Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Jalan Firli Bahuri menduduki jabatan Ketua KPK lengang. Sejumlah catatan hitam dikesampingkan oleh Pansel Capim KPK, Presiden, hingga DPR. Tepuk tangan anggota dewan atas terpilihnya Firli seolah jadi lonceng pertama KPK menuju kuburnya.
Banyak anggapan lembaga ini dilemahkan secara sistematis. Pertama, dengan terpilihnya pimpinan kontroversial. Kedua, menjejalinya dengan aturan yang justru melemahkan KPK. Pemberantasan korupsi sudah mepet di ajal.
***
Tepuk tangan memenuhi Ruang Sidang Komisi III DPR di Lantai 2 Gedung Nusantara 2, Gedung MPR, DPR, dan DPD di Senayan, Jakarta. Ketua Komisi III DPR RI Azis Syamsuddin baru saja menyelesaikan bicaranya. Ia membaca penetapan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK periode 2019-2023.
Jumat dini hari (13/9), nyaris tak ada tegang di Ruang Komisi Hukum itu. Canda dan tawa mewarnai perjalanan pemungutan suara penentuan Calon Ketua KPK. Puncaknya adalah tepuk tangan itu. Firli terpilih secara aklamasi.
“Berdasarkan diskusi dan musyawarah dari seluruh fraksi yang hadir tadi, dihadiri oleh Kapoksi dan seluruh perwakilan fraksi-fraksi, menyepakati untuk menjabat pimpinan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi masa bakti 2019-2023, sebagai ketua, yang pertama adalah Saudara Firli Bahuri,” ucap Azis dalam rapat itu.
Sejumlah politisi di Senayan sudah mengungkap bahwa Firli memang dijagokan. Tidak hanya menjadi pimpinan, tapi Ketua KPK. Sebelumnya dalam proses uji kelayakan dan kepatutan pun mantan Kapolda Sumatera Selatan ini berjalan mulus.
Berdasarkan pantauan kumparan, terdapat enam komposisi paket pimpinan yang terdeteksi pada proses voting. Voting itu diikuti 56 anggota Komisi Hukum dari 9 Fraksi dengan persebaran: PDIP 10 anggota, Golkar 8, Gerindra 7, Demokrat 6, PAN 5, PKB 5, PKS 4, PPP 4, Nasdem 4, dan Hanura 3. Nama Firli ada dalam semua paket ini.
Komposisi pertama terdiri dari Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, dan Firli Bahuri. Ini adalah komposisi yang paling banyak dipilih anggota komisi. Paket ini dipilih 35 anggota Komisi Hukum dalam penghitungan suara.
Sumber kumparan di Komisi Hukum mengatakan, paket ini disokong empat partai: PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, dan Nasdem.
Pada komposisi kedua, tidak ada nama Lili Pintauli. Nama mantan Direktur LPSK itu diganti dengan birokrat Kementerian Keuangan, Sigit Danang Joyo. Paket kedua ini dipilih 12 anggota dewan.
Sementara itu, tidak ada nama Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron di komposisi paket ketiga. Komposisi ini terdiri dari Lili Pintauli, Sigit Danang, Alex Marwata, Luthfi Jayadi, dan Firli Bahuri. Komposisi ini dipilih lima anggota Komisi Hukum.
Menurut seorang politisi di Komisi Hukum, paket pimpinan tanpa nama Nawawi dan Ghufron didukung oleh PAN.
Paket keempat yang terdiri dari Nawawi Pomolango, Lili Pintauli, Nurul Ghufron, Luthfi Jayadi, dan Firli hanya dipilih dua anggota dewan. Di paket ini tidak terdapat nama Alexander Marwata.
Calon petahana ini juga tidak disebut di paket kelima. Komposisi paket ini terdiri dari Nawawi Pomolango, Lili Pintauli, Sigit Danang, Nurul Ghufron, dan Firli Bahuri.
Sedangkan komposisi keenam terdiri dari Lili Pintauli, Sigit Danang, Nurul Ghufron, Alex Marwata, dan Firli Bahuri. Komposisi paket kelima dan keenam masing-masing hanya mendapat satu suara.
Walau setiap paket berisi daftar Capim KPK yang berbeda tetapi nama Firli selalu konsisten ada. Lobi justru terjadi pada nama-nama lain, seorang politisi Komisi Hukum mengatakan bahwa mereka ingin komposisi pimpinan diwakili kalangan akademisi dan petahana. Dari sepuluh nama calon, Alexander Marwata, adalah satu-satunya calon petahana yang tersisa sampai babak sepuluh besar.
