Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Terima Anugerah HB IX, Haedar Soroti MK-KPK-KPU hingga Tokoh Agama Tak Beretika
20 Desember 2024 11:20 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, menerima Anugerah Hamengku Buwono IX tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Dalam orasi yang berjudul Transformasi Mentalitas dan Kebudayaan Indonesia, Haedar mengangkat keprihatinannya atas sejumlah kasus yang menunjukkan krisis atau peluruhan moral dan etika luhur bangsa.
"Kasus paling menonjol ialah diberhentikannya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mewakili erosi moral dan etika para pejabat negara atau pejabat publik," kata Haedar di Orasi Penerimaan Anugerah Transformasi Mental dan Kebudayaan Indonesia di Bangsal Srimanganti, Keraton Yogyakarta, Kamis (19/12) malam.
Haedar tak menyebut nama para ketua lembaga negara itu. Namun, bukan rahasia lagi, mereka adalah eks Ketua MK Anwar Usman, eks Ketua KPK Firli Bahuri, dan eks Ketua KPU Hasyim Asy'ari.
Haedar juga menyinggung soal tokoh agama yang juga pejabat negara yang tersandung kasus kepatutan etika, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
"Kasus paling baru mundurnya unsur pejabat pemerintahan sekaligus tokoh agama karena menyentuh persoalan kepatutan etika dalam berinteraksi sosial dengan sesama," ujar Haedar.
Haedar tak menyebut nama pejabat yang dia maksud, tapi publik tahu hal itu merujuk pada Gus Miftah, penceramah yang mundur sebagai Utusan Khusus Presiden.
Etika Bernegara Harus Diperbaiki
Haedar mengatakan masih ada daftar persoalan bangsa lain yang bersifat struktural seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, politik uang, politik transaksional yang juga menyentuh ranah moral dan etika.
"Romo Magnis Suseno (mengatakan) "Saya merasa prihatin dengan situasi di negara kita ini. Kiranya perlu kita serukan kembali agar etika mendapat tempatnya, kita ingin bahwa bukan hanya kepentingan kekuasaan mereka yang berkuasa.". Rohaniawan ternama itu menganjurkan agar etika bernegara mesti diperbaiki," jelas Haedar.
ADVERTISEMENT
Haedar mengatakan jika ingin memperbaiki dan menata kembali kehidupan kebangsaan yang bermakna maka perlu ada langkah transformasi dalam dimensi mentalitas dan kebudayaan bangsa Indonesia baik itu individual dan kolektif atau melalui sistem nilai budaya.
Lanjut Haedar, tokoh agama, tokoh adat, para begawan ilmu di kampus, hingga para tokoh bangsa penting menjadi sosok-sosok teladan yang dapat diikuti praktik hidupnya, lebih dari sekadar berkata-kata.
"Yang menurut Buya Syafi'i Ma'arif penting menunjukkan konsistensi "kata sejalan tindakan". Para elite itu memiliki kekuatan sosial dan "kharisma" sebagai rujukan berperilaku warga. Kehadirannya mesti apa adanya tidak entertainment di atas panggung populisme," katanya.
Haedar juga menyinggung keteladanan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Banyak kesaksian dari tokoh nasional yang mengakui keteladanan Sultan IX.
ADVERTISEMENT
"Betapa luhur HB IX menghadirkan contoh baik tentang sikap kenegarawanan dan keluhuran budi yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan dinasti. Sikap hidupnya autentik, menjadi mutiara berharga bagi seluruh bangsa Indonesia," jelasnya.