Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Jaksa penuntut umum KPK telah mendakwa Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan, menerima suap Rp 4,85 miliar. Suap itu terkait dengan pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada APBN Perubahan tahun 2016 dan 2017 untuk Kabupaten Kebumen dan Purbalingga.
ADVERTISEMENT
"Menerima uang seluruhnya sejumlah Rp 4.850.000.000," kata jaksa penuntut umum KPK, Eva Yustisiana, saat membacakan dakwaan Taufik Kurniawan di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (20/3).
Menurut jaksa, pemberi suap kepada Taufik Kurniawan adalah Mohammad Yahya Fuad selaku Bupati Kebumen dan Tasdi selaku Bupati Purbalingga.
Suap dari Yahya Fuad adalah sebesar Rp 3,65 miliar yang diberikan melalui politikus PAN, Rachmad Sugiyanto. Sementara suap dari Tasdi adalah sebesar Rp 1,2 miliar yang diberikan melalui Ketua DPW PAN Jawa Tengah, Wahyu Kristianto.
Berikut rangkaian suap dari Yahya dan Tasdi untuk Taufik Kurniawan:
Berawal saat Yahya dilantik menjadi Bupati Kebumen pada 17 Februari 2016. Saat itu, Kebumen membutuhkan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, terutama jalan.
ADVERTISEMENT
Guna membiayai pembangunan infrastruktur tersebut, Yahya melakukan pendekatan kepada Taufik, yang berasal dari Dapil Jawa Tengah VII (Purbalingga, Banjarnegara dan Kebumen).
"Atas pendekatan dari M Yahya Fuad, terdakwa kemudian menyanggupi memperjuangkan anggaran DAK TA 2016 senilai Rp 100 miliar," kata jaksa.
Kemudian, sekira awal Juni 2016, Yahya memerintahkan Kepala Dinas PU dan Penataan Ruangan Kabupaten Kebumen, Slamet Mustolkhah, untuk membuat usulan alokasi DAK dengan nilai tersebut sebanyak 4 rangkap, salah satunya diserahkan ke Taufik.
Masih pada bulan yang sama, Yahya menemui Taufik di ruang kerja, Gedung Nusantara I DPR RI Jakarta dan menyerahkan proposal usulan. Dalam kesempatan itu, Taufik kembali menyampaikan akan memperjuangkan DAK untuk Kebumen.
"Dengan syarat diberikan uang komitmen fee sebesar 5 persen dari anggaran yang disetujui. Tetapi Yahya tidak langsung menyetujuinya," ucap jaksa.
ADVERTISEMENT
Selang beberapa hari kemudian, Taufik menghubungi Yahya untuk menanyakan tindak lanjut pengurusan DAK Kebumen.
"Di mana Yahya Fuad menyetujui pemberian komitmen fee 5 persen dari anggaran yang disetujui sebagaimana permintaan terdakwa (Taufik)," lanjut jaksa.
Setelah fee disetujui, Taufik meminta kepada Badan Anggaran (Banggar) DPR dan Komisi XI memperjuangkan penambahan DAK untuk dimasukkan dalam pembahasan APBN-Perubahan 2016 antara Pemerintah dan DPR.
Selanjutnya pada 27 Juni 2016, dilaksanakan rapat antara Banggar DPR dengan pemerintah (Kemenkeu, Bappenas, Kemenkumham, Kementerian Teknis dan Gubernur BI) yang membahas finalisasi RUU APBN-P TA 2016.
Setelah rapat, anggota DPR Eka Sastra selaku penghubung Banggar dengan Kemenkeu dalam pembahasan DAK, menemui Direktur Dana Perimbangan Kemenkeu, Rukijo, untuk menyerahkan usulan daftar tambahan DAK dari DPR senilai Rp 10,3 triliun.
ADVERTISEMENT
"Yang di dalamnya anggaran DAK tambahan untuk Kabupaten Kebumen sejumlah Rp 93.369.184.473," ujarnya.
Selanjutnya, pada awal Juli 2016, Taufik bertemu dengan Yahya di KFC Jalan Sultan Agung, Semarang, untuk membahas komitmen fee yang telah disepakati.
Pada pertemuan itu, Taufik meminta kepada Yahya agar pemberian fee dalam tiga tahap. Tahap pertama sepertiga dari jumlah 5 persen dari nilai DAK yang disetujui.
"Tahap kedua minimal sejumlah Rp 1,5 miliar dan sisanya atau tahap ketiga paling lambat akhir bulan Oktober 2016," ujarnya.
Taufik juga meminta kepada Yahya agar memberikan uang fee melalui politikus PAN, Rachmad Sugiyanto, di Hotel Gumaya Semarang.
Kemudian, Yahya bertemu dengan Sekjen Kebumen, Adi Pandoyo dan seorang pengusaha, Khayub Muhammad Luthfi, di Hotel Ambarukmo, Yogyakarta. Di situ, Yahya menyampaikan daerahnya akan mendapat DAK Rp 100 miliar.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, calon pelaksana paket pekerjaan harus membayar fee sejumlah 7 persen dari nilai proyek yang diterima nantinya.
