Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Tangkap ARP, Mabes Polri Kaget Dituduh Rekayasa Bom Kampung Melayu
30 Mei 2017 20:07 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Direktorat Cybercrime Bareskrim Polri menangkap penyebar tulisan yang menuduh bahwa ledakan bom bunuh diri di kampung Melayu adalah rekayasa polisi.
ADVERTISEMENT
"Yang bersangkutan atas nama ARP (Ahmad RIfa'i Pasra) ini, kemudian memposting beberapa tuduhan-tuduhan termasuk bahwa ledakan bom bunuh diri di kampung Melayu itu adalah rekayasa polisi," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri, Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (30/5).
Pihak kepolisian tidak habis pikir dengan tulisan yang diposting oleh tersangka tersebut. "Ini sungguh sangat membuat kita tercengang dengan tuduhan seperti ini," tambah Martinus.
Martinus mengatakan korban ledakan bom bunuh diri sampai saat ini masih mengalami trauma, sehingga polri masih melakukan trauma healing bagi para korban. Sementara 3 polisi tewas dalam tragedi itu.
"Kami lakukan upaya-upaya supaya jangan timbul trauma dengan suara keras, suara ledakan atau orang ribut, nanti bisa menjadi sebuah trauma di situ," terangnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi ini sangat mengagetkan kami dengan tuduhan seperti ini. Di samping tadi korbannya adalah polisi, tapi banyak masyarakat yang terluka akibat bom bunuh diri," imbuhnya.
Martinus mengatakan ARP ini juga sering menebar informasi yang menimbulkan rasa kebencian dan rasa permusuhan. Pelaku tersebut menuliskannya lewat media sosial Facebook. ARP telah meminta maaf kepada pihak kepolisian dan polisi telah memaafkannya. Namun proses hukum masih tetap berjalan.
[Baca juga: Surat Permintaan Maaf Ahmad Rifa'i ke Kapolri ]
"Tentu permintaan maaf ini kami terima. Namun tentu kami harus lihat ada sekitar 425 ribu anggota polri dan ada masyarakat jakarta yang ditebar ketakutan karena bom ini, dan juga masyarakat Indonesia pada umumnya yang melihat ledakan bom bunuh diri ini mengagetkan mereka," terangnya.
ADVERTISEMENT
Martinus beranggapan harus ada efek jera bagi pelaku penyebar informasi lewat media sosial yang meresahkan masyarakat.
"Kami perlu memberikan efek jera bagi masyarakat lainnya, bilamana melakukan postingan-postingan yang menebarkan kebencian, permusuhan atau yang bohong. Sehingga tidak muncul yang sama yang kemudian membuat orang lain bisa mengatakan apabila kebohongan itu terus diulang-ulang bisa dikatakan menjadi kebenaran," ujarnya.
Martinus merinci, ada 4 langkah upaya Polri dalam menghadapi informasi-informasi yang meresahkan masyarakat. Pertama, menghapus (take down) informasi yang ada. Kedua, pemblokiran. Ketiga, upaya counter terhadap informasi yang meresahkan, serta keempat penegakan hukum.
"Ini harus dilakukan penegakan hukum karena beberapa kali kami counter, beberapa kali kami blokir, beberapa kali kami take down tapi masih muncul, sehingga perlu kami lakukan proses penegakan hukum supaya menjadi pembelajaran bagi kita semua," tutupnya.
ADVERTISEMENT