“Pilihannya nanti harus ada wakil penegak hukum, akademisi, dan petahana. Komposisinya seperti itu,” ujar politisi ini.
Kalangan akademisi diwakili dua calon: Nurul Ghufron dan Luthfi Jayadi Kurniawan. Nurul adalah Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember yang berlatar belakang aktivis PMII dan Ikatan Sarjana NU.
Namanya masuk dalam catatan merah rekam jejak 20 calon pimpinan yang disampaikan KPK ke panitia seleksi. Ia diduga pernah menggunakan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi dan jarang menyerahkan LHKPN. Ghufron didukung dua partai: PKB dan PPP.
Sementara, Luthfi Jayadi Kurniawan, merupakan akademisi Universitas Muhammadiyah Malang. Ia dikenal sebagai pegiat antikorupsi lewat lembaga yang didirikannya, Malang Corruption Watch.
Luthfi disebut mendapat rekomendasi dari PP Muhammadiyah. Beredar surat tertanda Ketum PP Muhammadiya Haedar Nashir dan Sekjen Abdul Mu'ti di kalangan anggota Komisi Hukum sore itu.
Namun Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, tidak menjawab upaya konfirmasi yang dilakukan kumparan. Sementara anggota Komisi Hukum Partai Persatuan Pembangunan membantah jika mereka mendukung Ghufron karena latar belakangnya sebagai aktivis NU.
“Ghufron dipilih karena memenuhi tiga parameter yang ditetapkan Komisi Hukum DPR: kompetensi, integritas, dan kemampuan memimpin,” kata Arsul.
Menurut salah satu politisi di Komisi III, masing-masing fraksi memang punya pilihan calon sendiri. Beberapa nama memang sudah disepakati lewat forum lobi. Namun, tidak semua nama disetujui oleh masing-masing fraksi.
“Memang masing-masing partai punya pilihan. Jadi memang awalnya, memang ada lobi-lobi. Tapi semua partai masing-masing punya pilihan sendiri,” kata politisi ini
Dengan adanya dua pilihan dari kalangan akademisi, proses pemilihan pimpinan KPK diputuskan dilakukan lewat voting. Satu orang anggota Komisi III berhak memilih lima dari sepuluh calon pimpinan.
Firli Bahuri meraih suara terbanyak. Seluruh anggota Komisi Hukum kompak memberikan suara untuk mantan Deputi Penindakan KPK ini.
Menurut politisi PPP Arsul Sani, Firli dipilih oleh semua anggota komisi karena punya kompetensi dan pengalaman di bidang pemberantasan korupsi. Dalam uji kelayakan dan kepatutan, Firli dinilai telah menunjukkan penguasaan di bidang hukum pemberantasan korupsi.
“Tapi dia harus menyelesaikan resistensi di internal KPK dengan sebaik-baiknya,” kata Arsul.
Lengangnya jalan Firli membuat KPK bereaksi keras. Sejak awal lembaga itu memperingatkan tentang pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Firli, yakni melakukan pertemuan dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Muhammad Zainul Majdi atau kerap disapa Tuan Guru Bajang (TGB).
Informasi yang dihimpun kumparan menyebutkan Firli bertemu dengan TGB selama tiga kali. Pertemuan ini dianggap melanggar etika karena KPK tengah melakukan penyelidikan atas kasus dugaan korupsi divestasi Newmont. Perkembangan kasus ini masih dalam tahap penyelidikan, di dalamnya diduga ada keterlibatan TGB. Oleh karena itu pertemuan dengan pihak berperkara tersebut dipandang tak etis.
Sehari sebelum Firli Bahuri mengikuti uji kelayakan dan kepatutan, KPK mengadakan konferensi pers yang dihadiri komisioner KPK Saut Situmorang, Juru Bicara KPK Febri Diansyah, dan Penasihat KPK Mohammad Tsani.
Tsani membacakan hasil penelusuran Dewan Pertimbangan Pegawai KPK terkait keterlibatan Firli Bahuri dalam sejumlah pelanggaran kode etik saat menjabat Deputi Penindakan KPK.
“Dewan Pertimbangan Pegawai meyakini ada pelanggaran berat. Jadi DPP sudah menyimpulkan sepakat dengan hasil pemeriksaan PI bahwa ada pelanggaran berat," kata Tsani, kepada wartawan, Rabu (11/9).
