Taufiq Ismail dan "Padamu Negeri"

30 Januari 2017 14:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Taufiq Ismail, sastrawan. (Foto: Dok. Kemendikbud/Billy Antoro)
Penyair Indonesia Taufiq Ismail tampak begitu sibuk pagi ini, Senin (30/1). Ia sedang menyiapkan lima buku dan tak bisa menerima panggilan telepon.
ADVERTISEMENT
Maka kami berbincang pendek-pendek via pesan singkat. Ia mengatakan perlu berkonsentrasi penuh untuk menulis.
Kami paham betul. Menulis kadang tak semudah membalikkan telapak tangan seperti dikira sebagian orang.
Sepintas, Taufiq terkesan tak begitu peduli dengan keramaian di jagat maya yang disebabkan oleh ucapannya pada acara Ikatan Alumni Universitas Indonesia, Jumat pekan lalu (27/1).
Pada silaturahmi “Iluni Bangkit untuk Keadilan” yang digelar di Taman Lingkar Perpustakaan UI itu, Taufiq mengomentari lagu Padamu Negeri ciptaan Kusbini yang diputar panitia di pembukaan acara.
Taufiq menganggap dua baris terakhir dalam lagu tersebut menyimpan persoalan. Dua baris yang ia maksud berbunyi, “Padamu negeri kami mengabdi. Bagimu negeri jiwa raga kami.”
Sementara dua baris itu ia persoalkan, tidak untuk dua baris di atasnya yang berbunyi, “Padamu negeri kami berjanji. Padamu negeri kami berbakti.”
ADVERTISEMENT
Simak juga:
Taufiq mengatakan, jiwa raga adalah pemberian Allah sang Maha Pencipta, dan karenanya patut dikembalikan kepada Allah, bukan yang lain.
Oleh sebab itu, sastrawan 81 tahun itu menilai dua baris lirik paling bawah lagu Padamu Negeri sesat dan musyrik, sehingga mestinya diperbaiki.
Terkait ucapannya pekan lalu itu, Taufiq berkata singkat. “Ada puisi saya 18 tahun lalu tentang ini, berjudul Padamu Negeri di buku Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia.
Ia menyarankan kami untuk membuka puisi itu. Berikut bunyinya.
Padamu Negeri
Al-Fatihah untuk Amir Biki dan semua yang masuk bumi di ladang-ladang pembantaian berserakan di negeri ini Aceh, Priok, Lampung, Nipah, Haur Koneng Santa Cruz, Irian Jaya, Banyuwangi dan mana lagi
ADVERTISEMENT
Kami dianiaya bertahun-tahun berkali-kali Beramai-ramai dibunuh dan dihabisi Usai kami bantai janda-janda kami disakiti Tak bisa melawan desa kami dibakari Panah mustahil tandingan senjata tajam Seperti rabies anjing dalam epidemi Sebutlah beberapa nama kota lokasi propinsi Kubur di mana maklumat tak diberi Hidup kami berganti nyeri dan ngeri Mengenang satu malam ratusan ditembaki Mengingat bertahun ribuan dihabisi Jadi setiap menyanyikan lagu ini Tiba pada dua baris terakhir sekali Jiwa raga cuma pada Tuhan kami beri Sesudah itu terserah pada Dia sendiri Apa akan dibagikanNya juga pada negeri
1998
Budayawan, Taufiq Ismail. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)