Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Serba-serbi Pemberian Nama: Alasan Minimal 2 Kata; Aturan di Negara Lain
26 Mei 2022 8:23 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam ketentuan itu, diatur pencatatan nama pada dokumen Kependudukan dilakukan sesuai prinsip norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Antara lain syaratnya mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir, jumlah huruf paling banyak 60 huruf termasuk spasi dan jumlah kata paling sedikit 2 kata.
Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan anak dalam pelayanan publik lainnya, contohnya pendaftaran sekolah, ketika si Anak diminta guru menyebutkan namanya, dalam pembuatan ijazah, paspor dan lain sebagainya. Jika ada nama orang hanya satu kata, disarankan, diimbau untuk minimal 2 kata.
Nama Tak Sesuai Norma
Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, menjelaskan Permendagri itu disusun atas kajian Dukcapil pada database kependudukan. Di dalam database (SIAK), didapati nama-nama yang dinilai tak sesuai norma atau nama yang sulit dicatatkan di adminduk.
ADVERTISEMENT
Zudan mencontohkan nama-nama yang jumlah huruf terlalu banyak melebihi ketentuan karakter pada aplikasi dan formulir dokumen. Contoh: Ikajek Bagas Paksi Wahyu Sarjana Kesuma Adi, Emeralda Insani Nuansa Singgasana Pelangi Jelita Dialiran Sungai Pasadena.
Kemudian ada nama yang terdiri dari 1 huruf dan nama yang disingkat sehingga dapat diartikan berbagai macam. Contoh: A, M. Panji, A Hakam AS Arany, K D Katherina Hasan.
"Juga ada nama yang mempunyai makna negatif, contoh: Jelek, Orang Gila, H. Iblis, Aji Setan, Neraka IU," kata Zudan.
Banyak pula nama yang bertentangan dengan norma kesusilaan, contoh Pantat, Aurel Vagina, Penis Lambe.
Ada juga nama yang dinilai merendahkan diri sendiri dan bisa menjadi bahan perundungan. Contoh: Erdawati Jablay Manula, Lonte, Asu, Ereksi Biantama.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada nama-nama yang berpengaruh negatif pada kondisi anak, contoh Tikus, Bodoh, Orang Gila. Ada juga yang menamakan anak menggunakan nama Lembaga negara, mewakili atau menyerupai jabatan, pangkat, penghargaan, contoh: Mahkamah Agung, Bapak Presiden, Polisi, Bupati, Walikota.
Alasan Dukcapil Terapkan Aturan Minimal 2 Kata pada Nama di KTP
Dirjen Dukcapil Prof Zudan Arif Fakrullah mengungkapkan alasan menimal dua kaya pada nama di KTP. Menurutnya satu nama di KTP akan mengakibatkan masalah dalam paspor ketika WNI ke luar negeri.
“Biasanya begitu (akan bermasalah) karena di luar negeri, rata rata ada marganya,” ujar Zudan saat dimintai tanggapan, Rabu (25/5).
Zudan mengamini penerbitan Permendagri 73/22 tak hanya melibatkan Kemendagri saja, tetapi lintas kementerian lembaga.
ADVERTISEMENT
“Saat membuat permendagri ini rapat antar kementerian dan lembaga,” beber Zudan.
Dampak Nama Terlalu Panjang atau Disingkat
Dirjen Dukcapil Kemendagri, Prof Zudan Arif Fakrulloh, menjelaskan nama yang terlalu panjang berdampak pada pencatatan sipil. Berdasarkan basis data kependudukan (SIAK), terdapat nama-nama yang jumlah huruf terlalu banyak, panjang melebihi ketentuan karakter pada aplikasi dan formulir dokumen.
Dampak lain menyebabkan perbedaan penulisan nama seseorang pada dokumen yang dimiliki oleh satu orang yang sama pada Akta lahir, e-KTP, KIA, SIM, paspor, STNK, ijazah dan ATM bank, akibat keterbatasan jumlah karakter pada masing-masing dokumen.
"Sebagai contoh Panjang nama di e-KTP akan jatuh ke baris kedua dan terpotong jika lebih dari 30 karakter," kata Zudan.
ADVERTISEMENT
Komisi II Minta Kemendagri Beri Penjelasan
Anggota Komisi II DPR Fraksi PAN, Guspardi Gaus, menilai kebijakan yang dikeluarkan Kemendagri terkait nama telah menuai pro dan kontra di masyarakat. Banyak masyarakat yang mempertanyakan kenapa urusan nama sampai diatur oleh pemerintah.
Agar kebijakan ini tak terus menciptakan kegaduhan, Guspardi meminta pemerintah segera mensosialisasikan dan menjelaskan dengan rinci kepada publik soal alasan pemberlakuan aturan ini. Jika tidak, ia menilai bakal imbul opini negatif dari masyarakat, bahwa pemerintah sengaja menggunakan kekuasannya untuk membuat kebijakan yang tak jelas substansinya.
“Ya tentu kementerian harus menjelaskan kebijakan yang diambil maksud dan tujuannya itu apa. Ini kan sudah masalah pribadi. Harus dijelaskan supaya tidak menimbulkan perdebatan di tengah-tengah masyarakat, “ jelas anggota DPR Fraksi PAN ini
ADVERTISEMENT
“Apakah itu dalam rangka pengamanan dan lain sebagainya tentu masyarakat bisa memahami. Jadi tidak terkesan adalah (menggunakan) kekuasaan,” tutup dia.
Aturan Pemberian Nama di China hingga Amerika Serikat
Aturan pemberian nama bukan hanya dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Beberapa negara juga memiliki kebijakan yang serupa.
Amerika Serikat, misalnya, beberapa negara bagian membatasi jumlah karakter dalam sebuah nama, karena keterbatasan perangkat lunak yang digunakan untuk pencatatan resmi. Untuk alasan yang sama, beberapa negara bagian melarang penggunaan angka atau piktogram. Selain itu juga melarang penggunaan kata-kata kotor.
Kemudian di Denmark, salah satu aturan pemberian nama yakni nama depan anak harus diambil dari nama yang sudah disetujui pemerintah. Saat ini ada sekitar 22.000 nama anak perempuan yang disetujui, 18.000 nama anak laki-laki yang disetujui, dan 1.000 nama unisex yang disetujui. Jika orang tua ingin menggunakan nama yang belum disetujui, mereka dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin khusus dari Pengadilan Keluarga.
ADVERTISEMENT