Sidang Tuntutan Gazalba Saleh: Jaksa Sindir Ada 2 Tipe Hakim Masuk Neraka

5 September 2024 15:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung Gazalba Saleh menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (5/8/2024). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung Gazalba Saleh menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (5/8/2024). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh menjalani sidang tuntutan terkait kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (5/9).
ADVERTISEMENT
Saat mengawali pembacaan tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sempat menyindir Gazalba Saleh dengan mengutip salah satu ayat Al-Quran, yakni surat Al-Baqarah ayat 188.
Dalam ayat tersebut, diceritakan soal larangan dari Allah SWT untuk mendapatkan harta dengan cara yang batil, termasuk menyinggung larangan menyuap hakim.
"Yang artinya, 'Dan janganlah sebagian kamu memakan sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, atau janganlah kamu membawa urusan harta ini kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian pada harta orang lain dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahuinya'," ujar jaksa membacakan terjemahan ayat tersebut.
"Dalam penafsiran ayat di atas, Al Haitsami rahimahullah berkata, 'Janganlah kalian ulurkan kepada hakim pemberian kalian yaitu dengan cara mengambil muka dan menyuap mereka dengan harapan mereka akan memberikan hak orang lain kepada kalian sedangkan kalian mengetahui hal itu tidak halal bagi kalian'," tutur jaksa.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, jaksa juga mengutip salah satu hadis yang diriwayatkan Abu Daud dan Ath-Thahawi. Dalam hadis itu, disebutkan 3 jenis hakim. Dari ketiga tipe hakim itu, hanya satu yang akan masuk surga.
"Hakim yang akan masuk surga ialah hakim yang tahu masalah sebenarnya kemudian mau memutuskan dengan kebenaran tersebut," kata jaksa mengutip hadis tersebut.
Sementara, dalam hadis itu menerangkan dua hakim sisanya adalah hakim yang akan masuk neraka. Jaksa pun membeberkan jenis hakim tersebut.
Terdakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh mengajukan pertanyaan kepada saksi dalam sidang lanjutan kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA), di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
"Sedangkan hakim-hakim yang akan masuk neraka ialah seorang hakim yang mengetahui masalah yang sebenarnya tetapi ia kemudian curang dan tidak mau memutuskan dengan kebenaran, tetapi justru memutuskan dengan kecurangan," imbuh jaksa.
"Dan seorang hakim yang tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, tetapi ia memutuskan dengan ketidaktahuannya tersebut," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Adapun dalam perkara yang menjerat Gazalba Saleh, jaksa menuntutnya dengan 15 tahun penjara serta membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Tak hanya itu, Gazalba Saleh juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar SGD 18 ribu dan Rp1.588.085.000 selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Jika dalam jangka waktu tersebut Gazalba tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal Gazalba tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka ia dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun.
Terdakwa kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung Gazalba Saleh (kedua kanan) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/7/2024). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO

Dakwaan Gazalba Saleh

Gazalba Saleh didakwa menerima gratifikasi terkait pengaturan vonis kasasi. Nilainya hingga ratusan juta rupiah.
Pemberi gratifikasi adalah Jawahirul Fuad. Ia adalah pemilik usaha UD Logam Jaya yang terlibat kasus hukum pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Ia menjadi tersangka dalam kasus itu.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jombang, Jawahirul Fuad dinyatakan bersalah dan dihukum 1 tahun penjara. Hukumannya diperkuat putusan banding Pengadilan Tinggi Surabaya.
Menghadapi kasasi, Jawahirul disebut kemudian mencari jalur pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Ia kemudian berkenalan dengan Ahmad Riyadh. Kemudian diketahui bahwa majelis kasasi diketuai Desnayeti dengan hakim anggota Yohanes Priyatna dan Gazalba Saleh.
Ahmad Riyadh kemudian yang menghubungkan Jawahirul Fuad dengan Hakim Agung Gazalba Saleh. Jawahirul diminta menyediakan uang Rp 500 juta.
Ahmad Riyadh bertemu Hakim Agung Gazalba Saleh pada 30 Juli 2022. Permintaan Jawahirul pun disampaikan.
Atas penyampaian itu, Hakim Agung Gazalba Saleh kemudian meminta asistennya, Prasetio Nugroho, membuat resume perkara. Isinya, memberikan putusan untuk mengabulkan kasasi Jawahirul Fuad. Padahal, berkas perkara belum diterima Hakim Agung Gazalba Saleh.
ADVERTISEMENT
Pada 6 September 2022, digelar musyawarah putusan. Hasilnya, kasasi dikabulkan, Jawahirul dinyatakan bebas atau dakwaan tidak terbukti.
Usai putusan, penyerahan uang dilakukan. Yakni pada September 2022 di Bandara Juanda. Ahmad Riyadh menyerahkan uang kepada Hakim Agung Gazalba Saleh sebesar SGD 18 ribu atau setara Rp 200 juta.
Ahmad Riyadh kemudian meminta tambahan uang kepada Jawahirul sebesar Rp 150 juta. Total uang yang diterima Ahmad Riyadh adalah Rp 450 juta, sedangkan Hakim Agung Gazalba Saleh Rp 200 juta. Keduanya menerima total Rp 650 juta dari Jawahirul Fuad.
Tak hanya itu, Gazalba juga didakwa melakukan pencucian uang. Uang yang diduga dari hasil pidana diduga digunakan untuk sejumlah kepentingan pribadi.
Terkait pencucian uang itu, jaksa memaparkan bahwa Gazalba Saleh pernah menerima sejumlah gratifikasi. Nilai totalnya hingga Rp 46,4 miliar. Penerimaan uang itu kemudian menjadi pencucian uang.
ADVERTISEMENT
Bentuk pencucian uang bermacam-macam. Mulai dari membeli mobil, tanah dan bangunan, hingga ‘ngebom’ KPR.