Soal Densus Antikorupsi dan Peluang Novel Baswedan Dkk Bertugas di Polri

13 Oktober 2021 10:52 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Mabes Polri. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Mabes Polri. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memecat 57 pegawainya karena dinilai tidak memenuhi syarat menjadi ASN sebagaimana dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Para eks pegawai KPK tersebut, kemudian mendapat tawaran menjadi ASN Polri.
ADVERTISEMENT
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menyatakan minat lembaganya untuk merekrut ke-57 pegawai yang dipecat KPK. Ia tak segan menyatakan bahwa rekam jejak Novel Baswedan dkk tidak perlu diragukan lagi. Sehingga ia berminat merekrut mereka.
Bahkan, tidak ada seleksi lagi bagi mereka untuk masuk ke Polri. Tinggal penempatannya saja.
Hal ini mengingatkan kembali pada wacana Polri 4 tahun yang lalu, tepatnya di tahun 2017. Kapolri saat itu Jenderal Polisi Tito Karnavian membentuk Detasemen Khusus Antikorupsi (Densus Antikorupsi), usai mengadakan rapat dengan Komisi III DPR.

Apa Itu Densus Antikorupsi?

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Pembentukan Densus Antikorupsi dianggap sebagai upaya Polri untuk turut menangani masalah korupsi. Salah satu pertimbangannya karena jumlah anggota dan penyidik di KPK selama ini terbatas untuk menangani korupsi di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun bukan berarti ada tumpang tindih. KPK juga dilibatkan sebagai pengawas atau supervisi terhadap Densus Antikorupsi ini.
Bila Densus ini dibentuk, maka ia akan menggantikan kerja Dit Tipidkor Bareskrim Polri. Nantinya di tiap Polda akan dibentuk Densus Antikorupsi. Modelnya seperti Densus 88, di mana komando Densus Antikorupsi ada di Mabes Polri.
Polri saat itu menjamin, Densus Antikorupsi tidak akan tumpang tindih dengan kerja KPK. Semua penanganan kasus korupsi akan dilakukan dengan koordinasi.
Pihak kepolisian juga menggandeng kejaksaan sebagai mitra kerjanya. Kepolisian juga menggunakan anggaran khusus untuk operasional detasemen khusus itu, dan meminta anggarannya disamakan dengan standar KPK, yakni Rp 2,6 triliun. Anggaran itu untuk memenuhi kebutuhan 3.560 personel, belanja modal, dan biaya menangani perkara.
ADVERTISEMENT
Kapolri Tito Karnavian menjelaskan bahwa nantinya Densus Antikorupsi ini akan dipimpin oleh Jenderal Bintang Dua dan akan difungsikan ke seluruh daerah di Indonesia.

