beli kedua kali dengan Oxel, kecuali ada klausul bahwa chip dijamin bisa dipakai untuk e-KTP.
Kemudian terjadi persengketaan. Pada 2012, Paulus menemui Tommy Winata di Hong Kong. "Dan yang bersangkutan pada intinya mendesak PT Sandipala tetap membeli chip dari Oxel," katanya. Tommy belum bisa dikonfirmasi lantaran telepon selulernya bernada tidak aktif.
"PT Sandipala kemudian memutuskan menggunakan chip NXP," kata Paulus seperti tercantum di dokumen pemeriksaan.
Di persidangan, Paulus menuturkan chip dari Oxel bukan untuk e-KTP. "Software yang dikirimkan bersamaan dengan chip itu, adalah software yang dipakai untuk pembuatan SIM, jadi bagaimana bisa dipakai untuk e-KTP?" kata dia.

Belakangan, masalah itu membuat Paulus dan anaknya, Chaterine Tannos, pergi dari Indonesia. Mereka hingga sekarang tinggal di Singapura.
ADVERTISEMENT
Paulus menuturkan, sengketanya dengan Andi Winata membuat dia gagal berkongsi bisnis dengan Jack Budiman, pemilik PT Mega Lestari Unggul. Jack mengajak Paulus bergabung di perusahaan yang akan dijadikan holding company itu.
Rencananya, 40 persen saham PT Mega akan dipegang Jack, sisanya milik Paulus. Tapi rencana kongsi itu buyar setelah ada masalah dengan chip Oxel, sehingga Paulus belum membayar saham PT Mega.
Di persidangan, Paulus menuturkan siapa Jack. "Jack Budiman yang merupakan teman Tomy Winata, menawarkan agar saya ikut memberikan saham tapi agar ada pembelian saham harus due dilligence dulu tapi sebelum selesai, saya dititipkan dana Rp 100 miliar dan tiba-tiba ada masalah chip dengan Andi Winata," ujar Paulus seperti dilansir Antara.
ADVERTISEMENT

Segala permasalahan ini membuat PT Sandipala tak berhasil mencapai pencetakan blanko e-KTP yang targetnya mencapai 132 juta kartu. Belakangan, porsi pekerjaan Sandipala dikurangi, hingga hanya boleh menggarap 60 juta kartu.
Kepada kumparan sebelum bersidang, Paulus mengatakan akan membeberkan soal sengketa tersebut dan permasalahan yang muncul di proyek e-KTP. "Saya juga akan singgung bahwa Direktur Oxel adalah Victor Laiskodat, Anggota DPR yang juga Ketua Fraksi NasDem," katanya, Kamis pagi (18/5).
Victor tak menjawab panggilan telepon dan pesan pendek yang dikirim ke nomornya. Di DPR, tempatnya berkantor, ia tak terlihat saat disambangi pada Kamis (18/5).
ADVERTISEMENT
KPK menyatakan proyek e-KTP diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 5,9 triliun. Dalam surat dakwaan kasus itu, puluhan nama Anggota DPR diduga terlibat.
Eks Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri, Irman, dan bawahannya yang bernama Sugiharto kini menjadi terdakwa. Pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong pun sudah dijadikan tersangka.
Baca juga: 49 Persen Dana e-KTP Diduga Dikorupsi
M. RIZKI | APRILANDIKA PRATAMA | FAHRIAN SALEH