Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Sulitnya Mahasiswa Indonesia Beribadah di Kampus China
10 Januari 2019 14:17 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:50 WIB
ADVERTISEMENT
Para mahasiswa Indonesia di China mengaku kesulitan menjalankan ibadah agama di lingkungan kampus. Berbeda dengan di tanah air, tidak ada ruang ibadah di kampus-kampus China. Bahkan, segala kegiatan keagamaan terlarang di lingkungan universitas.
ADVERTISEMENT
Menurut Anisah Maryam, mahasiswa Indonesia di Shanghai, larangan ini tertera jelas dalam peraturan di kampusnya, sebuah universitas desain ternama di Pudong, dan sesuai dengan kebijakan pemerintah Partai Komunis China.
"Sekolah harus mematuhi prinsip pemisahan pendidikan dan agama. Organisasi dan individu tidak diperbolehkan melakukan kegiatan keagamaan di sekolah," bunyi peraturan itu, seperti disampaikan Anisah kepada kumparan pekan ini.
Satu-satunya "aroma keagamaan" hanya tercium dari kantin, yaitu dengan tersedianya makanan halal bagi mahasiswa Muslim. Selain dari itu, semua soal agama dilarang.
"Jadi tidak ada ruang ibadah, tidak boleh berkumpul sesama Muslim untuk membicarakan agama sehari-hari," kata Anisah.
Salat sebenarnya tidak boleh dilakukan di kampus. Karena tidak ada mushola, Anisah mencari tempat sepi di sudut kampusnya dengan memakai sajadah. Suatu ketika, Anisah lupa membawa sajadah dan hendak meminjam kain atau kertas untuk alas salat di kantor jurusan.
ADVERTISEMENT
"Kemudian dijawab tidak ada. Di situ ada Larry, pendamping mahasiswa asing, yang mengatakan 'kampus tidak mendukung kegiatan ibadah', dengan wajah penuh selidik," ujar mahasiswa jurusan desain ini.
Feby Dwi yang pernah berkuliah di Xiamen University, kota Xiamen, membenarkan adanya larangan ini. Dia mengatakan, mahasiswa Muslim akhirnya mau tidak mau harus salat di kamar asrama atau rumah mereka.
Pernah satu kali, kawan-kawannya yang Muslim nekat menggelar salat Jumat di area terbuka di lingkungan asrama kampus. Pasalnya lokasi masjid untuk salat Jumat cukup jauh, sekitar 1-1,5 jam dengan bus.
"Mereka tidak dibubarkan. Tapi setelah salat, diperingatkan oleh petugas dan tidak boleh lagi melakukannya," kata Feby kepada kumparan.
Musik Gambus
Larangan itu akhirnya membuat para pelajar Muslim putar otak. Mahasiswa Indonesia lainnya di China yang menolak disebut namanya mengaku terpaksa mengelabui pihak kampus agar bisa menggelar acara keagamaan.
ADVERTISEMENT
Setiap bulan mereka bisa adakan pengajian di kampus, tapi izinnya bukan acara agama melainkan acara musik. Dengan cara ini, mereka akhirnya bisa merayakan hari besar Islam di dalam kelas bersama-sama.
"Kami pinjam kelas untuk perayaan. Perayaan seperti lebaran kan biasanya ada musik gambus, itu sebabnya mereka percaya kami mengadakan acara musik," kata mahasiswa Indonesia di salah satu kota besar di China ini.
Tidak hanya kampus, China juga tidak menyediakan fasilitas keagamaan di berbagai fasilitas publik. Tidak seperti di Indonesia, misalnya, yang selalu ada ruang mushola di stasiun, terminal, atau mal.
Menurut Anisah, hal ini menyulitkan umat Islam untuk menjalankan ibadah salat. Seorang kawan Anisah pernah diawasi dengan ketat oleh petugas keamanan ketika salat di sudut sepi stasiun. "Mulai saat itu dia memilih salat dengan duduk dibanding berdiri," ujar Anisah.
ADVERTISEMENT
Menurut peraturannya, kegiatan keagamaan hanya boleh dilakukan di masjid. Anisah mengatakan setiap Minggu dia mengaji di Masjid Huxi, naik bus sekitar 2 jam dari asramanya. Pengajian itu dikoordinasi oleh Konsulat Jenderal RI di Shanghai.
Namun menurut Anisah, masjid itu juga diawasi lekat oleh aparat. Banyak kamera CCTV yang mengarah ke pintu gerbangnya.
Dia juga pernah mendengar, beberapa kali masjid tersebut didatangi aparat karena membuka pengajaran Al-Quran untuk warga China . "Akhirnya intensitas belajar Quran dikurangi hanya beberapa kali dalam sepekan," ujar Anisah.