Suap Anggota DPR dan Pejabat BPJN IX, Hong Arta Dihukum 2 Tahun Penjara

16 Desember 2020 19:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya, Hong Arta John Alfred memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/7). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya, Hong Arta John Alfred memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/7). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum Direktur sekaligus Komisaris PT Sharleen Raya (Jeco Group), Hong Arta Jhon Alfred, selama 2 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Ia dinilai terbukti menyuap mantan anggota Komisi V dari fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti dan bekas Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary senilai Rp 11,6 miliar.
"Memutuskan, menyatakan terdakwa Hong Artha Jhon Alfred terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah bersama-sama melakukan berbarengan beberapa tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp150 juta subsider kurungan selama 3 bulan," kata ketua majelis hakim Fashal Hendri di Pengadilan Tipikor Jakarta, dilansir Antara, Rabu (16/12).
Hakim menilai ia terbukti memenuhi unsur dakwaan pertama, yakni Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan dapat merusak citra Kementerian PUPR khususnya PBJN di hadapan masyarakat. Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa sopan dan menyesali perbuatannya," ujar hakim Fashal.
Tersangka Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya, Hong Arta John Alfred (tengah) mengenakan rompi tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/7). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Dalam perkara ini, Hong Artha John Alfred selaku Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (Jeco Group) bersama-sama dengan Abdul Khoir selaku Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama dan So Kok Seng alias Aseng selaku Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa memberi uang sejumlah Rp 8 miliar, Rp 2,6 miliar dan Rp 1 miliar yang masing-masing dalam bentuk dolar AS kepada Damayanti Wisnu Putranti selaku anggota DPR 2014-2019 dan Amran Hi Mustary selaku Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.
ADVERTISEMENT
Tujuan pemberian suap itu adalah agar Damayanti dan Amran mengupayakan agar Hong Arta mendapat paket proyek Program Aspirasi dari anggota Komisi V DPR RI di wilayah kerja BPJN IX Maluku dan Maluku Utara berdasarkan Daftar Isian Program dan Anggaran (DIPA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran 2016.
Pertama, pemberian uang sejumlah Rp 8 miliar dalam bentuk dolar AS untuk Amran Hi Mustari ditujukan demi pengangkatan Amran sebagai Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.
Uang diserahkan pada 13 Juli 2015 dalam bentuk dolar AS. Sumber uang berasal dari Hong Arta sejumlah Rp 3,5 miliar dan dari Abdul Khoir sejumlah Rp 4,5 miliar.
Uang diserahkan kepada Herry. Herry lalu menyerahkan R p7 miliar ke Imran sedangkan Rp 1 miliar diambil Herry.
ADVERTISEMENT
Pada Juli 2015, Abdul Khoir kembali memberikan Rp 1 miliar kepada Amran sebagai uang pengganti kekurangan suksesi selaku kepala BPJN IX.
Kedua, pemberian "dana satu pintu" sejumlah Rp 2,6 miliar dalam bentuk dolar AS kepada Amran Hi Mustary untuk pengurusan paket proyek program aspirasi Komisi V DPR. Awalnya uang yang diminta Amran kepada Abdul Khoir adalah sejumlah Rp 3 miliar.
Uang disepakati berasal dari beberapa sumber yaitu Hong Arta, Abdul Khoir, Komisaris PT Cahaya Mas Perkara So Kok Seng alias Aseng, Komisaris PT Papua Putra Mandiri Henock Setiawan alias Rino yang memberikan masing-masing Rp 500 juta untuk "dana satu pintu". Sedangkan Direktur CV Putra Mandiri Charles Fransz alias Carlos memberikan Rp 600 juta. Sehingga total terkumpul Rp 2,6 miliar.
ADVERTISEMENT
Uang disetor ke rekening bank atas nama Erwantoro sedangkan kekurangan uang akan diminta ke rekanan lain tapi ternyata tidak ada rekanan lain yang mau memberikan uang tambahan untuk melengkapi Rp 3 miliar.
Uang lalu diserahkan Abdul Khoir kepada Amran Hi Mustary melalui Imran S. Djumadil pada 22 Agustus 2015.
Ketiga, pemberian uang Rp 1 miliar kepada Damayanti Wisnu Putranti selaku anggota Komisi V DPR RI untuk keperluan bantuan kampanye pemilihan Kepala Daerah di Jawa Tengah. Pemberian dilakukan dengan cara masing-masing akan memberikan uang sejumlah Rp 330 juta yang dibayarkan lebih dulu menggunakan uang Hong Arta.
Hong Arta lalu mengirimkan uang Rp 1 miliar ke rekening Erwantoro pada 26 November 2015. Setelah uang masuk, Abdul Khoir lalu meminta Erwantoro menukar uang itu menjadi dolar AS.
ADVERTISEMENT
Erwantoro kemudian menyerahkannya ke Damayanti melalui teman Damayanti, Dessy A Edwin, di depan lobi Direktorat Jenderal Sumber Daya Alam Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Ditjen SDA-PUPR).