SMA Gonzaga Bantah Tak Sosialisasi Syarat Naik Kelas: Dia Bohong

11 November 2019 13:49 WIB
clock
Diperbarui 11 Desember 2019 18:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana SMA Kolase Gonzaga, Jakarta Selatan, Rabu (30/10). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana SMA Kolase Gonzaga, Jakarta Selatan, Rabu (30/10). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
SMA Kolese Gonzaga membantah tuduhan dari pihak wali murid Yustina Supatmi soal tak pernah sosialisasi syarat kenaikan kelas.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya pengacara Yustina, Susanto, mengatakan SMA Kolese Gonzaga tidak pernah memberi sosialiasi mengenai aturan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang menjadi dasar anak Yustina, BB, tak naik ke kelas XII. BB diketahui mendapatkan nilai 68 dalam mata pelajaran Sejarah. Sementara skor KKM adalah 75.
Pengacara SMA Kolese Gonzaga, Edi Danggur, menegaskan aturan KKM itu sudah diberi tahu kepada seluruh wali murid pada awal tahun ajaran.
“Pada awal tahun ajaran itu kepada orang tua dan kepada siswa sudah diberi secara terbuka ini loh aturan main di sekolah kita, begitu,” kata Edi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (11/11).
Edi menjelaskan dalam sosialisasi tersebut, SMA Kolese Gonzaga telah menjelaskan secara detail mengenai aturan kenaikan yang berbasis KKM.
ADVERTISEMENT
“Dan saat itu disosialisasikan bahwa aturan main untuk naik kelas sesuai Permendikbud adalah 1, 2, 3, 4. Tetapi karena sekolah kami ini punya nilai lebih tinggi daripada yang lain, maka kami naikkan standarnya dan tambahkan standarnya,” kata Edi.
Edi pun menyebut sekolah memiliki bukti kehadiran Yustina dalam sosialisasi yang digelar pada 25 Agustus 2018. Sehingga Edi menyayangkan tudingan pihak Yustina yang tak berdasar itu.
“Dia (Yustina) ada di nomor urut ke-7 daftar hadir. Sehingga kalau dia ngomong di media massa 'kami tidak pernah disosialisasikan aturan itu' itu bohong besar. Kami punya bukti,” kata Edi.
Kuasa Hukum SMA Kolese Gonzaga, Edi Danggur (kanan). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Edi juga menilai tuntutan Yustina agar sekolah membayar ganti rugi sebesar Rp 500 juta dan penyitaan sekolah tidak masuk akal.
ADVERTISEMENT
Khusus soal penyitaan sekolah, Edi menilai hal itu tidak bisa dilakukan. Sebab sekolah tersebut dimikiki pihak yayasan. Sementara kepala sekolah hingga guru SMA Kolese Gonzaga yang digugat hanya bekerja di tempat tersebut.
“Kalau (gugatan) nominal itu kan fiksi, sekarang pertanyaannya gugatan seperti itu dasarnya apa. Kalau bicara uang pakaian seragam dimana-mana sekolah pakai seragam. Kalau buku pelajaran memang namanya orang tua kan pasti membeli buku buat anaknya dong,” kata Edi.
“Itu yang penggugat harus mengerti. Syarat untuk ajukan sita jaminan itu apa? Syarat utama ajukan sita jaminan itu adalah barang yang disita itu adalah milik tergugat,” tutur Edi.
Edi pun menilai tuntutan itu diajukan wali murid hanya untuk mencari sensasi publik.
ADVERTISEMENT
“Tapi untuk sensasi di ruang publik ya biasa saja lah. Kan namanya gugatan itu menjadi sensasional di ruang publik kan. Sita, gugatan,” kata Edi.
Yustina Supatmi (kanan), orang tua dari BB, murid Kolese Gonzaga yang tak naik kelas. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sementara itu kuasa hukum Yustina, Susanto, mengatakan gugatan ganti rugi tersebut hanya pelengkap. Susanto menyatakan tuntutan utama agar BB naik ke kelas XII.
"Jadi itu sebetulnya pelengkap ya, pelengkap tuntutan utama kita. Jadi tuntutan utamanya si anak inisial BB ini kan supaya naik kelas, nah material itu melengkapi saja. Sepanjang tuntutan pokok itu diakomodir itu bisa dikesampingkan," ucap Susanto.
Sebelumnya Yustina menggugat secara perdata 4 pihak SMA Gonzaga ke PN Jaksel. Ia tak terima lantaran anaknya, BB, tak naik ke kelas XII.
Empat orang yang digugat ialah Kepala Sekolah SMA Kolese Gonzaga, Pater Paulus Andri Astanto; Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Himawan Santanu; Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Gerardus Hadian Panomokta; dan guru Sosiologi Kelas XI, Agus Dewa Irianto.
ADVERTISEMENT
Dalam gugatannya, Yustina meminta sekolah membayar ganti rugi secara materiil sebesar Rp 51.683.000 dan immateril sebesar Rp 500.000.000. Yustina pun meminta majelis hakim menyita sekolah tersebut.
Gugatan perdata Yustina sudah memasuki tahap mediasi. Mediasi pertama akan dilaksanakan pada Selasa (19/11). Majelis hakim memberikan waktu 30 hari bagi kedua pihak untuk mediasi.