Selanjutnya disepakati pembagian alokasi anggaran proyek yakni Khayub mendapat proyek dengan nilai Rp 36 miliar, Hojin Ansori Rp 15 miliar, Muji Hartono alias Ebung sebesar Rp 15 miliar, dan Yahya Fuad sendiri dengan menggunakan PT Tradha sebesar Rp 23 miliar.
"Sekitar bulan Juli 2016 terdakwa (Taufik) menghubungi Yahya Fuad meminta komitmen fee yang telah disepakati. Atas permintaan itu, Yahya Fuad menyampaikan akan menyerahkan fee tahap pertama pada 26 Juli 2016," jelas jaksa.
Untuk memastikan pemberian uang aman, Taufik memerintahkan Rachmad agar memesan 3 kamar di Hotel Gumaya Semarang, yakni 2 kamar bersebelahan (connecting door) untuk menerima uang, dan satu kamar di depannya yang digunakan oleh Taufik untuk mengawasi penerimaan fee.
ADVERTISEMENT
Sehari sebelum serah terima, Yahya meminta Hojin untuk menyiapkan uang Rp 1,65 miliar yang berasal dari Muji Hartono dan PT Sarana Multi Usaha.
Setelah uang terkumpul, Yahya meminta Hojin agar uangnya diserahkan kepada seseorang di kamar 1211 Hotel Gumaya Semarang.
"Untuk itu pada tanggal 26 Juli 2016, Hojin Ansori membawa sejumlah Rp 1,65 miliar ke Hotel Gumaya Semarang dan menyerahkannya kepada Rachmad Sugiyanto di kamar 1211," kata jaksa.
Lalu Rachmad memberikan uang tersebut kepada Taufik yang berada di kamar depannya. Usai menerima, Taufik menelepon Yahya memberitahu bahwa uang sudah diterima.
Setelah itu, Taufik menyampaikan kepada Yahya bahwa Kabupaten Kebumen mendapatkan DAK sekitar Rp 94 miliar.
Kemudian pada Agustus 2016, Taufik kembali menghubungi Yahya meminta uang fee tahap kedua. Teknis pemberiannya masih sama di Hotel Gumaya Semarang melalui Rachmad. Namun yang menyerahkan Adi.
ADVERTISEMENT
"Tanggal 15 Agustus, sesuai perintah Yahya Fuad, Adi Pandoyo menyerahkan fee tahap kedua sebesar Rp 2 miliar kepada terdakwa melalui Rachmad Sugiyanto di kamar 815 sambil mengatakan 'Ini Pak, titipan Pak Bupati'," kata jaksa.
Rachmad kemudian memberikan uang itu kepada Taufik yang kemudian menghubungi Yahya bahwa uang sudah diterima.
Untuk pemberian tahap ketiga tak jadi dilakukan karena Yahya tertangkap tangan oleh KPK terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kebumen.
Bermula saat Taufik bertemu Tasdi di pendopo Kabupaten Purbalingga pada 18 Maret 2017. Saat itu Taufik menawarkan pengurusan DAK untuk Purbalingga, akan tetapi belum ada jawaban.
Selanjutnya pada April 2017, Taufik bersama Wahyu kembali menemui Tasdi, dan lagi-lagi menawarkan tambahan DAK untuk Purbalingga Rp 50 hingga Rp 100 miliar.
ADVERTISEMENT
"Dengan syarat memberikan komitmen fee senilai 5 persen kepada terdakwa (Taufik) melalui Wahyu," kata jaksa.
Tasdi pun menyetujuinya. Kemudian Taufik meminta Banggar DPR dan Komisi XI untuk memperjuangkan DAK Purbalingga Rp 40 miliar.
Untuk merealisasikan pemberian fee, Tasdi meminta Sekda Purbalingga, Wahyu Kontardi, dan Kepala Dinas PU Purbalingga, Setiyadi, bertemu dengan Wahyu.
Sekitar bulan Juli 2017, Taufik bersama Wahyu bertemu Tasdi dan beberapa pejabat Purbalingga. Dalam pertemuan itu disepakati pemberian fee dilakukan oleh Samsurijal Hadi alias Hadi Gajut melalui Wahyu.
Hadi pun mengumpulkan rekanan di Purbalingga untuk mengumpulkan uang bagi Taufik. Uang pun terkumpul Rp 1,2 miliar.
Hadi selanjutnya menyerahkan uang itu kepada Wahyu di rumah Ketua DPW PAN Jateng, yang terletak di Jalan Mandiraja Wetan, Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara.
ADVERTISEMENT
Wahyu kemudian menyerahkan uang itu kepada Taufik dengan ucapan 'Mas ada titipan dari teman-teman Purbalingga'. Pada akhirnya Purbalingga mendapatkan DAK senilai Rp 40,9 miliar.
Akibat perbuatannya, Taufik dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terhadap dakwaan itu Taufik tidak akan mengajukan nota keberatan (eksepsi).