Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Serangan Umum 1 Maret Bukan Kisah Lone Ranger, Ini Tokoh yang Jarang Diketahui
7 Maret 2022 13:29 WIB
·
waktu baca 5 menit
ADVERTISEMENT
Keluarnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara menuai pro kontra di masyarakat. Banyak orang yang bertanya-tanya kenapa nama Soeharto seakan dilupakan dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
"Belakangan ada semacam protes kenapa di dalam Keppres, Pak Harto (Soeharto) tidak masuk dan sebagainya. Bahkan ada yang mengatakan menghilangkan peran Soeharto. Itu tidak benar," kata Sejarawan UGM Sri Margana di acara Memahami Keppres No 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara di YouTube Humas Jogja, Senin (7/3).
Margana mengatakan di dalam naskah akademik Keppres tersebut, nama Letkol Soeharto bahkan disebutkan sebanyak 48 kali. Itu menunjukkan bagaimana sosok Soeharto memimpin serangan tersebut.
"Karena di naskah akademik kami jelas sekali peran Letkol Soeharto sebagai orang yang ditunjuk memimpin serangan itu jelas sekali. Bahkan di naskah itu ada Pak Harto disebut Sampai 48 kali dalam naskah ini untuk menunjukkan peran beliau sebagai pemimpin Serangan Umum 1 Maret," katanya.
ADVERTISEMENT
Dijelaskan Margana, bahwa Keppres bukanlah historiografi, Keppres tujuannya sebagai sebuah dokumen administratif yang esensinya untuk menetapkan hari besar nasionalnya.
Sehingga tentu, tidak mungkin menyebutkan nama seluruhnya dalam peristiwa yang melibatkan 2 ribu orang termasuk dari polisi dan laskar.
"Cukup yang disebut pemimpin-pemimpin tertinggi atau perwakilan representasi yang mewakili institusi," katanya.
Peran Letkol Soeharto adalah bersama-sama pasukannya menyerang dari Kuncen kemudian masuk Patuk dan bergabung dengan Mayor Sarjdono di Vredeburg.
Margana menerangkan Serangan Umum 1 Maret bukanlah kisah lone ranger yaitu kisah satu orang yang mengalahkan ribuan musuh.
Serangan Umum 1 Maret adalah peristiwa kolaborasi yang melibatkan banyak orang dan tokoh.
"Bukan peristiwa seperti Lone Ranger yang dilakukan oleh satu orang tapi sebuah peristiwa yang dilakukan kolektif dengan koordinasi strategi militer yang sangat kuat," katanya.
ADVERTISEMENT
Tokoh-tokoh yang memiliki peran sentral tetapi jarang orang ketahui kemudian dijabarkan oleh Margana.
Soedarisman Poerwokusumo
Tokoh yang pertama adalah Soedarisman Poerwokusumo. Saat itu, dia merupakan Wali Kota Yogyakarta. Dia diundang oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono IX rapat. Sultan HB IX tak lain adalah inisiator Serangan Umum 1 Maret.
"Waktu itu Wali Kota Yogyakarta bapak Soedarisman Poerwokusumo itu penting. Dia diundang melakukan rapat dengan Sri Sultan membicarakan rapat Serangan Umum 1 Maret itu," kata Margana.
Tugas Soedarisman pun tak ringan. Dia diminta untuk mengkondisikan Kota Yogya saat perang, mendirikan dapur umum, hingga mengatur jalan masuk dan keluar prajurit.
"Beliau diminta menyediakan shelter-shelter tempat-tempat bagi prajurit untuk masuk ke kota diam-diam dan hari H melakukan penyerangan. Dia menghimpun logistik, menghimpun dapur umum dan sebagainya," katanya.
ADVERTISEMENT
Jalan keluar bagi prajurit setelah berperang disebut Margana penting, karena pada dasarnya Serangan Umum 1 Maret adalah strategi perang gerilya dan hanya menduduki selama 6 jam.
Jenderal Soedirman
Margana menjelaskan bahwa sebagai pucuk tertinggi militer, Jenderal Soedirman tahu persis peristiwa serangan ini. Pasalnya, Sri Sultan HB IX telah lebih dahulu meminta izinnya untuk melakukan Serangan Umum 1 Maret.
"Jenderal Soedirman tahu persis karena Sri Sultan minta izin kepada beliau dan sultan agar menghubungi Letkol Soeharto," katanya.
Kolonel Bambang Sugeng
Komandan Divisi III ini turut mengkonsep Serangan Umum 1 Maret. Dialah yang membuat siasat agar serangan ini sukses. Salah satunya dengan mencegah datangnya pasukan Belanda dari barat dan utara.
"Kolonel Bambang Sugeng itu adalah yang membuat perintah siasat. Serangan umum kan tidak hanya 1 Maret tapi ada juga sebelumnya atas perintah Bambang Sugeng," katanya.
ADVERTISEMENT
Kolonel Gatot Subroto
Gatot Subroto yang saat itu Komandan Divisi II, menurut Margana bertugas untuk mengadang pasukan Belanda yang datang dari arah Solo.
"Gatot Subroto bertugas mencegah pasukan belanda yang ada di Solo dan berhasil dilakukan," ujarnya.
Kolonel TB Simatupang
TB Simatupang saat peristiwa Serangan Umum 1 Maret terjadi bertugas mengkonsepkan berita ke luar negeri. Bagaimanapun dalam pertempuran, kerja-kerja intelijen juga tetap diperlukan.
"TB Simatupang mengkonsepkan berita keluar negeri juga menyebar intelijen agar operasi ini berhasil dengan baik tanpa diketahui Belanda," katanya.
Mayor Sardjono dan Letkol Vince Samuel
Kedua perwira ini memimpin pertempuran jarak dekat di Benteng Vredeburg melawan Belanda.
"Ada Mayor Sardjono dan Letkol Vince Samuel yang berjuang di garis depan. Yang paling penting dua pasukan tokoh ini. Langsung hadap-hadapan di Benteng Vredeburg untuk menyerang pasukan Belanda. Benar di garis depan," katanya
ADVERTISEMENT
Mayor Soekasno
Pasukan Soekasno ini lah yang mencegah bala bantuan pasukan Belanda dari Magelang masuk ke Yogyakarta. Bala bantuan yang harusnya datang dengan waktu 2 jam bisa ditahan dan baru bisa masuk Yogyakarta setelah 4 jam.
"Pasukan Pak Soekasno tugasnya mencegah bala bantuan dari Magelang. Terjadi pertempuran yang cukup dahsyat juga," katanya.
Mayor Soedjono
Soedjono bersama pasukannya menduduki Bandara Maguwo. Dengan begitu, Belanda tidak bisa menggunakan pesawat untuk bertempur.
"Memastikan supaya Belanda tidak menggunakan pesawat tempur untuk menghajar pasukan Indonesia," katanya.
"Di sini tampak bahwa, jadi Serangan Umum 1 Maret tidak hanya Lone Ranger pekerjaan satu orang dengan pasukannya sendiri bertempur habis-habisan tetapi melibatkan strategi yang sangat kompleks yang masing-masing unsur tadi berperan berjalan dengan baik," katanya.
ADVERTISEMENT
"Kalau itu tidak berjalan misalnya Gatot Subroto tidak berhasil mencegah dari Solo ya itu mungkin Serangan Umum 1 Maret gagal juga. Kalau Pak Soekasno tidak mengadang pasukan Belanda dari magelang mungkin gagal juga Serangan Umum 1 Maret. Ini kerja kolektif strategi militer yang dirancang sangat kompleks. Keberhasilan ini tidak bisa diklaim satu individu saja," pungkasnya.