Firli tak cuma diduga mengadakan pertemuan dengan pihak yang tengah berperkara. Tapi ia juga diketahui melakukan pertemuan dengan salah satu pimpinan partai politik saat masih menjabat Deputi Penindakan KPK.
Rekam jejak pelanggaran etik yang pernah dilakukan Firli sudah dilaporkan KPK ke Komisi Hukum DPR RI. Namun, saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan, para anggota dewan tetap bergeming.
Bahkan calon petahana, Alexander Marwata, menganggap keputusan yang disampaikan dalam konferensi pers itu tidak sah. Pernyataan yang kemudian dibantah oleh Ketua KPK Agus Rahardjo keesokan harinya dengan mengatakan pernyataan Saut dalam konferensi pers adalah sikap resmi KPK yang telah disetujui mayoritas pimpinan KPK.
Sementara anggota Komisi III PDIP Masinton Pasaribu menganggap jumpa pers pelanggaran etik Firli Bahuri yang diselenggarakan KPK adalah upaya pembunuhan karakter kepada Firli.
“Itu namanya pembunuhan karakter jilid 2. Jilid pertama itu ketika Presiden (Jokowi) mengajukan calon kapolri (Budi Gunawan) untuk dilakukan uji kelayakan di Komisi 3,” ucap Masinton.
Langkah Firli memimpin komisi antirasuah memang sudah disorot sejak awal. Publik sudah memberi catatan kepada panitia seleksi calon pimpinan KPK soal rekam jejak bermasalah Firli saat menjabat Deputi Penindakan di KPK.
Namun panitia seleksi menganggap dugaan pelanggaran etik belum terbukti. Alhasil, Firli tetap diloloskan di daftar sepuluh besar calon pimpinan KPK yang diserahkan pansel kepada presiden.
Di tangan presiden, daftar yang diserahkan pansel ini tetap tidak diutak-atik. Hanya dua hari berada di Istana, daftar itu langsung dikirim Presiden ke Senayan pada 4 September 2019.
Menurut Hendardi, salah satu anggota pansel, Presiden Jokowi memang tidak mempersoalkan nama-nama yang diusulkan pansel.
“Dia bilang, 'Intel saya banyak, ada di polisi, jaksa, di internal KPK,' Presiden tahu apa yang terjadi,” kata Hendardi menirukan ucapan Jokowi.
Langkah KPK menyampaikan perkara integritas capim KPK ini hampir tak didengar di semua lini seleksi capim KPK. Sementara upaya mendapat draf revisi UU KPK yang bergulir tanpa melibatkan KPK pun mentok.
Pimpinan KPK Saut Situmorang dan Penasehat KPK Mohammad Tsani Annafari langsung mengajukan surat pengunduran diri. Malam harinya dua pimpinan KPK lain, Agus Rahardjo dan Laode Muhammad Syarif menyusul menyerahkan mandat sebagai pimpinan kepada Presiden Jokowi.
“Bagaimana mungkin saya menjadi penasehat orang yang saya putus melanggar etik,” kata Tsani.
Seorang pegawai internal KPK mengatakan, terpilihnya Firli sebetulnya masih bisa diantisipasi. Sebab, KPK mempunyai mekanisme internal untuk menjaga independensi.
Namun, ada risiko perlawanan di internal KPK terhadap Firli. Hal itu mungkin terjadi bila pegawai dan pimpinan memiliki integrity gap.
“Di KPK itu seluruh pegawai punya standar khusus terkait dengan integritas. Itu ada skalanya. Kalau pimpinan tidak sesuai dengan skala integritas yang diatur KPK akan ada konflik dan benturan. Kalau ada gap integritas antara pimpinan dan pegawai, itu bermasalah,” ujarnya.
Mulusnya jalan Firli ini berkelindan dengan pembahasan Revisi UU KPK. Sejumlah pasal dianggap dapat melumpuhkan KPK. Misalnya, pasal soal Dewan Pengawas, izin penyadapan, dan rencana menjadikan pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topo Husodo menilai saat KPK sedang berada di titik nadir. Menurutnya, terpilihnya pimpinan bermasalah dan upaya revisi UU KPK oleh pemerintahan Jokowi dan DPR dapat membunuh fungsi KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi.
“KPK bisa mati secara fungsi bukan mati secara kelembagaan. Karena secara lembaga mungkin masih ada. Tapi dimaksudkan untuk bisa dikendalikan,” kata Adnan.
Pastinya kolaborasi antara pimpinan bermasalah dan pembahasan revisi UU No 20 Tahun 2002 tentang KPK dianggap membawa KPK kepada kuburnya.