Sosok Guru Spiritual yang Ritualnya Tewaskan 11 Orang di Pantai Selatan Jember

15 Februari 2022 16:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nursahan, sosok pendiri Tunggal Jati Nusantara. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Nursahan, sosok pendiri Tunggal Jati Nusantara. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Sosok Nurhasan, sang guru spiritual kelompok Tunggal Jati Nusantara yang tinggal di Desa Dukuhmencek, Kecamatan Sukorambi, Kabupaten Jember masih mengundang rasa penasaran banyak orang untuk diketahui.
ADVERTISEMENT
Namun, para tetangga yang bermukim dekat dengan rumah Nurhasan enggan bercerita mengenai perjalanan hidup lelaki berumur 35 tahun itu.
Sikap warga yang cenderung tertutup mungkin dipengaruhi oleh peristiwa tragis memilukan berkaitan erat dengan aktivitas ritual yang dilakukan Nurhasan.
Yakni, tragedi ritual Tunggal Jati Nusantara yang menewaskan 11 orang pengikutnya akibat terhempas ombak ganas Pantai Payangan di Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu pada Minggu (13/2) dini hari.
Nursahan, sosok pendiri Tunggal Jati Nusantara. Foto: Dok. Istimewa
Nurhasan belum bisa diwawancarai karena yang bersangkutan dalam kondisi diperiksa di Polres Jember.
Hanya sekilas kisah tentang Nurhasan yang diperoleh dari penuturan Kepala Desa Dukuhmencek, Nanda Setiawan alias Wawan serta Kepala Dusun Botosari Budiono.
Menurut Wawan, Nurhasan adalah warga pendatang dari Kecamatan Kaliwates yang dibawa pindah oleh orang tuanya ke Desa Dukuhmencek sejak kecil. Nurhasan merupakan anak semata wayang.
ADVERTISEMENT
"Asalnya Nurhasan itu, lahir di Kelurahan Sempusari, Kecamatan Kaliwates. Dia mulai kecil, mungkin umur 3 tahun ikut pindah bersama orang tuanya. Nurhasan anak satu-satunya, tidak punya saudara," ujar Wawan.
Nursahan, sosok pendiri Tunggal Jati Nusantara. Foto: Dok. Istimewa
Jenjang pendidikan Nurhasan hanya lulus sampai tingkat SMA. Tapi, memiliki kepiawaian tersendiri, yaitu semenjak usia remaja dikenal cakap berbicara di hadapan banyak orang.
"Mulai muda dia pintar nyanyi, suka nge-MC di atas panggung kalau ada acara hajatan orang nikah atau sunatan. Kalau ada pengajian juga sering jadi pembawa acara," kata Wawan.
Bakat Nurhasan sempat tidak berlanjut. Musababnya, di tahun 2009 silam, ia merantau sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia.
Tak diketahui jenis pekerjaan apa yang digelutinya di sana. Yang jelas, Nurhasan kembali ke kampung halaman sekitar tahun 2014.
ADVERTISEMENT
Sampai di sini, Nurhasan belum terlihat secara drastis perubahannya. Bahkan, meski yang bersangkutan menikah hingga poligami dengan dua orang istri, tiada gelagat mencurigakan sama sekali.
"Masih seperti biasa, Nurhasan saya lihat pernah nge-MC dangdutan, dan juga memandu acara musik di kafe pojokan dekat Polsek Sukorambi. Hubungan dengan masyarakat juga baik dia," lanjut Wawan mengisahkan.
Berselang tiga tahun kemudian, perubahan Nurhasan dari warga biasa beralih ke urusan spiritual mulai tampak.
Kerap kali ada orang yang datang ke Nurhasan untuk tujuan berobat alternatif maupun meminta penanganan masalah gaib.
Misalkan, untuk menanggulangi ilmu guna-guna, orang kesurupan jin, maupun hal-hal lain yang sangkut pautnya dengan penyakit akibat teluh atau santet.
Bahkan, seingat Wawan, dalam rentang antara tahun 2017-2018, dia pernah didatangi langsung oleh Nurhasan yang berniat menawarkan sebilah keris yang diklaim sebagai barang bertuah.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu saja, dalam waktu yang hampir bersamaan Nurhasan sempat ingin mengajak serta Wawan menemui seseorang di Pulau Madura.
Secara halus, Wawan menolak pemberian keris maupun ajakan tersebut, walau ada yang mengabarkan jika Nurhasan memiliki ilmu spiritual selain karena berguru juga mewarisi leluhurnya.
"Katanya Nurhasan waktu itu: 'Mari ikut bertemu guru saya ke Madura'. Tapi, dia tidak nyebut nama siapa gurunya, ada di Madura sebelah mana tempat tinggalnya. Jadi, saya tidak ikut," sambung cerita dari Wawan.
Lambat laun, Nurhasan kian banyak pengikutnya, dan berlanjut mendirikan padepokan kecil. Pemerintah Desa Dukuhmencek sama sekali tidak diberi tahu meski mendengar dan melihat aktivitas rutin kelompok kepercayaan inisiatif Nurhasan itu, yaitu Tunggal Jati Nusantara.
ADVERTISEMENT
Terdapat gelaran acara berkumpul setiap hari-hari tertentu. Wawan tidak pernah mendapat laporan ataupun keluhan dari masyarakat, sehingga enggan melarang kegiatan jemaah Tunggal Jati Nusantara.
"Biasanya setiap hari Kamis malam Jumat Pon dan Jumat Wage ada pengajian. Kan kegiatan begitu tidak apa-apa. Kadang ada yang sesekali tamu menginap di sana, kemudian Nurhasan memberi tahu kalau ada yang bermalam, izin lewat Kasun Botosari Pak Budiono. Tidak masalah, senyampang tiada yang merasa terganggu," tutur Wawan.
Usai kejadian di Pantai Payangan, Wawan justru baru mengetahui sering ada kegiatan mereka diluar wilayah. Nurhasan di samping pengajian, rupanya kerap mengajak pengikutnya untuk ritual ke berbagai kawasan pantai.
"Kami, ya kaget bukan main setelah ada kabar banyak yang meninggal di Pantai Payangan. Akhirnya, kan aparat kan menelusuri, ternyata kegiatan mereka tidak hanya di Payangan, tapi di pantai-pantai lain pernah ada," tukas Wawan.
ADVERTISEMENT
Kasun Botosari, Budiono membenarkan bahwa Nurhasan memberi tahunya setiap kali ada pengikut Tunggal Jati Nusantara yang menginap.
"Tidak tiap hari, tapi pernah izin kalau ada yang menginap," ungkapnya.
Alasan yang dikemukakan orang yang menginap karena butuh waktu proses penyembuhan alternatif melalui kemampuan spiritual Nurhasan. Senyampang berlaku tertib, Budiono selalu mengizinkan.
Budiono tidak percaya begitu saja perihal kemampuan spiritual Nurhasan, meski dia menghormati sejumlah orang yang mengakui hal demikian itu.
"Warga Botosari yang ikut hanya beberapa orang. Kebanyakan justru orang dari luar," sebutnya.
Nurhasan sekarang sedang menghadapi penyelidikan oleh kepolisian yang menduga terdapat unsur kelalaian hingga mengakibatkan orang lain kehilangan nyawa. Sedangkan, Pemerintah Kabupaten tengah mengkaji kemungkinan menerapkan larangan bagi kegiatan Tunggal Jati Nusantara.
ADVERTISEMENT