Terjadi Penolakan

Ketum DMI Jusuf Kalla beretmu dengan MUI membahas soal antisipasi penyebaran COVID-19 Foto: DMI
Meski telah disetujui oleh DPR dan pemerintah, penolakan terhadap Densus Antikorupsi bermunculan. Salah satunya dari Wakil Presiden RI saat itu, Jusuf Kalla.
JK menilai, pembentukan Densus Tipikor masih belum diperlukan, sebab Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih sanggup menangani kasus-kasus korupsi.
"Iya itu difokuskan dulu-lah si KPK itu, dan KPK dibantu, dan sambil bekerja secara baik. Polisi juga, banyak juga masalah korupsi kan ditangani polisi," kata JK, 17 Oktober 2017.
"Jadi cukup biar KPK dulu, toh sebenarnya Polisi, Kejaksaan, juga masih bisa menjalankan juga, dan itu bisa. Tidak berarti perlu ada tim baru untuk melakukan itu, tim yang ada sekarang juga bisa," sambung JK.
ADVERTISEMENT
Jika penanganan kasus korupsi ditangani langsung oleh pihak kepolisian, menurut JK hal tersebut dikhawatirkan akan membuat para pejabat ketakutan dalam mengambil langkah ataupun keputusan besar.
Dahnil Anzar Simanjuntak di Gedung DPR. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, saat itu yakni Dahnil Anzar Simanjuntak, secara pribadi mengapresiasi niat kepolisian untuk melakukan akselerasi bersama KPK dalam upaya pemberantasan korupsi melalui Densus Tipikor, dengan catatan bukan sengaja dibentuk untuk melemahkan fungsi KPK.
"Perlu diberikan apresiasi, saya menghormati niatan tersebut. Namun bila Densus Tipikor dibuat sebagai upaya menegaskan KPK bahkan diduga sebagai upaya sistematik melemahkan fungsi KPK, hal ini perlu ditolak," ujarnya dalam rilis pers.
Menurut Dahnil, pada dasarnya kepolisian sudah memiliki satuan khusus yang mengurusi berbagai tindak pidana korupsi (Tipikor), namun nyaris tak efektif menangani kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara, serta internal kepolisian.
ADVERTISEMENT
"Pendirian Densus Tipikor bagi saya bak menyediakan sapu yang diduga diragukan kebersihannya. Justru akan menyebar kotoran ke mana-mana namun seolah melakukan pembersihan," ungkap Dahnil.
Sejauh ini KPK kerap mendapatkan perlawanan maupun penyerangan saat menangani kasus korupsi yang melibatkan anggota kepolisian.
"Sehingga sulit berlaku objektif bila menangani kasus korupsi yang diduga melibatkan polisi. KPK saja kelabakan, apalagi bila Densus Tipikor yang dibentuk polisi, hampir mustahil mau menangani korupsi yang melibatkan polisi," imbuh Dahnil.
Penolakan lain juga terjadi karena anggaran Rp 2,6 triliun untuk Densus Antikorupsi ini dinilai cukup besar dan tidak efisien. Bahkan cenderung boros sebab pembentukan itu tidak dari nol.

Pembentukan Densus Antikorupsi Ditunda

Presiden Jokowi mengumumkan penurunan level PPKM sejumlah daerah mulai 24 Agustus 2021, Senin (23/8). Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
Akibat penolakan yang bertubi-tubi, akhirnya pembentukan Densus Antikorupsi tersebut ditunda oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
Menkopolhukam saat itu, Wiranto, mengatakan pembahasan mengenai Densus Tipikor ini telah berlangsung cukup intens. Semua masukan telah ditampung oleh Presiden. Namun, lanjut Wiranto, dalam pelaksanaannya memang masih perlu suatu kajian-kajian yang lebih jauh lagi.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan ada permintaan langsung dari Presiden Jokowi untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pembentukan itu.
Menurut Tito, salah satu yang menjadi perhatian Jokowi adalah soal pola rekrutmen personel untuk Densus Tipikor.
"Beliau (Jokowi) meminta agar rencana atau usulan pembentukan densus tipikor ini dikaji lagi. Betul-betul matang baik dari segi internal bagaimana sistem rekrutmennya karena otomatis ada rekrutmen dengan open bidding. Antaranya arahan beliau open bidding di kalangan Polri sehingga yang terpilih terbaik, memiliki integritas dan standar tinggi," ujar Tito usai hadiri rapat dengan Komisi III, di Gedung DPR, 24 Oktober 2017.
ADVERTISEMENT
Ada sejumlah permasalahan lain yang turut disoroti oleh Jokowi. Permasalahan tersebut seperti penataan SOP serta tata cara kerja internal dan eksternal Polri yang dinilai masih perlu dikaji lebih lanjut.
Bila pengkajian mendalam terhadap Densus tipikor tersebut telah rampung, maka akan dibicarakan kembali pada tingkat menteri dengan menghadirkan kementerian dan lembaga terkait. Hal tersebut merupakan perintah dari Jokowi.
"Beliau sudah memerintahkan agar setelah nanti dikaji betul SOP-nya, nantinya akan dibicarakan dan dirapatkan di tingkat Menko terlebih dahulu sebelum nantinya mengundang lembaga terkait termasuk mungkin mengundang KPK, Kejaksaan, Menkumham, Menkeu, Menpan," ucap Tito.
Dengan masuknya 57 eks pegawai KPK sebagai ASN Polri, apakah Polri akan kembali membuka wacana pembentukan Densus Antikorupsi? Apakah Densus Antikorupsi akan menjadi 'rumah baru' bagi Novel Baswedan dkk?
ADVERTISEMENT
=========================
Ikuti survei kumparan dan menangi e-voucher senilai total Rp3 juta. Isi surveinya sekarang di kum.pr/surveinews