Sikap RI Tolak Debat PBB Terkait Pelanggaran HAM di Xinjiang Dinilai Tepat

7 Oktober 2022 18:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah Indonesia memilih menolak debat dewan HAM PBB terkait dugaan pelanggaran HAM terhadap etnis Muslim Uighur di Xinjiang China. Tindakan RI dinilai tepat.
ADVERTISEMENT
Usulan debat itu disampaikan oleh Amerika Serikat ke Dewan HAM PBB. Sikap Indonesia menolak usulan debat menurut Direktur Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kemlu, Achsanul Habib, karena tak ingin melihat Dewan HAM PBB terpolitisasi.
“Kami tidak ingin adanya politisasi Dewan HAM dengan tujuan rivalitas politik,” kata Achsanul dalam press briefing Kemlu RI dikutip oleh kumparan pada Jumat (7/10).
Kamp penjara Uighur di Dabancheng, Xinjiang. Foto: Reuters/ Thomas Peter
Sebaliknya, Indonesia akan melakukan pendekatan bilateral guna mendesak China menangani permasalahan tersebut secara internal.
Pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menegaskan sikap Indonesia telah berada koridor yang sesuai. Ini menunjukkan komitmen negara untuk menghargai kedaulatan dari negara lain.
Hikmahanto menganalisis kebijakan Dewan HAM PBB kerap kali memaksa negara lain untuk menyerahkan kedaulatannya dengan alasan intervensi kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
“Bagi saya pemerintah tentu tidak setuju dengan tindakan yang dilakukan China, tetapi tidak juga ingin mengikuti langkah intervensi Barat yang dinilai melanggar kedaulatan suatu negara,” kata Hikmahanto ketika dihubungi kumparan pada Jumat (7/10).
“Kalau memang Amerika Serikat ingin bahas mengenai penegakan HAM, silakan bawa soal George Floyd atau bisa juga soal larangan hijab di Prancis. Kalau kita lihat kan ini mereka enggak bawa itu ke Dewan HAM PBB. Jadi sangat kental ada kepentingan Barat di sana,” tambahnya.
Lebih lanjut, Hikmahanto menyetujui inisiatif Indonesia untuk memberlakukan pendekatan bilateral dalam dugaan pelanggaran HAM di China. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia dinilai memiliki kewajiban yang penting terhadap kasus ini.
ADVERTISEMENT
“Jadi di sini Indonesia mendorong China secara bilateral untuk mengatasi isu pelanggaran HAM ini. Lagipula pernyataan Indonesia ini walaupun menolak tetap ada notes yang diberikan. Bahwa Indonesia tetap mengedepankan penegakkan HAM,” pungkasnya.
Duta Besar Indonesia untuk PBB di Jenewa Febrian A. Ruddyard juga telah menegaskan sikap Indonesia yang akan tetap berperan aktif untuk membantu penyelesaian masalah Uighur.
"Sebagai negara dengan populasi umat Muslim terbesar di dunia dan sebagai demokrasi yang aktif dan dinamis, Indonesia tidak bisa menutup mata terhadap kondisi saudara dan saudari Muslim di bagian dunia lainnya," tulis Febrian dalam pernyataannya.
“Sikap Indonesia dan beberapa negara mayoritas muslim lainnya dikritik akibat memilih ‘Tidak’ dalam pemungutan suara Dewan HAM PBB untuk debat dugaan pelanggaran HAM di Xinjiang.” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Pemungutan suara tersebut dilakukan menyusul temuan laporan berjudul 'OHCR Assessment of human rights concerns in the Xinjiang Uyghur Autonomous Region, People's Republic of China’ yang diterbitkan oleh Komisi HAM PBB pada akhir Agustus lalu.
Laporan tersebut mendokumentasikan adanya pelanggaran HAM serius terjadi di Xinjiang dalam konteks penerapan strategi kontra-terorisme dan kontra-ekstremisme China.
Lebih dari satu juta orang diperkirakan telah ditahan di kamp-kamp di wilayah Xinjiang menerima berbagai tindakan kekerasan di kamp penahanan atau pusat pendidikan setelah sebelumnya ditahan secara wewenang-wenang. PBB mengindikasikan adanya genosida terhadap Muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya di sana.
Penulis: Thalitha Yuristiana.